―37;

285 35 54
                                    

Minggu Keenam belas
Didi

Sudah sewindu, ku di dekat mu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah sewindu, ku di dekat mu.
Ada di setiap pagi, sepanjang hari mu.

Suara merdu Tulus masih mengalun di radio, menemani ku menunggu lampu merah berganti menjadi hijau. Tidak ada agenda apa-apa hari ini, hanya aku yang memutuskan untuk mengambil kunci mobil lalu keluar setelah ashar berkeliling di sekitar daerah Jakarta Selatan. Ayah sedang perjalanan dinas, mbak Ayu juga tidak ke rumah hari ini, jadi aku keluar sambil mencari makanan untuk malam nanti. Padahal hari ini sedang hujan selebat-lebatnya.

And I also bring my camera. In case. Sudah lama juga rasanya aku tidak memotret. Terakhir kali mungkin waktu survey site bersama Aga.

Hhh. Aku menghela napas.

Aga lagi, Aga lagi.

Muak ya? Aku juga rasanya sudah muak memberi tau diri sendiri untuk sebentar aja, berhenti memikirkan Aga. It sucks so much when your mind doesn't listen to you anymore.

Jadi siklusnya begini. Aga mampir ke pikiran ku, lalu aku mulai membayangkan apapun tentang Aga di kepala ku, lalu aku tersenyum, lalu tersadar, and then I blame myself for why I should think of him in the first place?

Lucunya, aku juga susah untuk menahan diri.

Love, it kills. Head over heels.

Seberat ini ternyata hukuman ku, ya.

Belakangan ini aku memikirkan bagaimana jadinya kalau aku jujur saja ke Aga soal ini. Mengekspresikan apa yang ku rasakan. Membuat Aga sadar bahwa aku menyukainya. Bahwa hubungan platonic ini sudah berubah. Apakah aku bisa menjalani hari-hari ku bersama Aga seperti dulu lagi? Apakah Aga akan masih tetap di sisi ku? Atau dia malah menjaga jarak dan menjauh?

Ku sadari. Seberapa besar pun usaha ku ingin menghindar dari Aga, jauh di dalam benak, aku sebetulnya tidak mau Aga menjauh.

And of course being selfish is not even a choice.

BAM!

Lamunan ku membuyar ketika tiba-tiba aku mendengar suara keras yang berasal dari belakang mobilku. Selanjutnya yang ku rasakan adalah mobilku menjadi oleng ke kiri.

What just happened?

Aku buru-buru menepikan mobil di deretan ruko di daerah Fatmawati. Aku baru ingat kalau aku tidak memiliki payung di mobil. Payung pemberian Aga sudah ku keluarkan dari mobil. Salah ku juga tidak mengikuti saran Aga untuk menyimpan payung. Akhirnya aku keluar di tengah hujan dan mulai memeriksa keadaan mobilku.

Ban mobilku pecah. Robek sepanjang kira-kira 10 cm. Dan aku sendirian di tengah hujan lebat sore menjelang maghrib seperti ini

Aku berjongkok, meraba ban mobilku yang kini rusak. Apa yang harus aku lakukan sekarang di tengah hujan? Aku sungguh tidak mengerti tentang otomotif. Walaupun aku tau bahwa aku punya dongkrak di bagasi, tapi aku tidak bisa menggunakannya. Dan aku sama sekali tidak tau bagaimana caranya mengganti ban?

Catching FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang