Justin memotong ucapan Stefano dengan cepat. Bahkan terlalu cepat untuk tidak dicurigai. Sedetik setelah mendengar perkataan Justin, Stefano langsung mengalihkan pandangannya pada Justin. Mata kelabunya memendarkan sorot yang aneh, seakan dia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh pemuda yang sekarang berdiri sambil menatapnya. Kenapa pria ini kelihatan begitu over protective pada gadis yang baru saja dikenalnya itu? Candeline Summer. Stefano mengulang nama itu dalam hati. Candeline Summer memiliki mata cokelat gelap yang cantik dan rambut hitam panjang yang terurai indah. Juga senyuman yang kelewat manis dan suara sopran yang jernih. Secara teknis, Candeline Summer memiliki apa yang selalu diharapkan Stefano Morroti dari seorang wanita. Stefano membuang napas dengan perlahan. Dia tertarik pada Candy. Dia tahu itu. Semuanya akan jadi mudah jika dia bisa mengajak gadis itu untuk mampir ke rumah keluarga Morroti di tengah kota Venesia. Mengajaknya makan malam ataupun membiarkan gadis itu menemui ibunya—sosok wanita setengah baya yang wajahnya masih menyisakan kecantikan masa muda. Namun dia tidak bisa. Setidaknya tatapan membunuh pria yang bernama Justin itu seakan-akan mengancamnya. Justin bersikap seolah-olah Candy adalah… gadisnya?
“Apa maksudmu, Justin?!” Pekik Candy dengan nada kesal yang kentara, “Apa maksudmu mengatakan hal seperti itu pada Stefano?! Apakah kau tidak tahu bahwa ayahnya adalah pejabat penting di Venesia? Jika kau membuat Stefano tidak senang, bisa-bisa ayahnya mendepakmu keluar dari kota ini!” Seru Candy gemas, meskipun gadis itu tahu ucapannya tidak masuk akal.
“Huh, biar saja!” Dengus Justin sambil memutar bola mata dan meniup hairflip nya. Stefano tercengang selama beberapa saat, hingga akhirnya pemuda itu menghela napas dan kembali tersenyum dengan manis. Senyum sehangat matahari yang mampu membuat Candy dan Cathleena ikut tersenyum. Astaga, Stefano benar-benar… mempesona, diam-diam Candy membatin dalam hati meskipun dia mati-matian mengingatkan dirinya bahwa dia tidak mungkin menyukai Stefano. Ini gila. Yeah, dia memang marah pada Justin, namun meninggalkan tunangannya sendiri? Entahlah, hal semacam itu tidak pernah terlintas sedikitpun dalam benak Candy.
“Its okay.” kata Stefano seraya mengangkat bahu, “Jika kau tidak bisa datang ke rumahku untuk makan malam hari ini, kau tentu tidak keberatan kan untuk menemaniku brunch—makan siang yang disatukan dengan makan pagi—di sebuah restoran di kawasan Sant Croce bukan? Tenang saja, jarak restoran Acqua Marrone dengan hotelmu sangat dekat. Kau hanya perlu melintasi tepian kanal tanpa mengendarai gondola. Aku akan mengirimkan capscreen google earth ke ponselmu malam nanti untuk menunjukkan letak resto itu dan kita akan bertemu jam sembilan pagi. Oh ya, omong-omong bisakah aku tahu nomor ponselmu?” Pertanyaan terakhir Stefano membuat Justin mendesis seperti kucing yang ditendang keras-keras. Ini hanya akal-akalan kutu kupret itu, pikir Justin jengkel. Tanpa sadar lelaki bermata cokelat terang itu memberengut marah pada Stefano.
“Nope,” Candy mengangkat bahu, lantas dia menyebutkan sederetan nomor yang disimpan Stefano dalam contactlist ponselnya. Setelah acara bertukar nomor itu selesai, Stefano berpamitan dengan alasan dia harus menemani ibunya yang sendirian di rumah karena ayahnya sedang bepergian ke Roma. Sebelum gondola yang ditumpangi Mr. Paolo dan Stefano hilang di ujung kanal, Candy melambai ramah pada kedua lelaki berbeda usia tersebut. Terutama pada Stefano. Kemudian gadis itu berbalik dan melangkah menuju hotelnya yang sudah didepan mata ketika mendadak Justin menyenggol bahunya dengan keras dari belakang hingga dia nyaris terjatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amnesia (by Renita Nozaria)
Fanfiction"When you lost most all of your memories, your head's spinning round and your enemy becomes your beloved one." I do NOT own this story. Just read my bio. And don't forget to hit the follow button._. Author : Renita Nozaria Title : Amnesia Genre : Co...