Part 27

1K 63 1
                                    

—Ellenia Johnson POV—

          Aku menghadapi balkon aula besar Ripcurl dan melayangkan pandang pada punggung langit yang diwarnai semburat keemasan di ujung sana. Aku memejamkan mataku dan membiarkan semilir angin senja yang sejuk berhembus menerpa permukaan kulit wajahku dan menggoyangkan helai rambutku yang terurai. Aku selalu menyukai balkon ini. Ada saat-saat menyenangkan dimana aku dan Justin bertemu ketika dia selesai menghadiri ekskul fotografinya dan aku selesai dengan latihan Cheers ku. Kami biasanya bertemu disini, lantas Justin akan membiarkan aku menyandarkan kepalaku di dadanya dan bersama-sama kami akan menikmati matahari yang tenggelam di balik punggung bukit dan pucuk-pucuk gedung tinggi kota Riverview yang terlihat dari sini. Namun entah mengapa hari ini aku merasa benci pada apapun yang kulakukan. Aku sulit sekali tersenyum pada sesi latihan drama dan banyak melakukan kesalahan dalam mempraktekan gaya Cheers yang baru. Aku sulit memahami gerakan baru itu, karena Charlotte—wakil Candy—tidak seringan Candy ketika mengajarkan gerakan itu. Aku sempat berandai-andai kalau segalanya baik-baik saja. Candy baik-baik saja, dan jika itu terjadi tentu aku akan baik-baik saja.

Di sisi lain segalanya terasa buruk karena pada akhirnya Justin pergi ke Rockwell bersama Candy. Aku tidak mengerti mengapa dia melakukannya. Dan entah mengapa janji yang diucapkannya padaku diantara pepohonan apel terasa begitu penting. Apakah dia sungguh-sungguh memilihku? Lantas mengapa dia tidak ada disini?

          Aku mendesah kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celana kargo yang kukenakan, lalu mendial serentetan nomor telepon yang sudah kuhapal dan menempelkan benda mungil keperakan itu di telinga. Terdengar nada sambung yang panjang selama beberapa kali. Diam-diam aku berdecak. Justin tidak pernah seperti ini. Dia selalu mengangkat teleponnya dengan cepat—setidaknya telepon dariku. Namun kali ini berbeda karena aku bahkan harus mendengar nada sambung sebanyak tujuh kali sebelum akhirnya dia mengangkat teleponku. Ada yang berbeda dari suaranya, kurasa. Apakah dia bingung akan semua ini? Apakah dia ragu tindakan apa yang harus dia ambil?

          “Elle,” desisnya perlahan.

“Tenyata kau masih mau mengangkat telepon dariku. Apa yang kau lakukan sekarang, Bieber?” tanyaku dengan mencoba mempertahankan nada riangku yang biasanya. Namun kali ini hal itu kelihatan aneh karena sesungguhnya suasana hatiku sedang tidak riang sama sekali. Ada sedih yang membayang dan kemarahan yang sesungguhnya bingung aku tujukan pada siapa.

“Elle, jangan buat semuanya semakin sulit, please…” pinta Justin dengan nada memohon. Aku menghela napas dalam-dalam dan langsung merasakan sesuatu yang menusuk tajam di dalam dadaku. Lagi-lagi menghirup udara membuatku merasa seperti ditusuk jarum.

          “Apa kau pikir akulah yang membuatnya semakin sulit?” tanyaku sarkastik. Justin menghembuskan napas berat.

          “Candy membutuhkanmu, lebih dari yang kau bayangkan.”

Ada jeda yang panjang sebelum aku menjawab, “Aku juga membutuhkanmu. Lebih dari yang kau tahu.”

“Elle…”

“Jangan panggil namaku seperti itu. Kau harus membuat keputusan yang tegas, Justin. Siapa yang kau pilih? Jika kau memilih aku, kau akan pulang ke Ripcurl sebelum tengah malam nanti dan akan menemuiku besok seusai ekskul fotografi mu selesai dan berkata bahwa kau tidak akan berhubungan dengan Candy lagi… dan jika kau memilih dia… kau akan tetap berada di Rockwell.”

Amnesia (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang