Part 36

1.1K 56 0
                                    

Justin Bieber Point Of View

      Kaget. Itu adalah kata pertama yang terlintas dalam kepalaku begitu aku mendengar sebuah suara yang sangat kukenal. Sebuah suara yang tentu saja bukan suara Miley ataupun Candy yang bernada hampa sekaligus miris. Aku menoleh ke ambang pintu bersamaan dengan Miley dan Candy lantas aku mengerjapkan mata begitu menemui sosok itu berdiri disana dengan ekspresi wajah yang dipaksa tegar. Hal pertama yang dilakukan Candy adalah mengerutkan keningnya, sementara Miley mendesis seakan bersiap atas konflik yang sebentar lagi akan pecah. Aku? Yang kulakukan hanyalah mengerjapkan mata selama beberapa detik kemudian membuang napas. Mungkinkah harus terjadi konflik? Disini? Di depan Candy yang bahkan masih belum bisa mengetahui keseluruhan memori yang dilupakannya? Jelas sekali jawabannya adalah tidak.

“Sudah kuduga itu. Lama sekali bahkan sebelum kau menyadarinya.” kata lelaki itu sambil menatap lurus mataku dengan lensa matanya yang segelap malam. Aku membuang napas sementara Miley menyela omongan Zayn dan menyatakan bahwa dia harus pergi karena di sudut lain Ripcurl, Caitlin tengah menunggunya. Hm well, aku tahu Miley berbohong, tapi aku menghormati keputusannya. Dia tidak sedang ingin ikut campur.

“Aku tahu.” aku menjawabnya dengan nada tenang, “Awalnya aku menepis perasaan itu. Rasanya seperti aku akan berada di neraka karena err, sejujurnya akupun tidak menyangka aku bisa jatuh cinta padanya. Aku telah menyakiti Elle. Juga dirimu. Sakit hati itu bisa membawaku ke neraka, tapi aku akan jauh lebih merasa berdosa lagi jika aku tidak mengakui perasaanku.” Aku menatap Zayn sungguh-sungguh dan menghela napas sekali lagi seakan paru-paruku betul-betul kekurangan udara, “Karenanya, aku berterimakasih padamu.”

      “Terimakasih?” Zayn tersenyum miring, “Bukankah kau meninjuku dengan keras di kali pertama aku membuat Candy menangis karena kesalahpahaman? Dan sekarang kau berterimakasih padaku? oh ya ampun, Justin.”

Aku tidak menghiraukan ucapan Zayn yang begitu sarkastis, melainkan hanya menoleh pada Candy yang mengangkat sebelah alis karena bertanya-tanya atas apa yang tengah terjadi sekarang, “Candy sayang, kau tidak keberatan bukan untuk… well, membiarkan aku berbicara dengan Zayn selama beberapa saat. Erm ya, dia Zayn Malik. Salah satu yang terlupakan dari memorimu. Aku akan menjelaskan hal-hal yang tidak kau mengerti nanti, tapi biarkan kami berbicara dulu sebentar, ok?”

Candy berpikir sejenak lalu mengangguk, “Ok. Tapi kuharap kalian tidak terlalu lama.” bisiknya sambil menyentuh bahuku ketika dia melewatiku. Aku menghembuskan napas lega, karena dari sorot matanya aku tahu Candy percaya padaku. Dia tahu aku akan memberitahunya disaat yang tepat, dan itu membuatku tenang. Jauh di dalam hatiku aku percaya bahwa dia akan menjaga janjinya. Janjinya yang mengatakan bahwa dia akan tetap mengingatku dan seluruh waktu yang telah kami bagi bersama walaupun ingatannya nanti telah pulih sepenuhnya.

      “Kenapa kau menyuruhnya keluar?” Zayn berdecak dengan senyum miring yang sinis begitu siluet tubuh Candy menghilang di balik pintu yang kini telah tertutup. Aku menghela napas. Apakah aku harus jadi pihak yang terhakimi disini hanya karena aku.. hanya karena aku merasakan sesuatu untuk Candy? Ini terlalu… maksudku, kupikir ini semua kehendak Tuhan, karena sesungguhnya cinta tak akan pernah salah.

Amnesia (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang