―25;

393 71 25
                                    

—Minggu Keempat
Didi

"Pilih aja De, mau yang warna apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pilih aja De, mau yang warna apa."

Aku mengangguk. Hari ini aku dan Prisca memutuskan untuk tidak mengikuti kelas Perencanaan Kota dan kabur ke rumahnya meninggalkan Aga dan Ibas yang memilih bertahan di sekre memainkan game kesukaan mereka, PES.

Aku memandangi sweater yang diberikan Prisca kepada ku. Prisca baru pulang dari Singapore beberapa hari yang lalu karena harus memenuhi jadwal kontrol dokter gigi keluarganya. Bagaimana pun aku berusaha untuk memaklumi tradisi keluarga Prisca, tetap saja aku masih menganga mendengar alasannya ke negeri singa itu.

"Bingung banget ya milih antara yang krem atau cokelat?"

Aku mendongak dan kemudian Prisca mengikuti ku duduk di tempat tidurnya. "Yang krem aja. Makasih ya, Pris."

Prisca mengangguk sambil tersenyum. Sahabat ku yang satu ini royalnya minta ampun, ke Singapore dua hari aja harus banget dia membelikan ku oleh-oleh sweater. "Punya Ibas sama Aga besok aja deh gue kasihnya. Seneng deh kita berempat punya sweater samaan, hihi."

Tidak seperti betapa excited-nya Prsica, aku hanya tersenyum kecil.

"Kenapa, De? Lo nggak suka sweater-nya?"

Aku buru-buru menggeleng. "Nggak kok. Suka, lucu banget malah."

Prisca kemudian membenarkan posisi duduknya. Menghadap ku dan lalu tiba-tiba ia menggenggam tangan ku. "Lo kenapa, De? Cerita dong sama gue kalo ada apa-apa."

Pandangan Prisca membuat ku menghela napas. Cara pandangnya itu tau banget kalau aku tidak akan pernah bisa untuk tidak cerita ke dia.

"Ilham, Pris. Dia cemburu sama Aga." Aku tersenyum kecut.

Respon Prisca kemudian hanya mengangguk-angguk. "I knew this is going to happen, sooner or later." Katanya pelan. Sama seperti yang selalu muncul di pikiran ku akhir-akhir ini. Semenjak aku dan Ilham terakhir kali berdebat di Kokas waktu itu.

"Kak Mario dulu juga gitu?"

Prisca menggeleng. "Mario mana pernah cemburu sama gue. Yang ada gue selalu cemburu sama kegiatan dia yang banyak banget itu. Terakhir kali gue nyerah sama saingan gue, skripsi." Prisca tertawa. "Sial banget ya gue, lawannya sama tumpukan kertas."

Aku ikut tertawa. Tiga hari aku dan Ilham sama-sama mempertahankan ego masing-masing. tidak ada menghubungi satu sama lain, tidak ada penjelasan lebih lanjut, tidak ada kata maaf, tidak ada kontak apa pun.

Aku mempertahankan ego ku bahwa memang benar lah aku emosi ketika Ilham dengan nonsense-nya menyuruh ku untuk tidak berteman lagi dengan Aga. Siapa yang mau kehilangan teman sebaik Aga? Cuma karena rasa cemburu Ilham yang rasanya bisa diselesaikan dengan rasa percaya bahwa sampai kapan pun tidak ada yang terjadi antara aku dan Aga. It's just childish dan mau dipikirkan berapa kali pun itu sama sekali bukan solusi.

Catching FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang