Part 28

1.1K 66 0
                                    

          Evelyn menatap kedua remaja di hadapannya dengan mata menyipit karena heran. Hari ini, dia memutuskan mengunjungi kediaman mendiang Ibunya di Rockwell untuk memastikan keadaan Candy dan bagaimana cara Justin menghadapi keadaan puteri sulungnya itu. Sebelumnya, Evelyn sempat mengira bahwa dia akan menemukan Candy yang bersikap manja dan Justin yang dengan sangat terpaksa memenuhi keinginan Candy, namun ternyata dia salah. Salah besar. Karena sekarang dia memperhatikan Candy dan Justin yang duduk saling berjauhan—err, tidak terlalu jauh, tapi cukup jauh untuk bisa dibilang sahabat. Hubungan diantara mereka berdua jadi kelihatan begitu dingin dan hal itu menarik rasa penasaran Evelyn. Mata cokelat Evelyn terarah kembali pada Justin yang masih menatap Candy dengan tatapan salah tingkah dan permohonan maaf, sementara Candy hanya menatap jauh pada liukan api yang menyala di dalam perapian. Sore ini hujan deras. Evelyn tidak tahu apa yang terjadi, namun yang pasti, begitu dia datang dia menemukan Candy yang tengah mengeringkan rambut dengan hairdryer dan Justin yang berdiang di depan api unggun.

          “Cukup,” Evelyn berucap dengan nada tegas karena tidak tahan akan keheningan yang mengambang diantara mereka bertiga saat ini. Suasana begitu hening, hingga yang terdengar hanyalah tarikan napas dan gemuruh air hujan yang menghantam tanah. Candy dan Justin seakan kehilangan kemampuan untuk berbicara. Atau bahkan mengeluarkan suara sedikit seperti misalnya berdehem dan terbatuk kecil.

          Kepala Candy tersentak dan dia menoleh pada ibunya, “Apa maksudmu, Mom?”

Evelyn mendesah, “Kalian tidak perlu berpura-pura. Pasti terjadi sesuatu diantara kalian berdua.” Evelyn berkacak pinggang dan memiringkan kepalanya sedikit.

          Yang terdengar selanjutnya adalah tawa getir dari Candy, “Terjadi sesuatu? Kupikir situasi ini tidak terjadi karena aku, tapi terjadi karena dia.” Candy membalikkan badannya dan menuding Justin dengan tatapan menusuk. Justin mendelik—seperti bersiap-siap untuk marah—namun dia justru tertunduk sedetik setelahnya. Justin memandangi telapak tangannya yang masih berkerut akibat kena air hujan terlalu lama, dan berpikir dalam hati bahwa ini bukan salah Candy. Juga bukan salahnya. Tidak ada seorangpun yang bisa disalahkan kali ini.

           “Jangan bertele-tele!” Evelyn berdecak keholangan kesabaran, “Katakan apa yang sesungguhnya terjadi sebelum aku mengambil tindakan untuk mengurung kalian berdua di gudang semalam suntuk!” Cara memerintah Evelyn kedengaran geli karena Evelyn bersikap seakan mereka berdua masih kanak-kanak, namun baik Justin maupun Candy sama-sama tidak bicara. Hanya ada suara gemuruh hujan yang menjatuhi atap dan talang air ketika Candy membuka suara. Masih suara itu lagi. Suara dingin yang membuat Justin berubah kesal—namun sebisa mungkin Justin mengingatkan dirinya sendiri bahwa Candy yang sekarang bukanlah Candy yang dulu. Bukanlah Candy yang bisa dia balas ejek. Justin tercekat, karena entah mengapa dia merindukan Candy yang dulu. Candy yang periang dengan ingatan yang masih normal. Tidak seperti sekarang.

          “Tanyakan padanya, Mom.” Desis Candy, lalu dia berjalan keluar dari ruang tengah rumah besar bergaya etnik tersebut, “Aku lelah. Dan aku ingin tidur.” Tadinya Evelyn berniat menghentikan langkah Candy, namun begitu wanita itu berpaling pada Justin, Justin mengangguk menandakan bahwa mereka berdua sebaiknya bicara. Evelyn membuang napas seakan dia merasa lelah dengan semua keadaan yang menghimpitnya, lantas mengikuti langkah Justin menuju ruang makan yang dilengkapi meja besar panjang yang cukup untuk dua puluh orang. Persis seperti ruang konferensi hotel menengah bawah.

Amnesia (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang