Part 4

2K 131 0
                                    

-Still Candy’s POV-

            Aku terperangah selama beberapa saat sambil menatapi punggungnya yang berangsur menjauh. Samar-samar ada harum aroma parfum maskulin yang menguar di udara yang berada di sekelilingku. Dalam keadaan normal, mungkin aroma parfum Justin merupakan aroma parfum cowok tergentle yang pernah aku hirup, namun mengingat kelakuannya padaku barusan, dengan sepenuh hati aku menarik pikiran yang sempat terlintas di kepalaku itu. Justin sialan. Aku masih merutuk-rutuk pemuda bermata cokelat madu itu ketika mendadak pandanganku mendadak tertuju pada layar komputer purba yang masih dengan setianya menampilkan layar home screen. Aku menggeram kesal untuk yang kesekian kalinya. Justin benar-benar sialan.

            Aku memutuskan berhenti menghina Justin dengan suara-suara dalam benakku, dan mulai memikirkan cara terbaik untuk memadamkan fosil berbasis modern ini. Menutupnya dengan karung basah? Jelas itu bukan pilihan bijak. Meskipun benda ini benar-benar benda terkutuk, tapi dia tetaplah komputer, bukan kompor minyak yang baru saja meledak. Memukulnya lagi dengan kaki atau tangan? Well, kupikir caraku yang itu tidak akan berhasil. Hanya kaki Justin yang memiliki kemampuan magis untuk komputer ini. Aku curiga, jangan-jangan dialah pawang yang melatih komputer ini untuk mengerjaiku habis-habisan. Aku masih mengetuk-ngetukkan jari di pelipisku ketika mendadak sebuah ide terlintas di benakku. Bagaimana jika aku mencabut stop kontaknya, dengan demikian maka komputer ini tidak akan mendapat aliran listrik lagi. Yeah, ide yang bagus.

            Guna menuntaskan ideku itu, aku merunduk ke bawah meja komputer untuk mencari stop kontak benda terkutuk yang berhasil menyusahkanku siang ini. Akhirnya. Dapat! Dengan sekali tarikan penuh nafsu, aku berhasil mencabut stop kontak. Terdengar suara mendesing dari si komputer yang tidak rela tercurangi oleh kelakuanku, kemudian suara desingan itu lenyap. Great. Aku menang.

            “Rasakan itu, benda purba!” kataku dengan senyum terkembang. Aku hendak bangkit dari kolong meja dan keluar dari bilik, namun sialnya, jidatku terbentur tepian meja komputer ketika aku mencoba keluar dari kolong meja. Aku langsung menjerit kesakitan dengan sepenuh rasa, dan merasa ngeri begitu membayangkan benjolan merah sebesar buah tomat yang akan bertengger di dahiku. Oh no! Jangan sampai seorang Candeline Summer yang amat mempesona dan kece badai sepanjang sejarah peradaban manusia hingga di alam baka mengalami hal mengerikan macam itu. Aku buru-buru bangkit dan keluar dari bilik, setelah sebelumnya meniupkan ciuman terakhir untuk komputer brengsek yang kini tak berdaya lagi, dengan layar monitor segelap kolong tempat tidur.

            “Kita tidak akan bertemu lagi,” bisikku dengan yakin pada komputer itu.

***

Ripcurl’s Girls Dorm6.15 PM

            “Candy, cepatlah! Kita harus segera tiba di kafetaria! Kau mau kita kebagian meja paling jelek jika datang terlambat?” aku masih sibuk dengan penjepit bulu mataku ketika aku mendengar suara Miley yang memanggilku. Grr, ini gara-gara Justin dan komputernya yang pintar acrobat itu. Gara-gara dia aku jadi terlambat melakukan segala hal, dan aku bahkan tidak sempat mempertebal polesan kuteks di jari jemariku. Bisa jadi aib yang memalukan jika seorang Candeline Summer tampil dengan kuku patah yang tidak berkilap seperti biasanya. Hell-o, aku ini Candeline Summer yang selalu tampil sempurna dimanapun, kapanpun dan pada saat apapun.

            Aku meraih sikat gigi dan pastanya dari rak gantung yang berada di sebelah cermin bulat ketika mendadak suara Caitlin menimpali suara Miley yang memang sudah keras. Mereka bisa kompak sekali jika sedang meneriakiku. Dengan setengah tergesa dan tangan yang mengoleskan pasta ke atas permukaan bulu sikat gigi, aku menyembulkan kepalaku keluar dari pintu kamar mandi. Gee, mereka berdua sudah rapi dan sama-sama cantik dengan pakaian mereka yang terlihat simple namun modis khas JOLURA.

Amnesia (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang