―6;

720 103 55
                                    

―Minggu pertama

Didi

Tidak ada yang berubah walaupun ini sudah semester kedua aku menjadi mahasiswa arsitektur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada yang berubah walaupun ini sudah semester kedua aku menjadi mahasiswa arsitektur. Aku masih menjadi mahasiswa yang selalu mencoba rajin asistensi, aku masih menjadi manusia yang tahan sampai malam di kampus, aku masih mengikuti fotografi bersama Prisca, Ibas masih sering mengintili kami berdua, dan Aga masih menjauh dariku. Entah sampai kapan, rasanya waktu sudah terlalu lama untuk membuat Aga kembali menjadi temanku.

Yang sekarang berbeda adalah, kami resmi menjadi anggota dari himpunan. Setelah momen pengukuhan di akhir semester lalu, akhirnya aku resmi menjadi anggota organisasi kampus dan aku masuk di divisi humas bersama Prisca.

Aku masih menunggu di depan perpustakaan arsitektur sambil sesekali membetulkan rambutku yang tertiup angin. Menunggu Ilham yang katanya sampai sebentar lagi. Ilham mengajakku makan di warung mie ayam sekolah kami dulu. Entah dari kapan ia berjanji dan baru sekarang bisa ia tepati karena dia sibuk. Sebetulnya, aku sedikit merasa senang Ilham mengingat ajakannya waktu itu yang bahkan aku sendiri lupa kalau tidak ia ingatkan.

Tidak beberapa lama, akhirnya CR-V milik Ilham mendekat ke gedung arsitektur. Ilham keluar dan menghampiriku kemudian diberikannya senyumannya kepadaku.

"Lama nggak nunggunya?"
Aku menggeleng. "Sepuluh menit kayaknya."

"Bagus deh kalo nggak kelamaan. Tadi dosennya ngaret banget, ini juga aku buru-buru kesini."

"Nggak apa-apa, Ham."

Ilham tersenyum lagi. "Mau berangkat sekarang?"

"Yaudah."

---

"Dea,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dea,"

Aku menoleh, beralih dari layar handphone-ku. "Iya?"

"Sini deh,"

Ilham menyuruhku mendekat. Kami duduk bersampingan dan ia membantuku untuk menggeser bangkuku mendekat. Tangannya menawarkan sebelah earphone kepadaku.

Catching FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang