Part 6

1.8K 104 4
                                    

-Still Justin’s POV-

            Aku lari terbirit-birit menghindari serbuan pengeras suara Candy yang merupakan anak haram dari teropong tahun baru dan kerucut pembatas lajur jalanan raya. Kameraku yang tergantung di leherku bergerak kesana kemari seiring dengan semakin cepatnya aku melangkah—sepertinya kamera itu merasa tersiksa karena harus mengalami kesialan stadium akhir bersamaku. Aku masih terus berlari bak banteng yang lepas dari kebun binatang sampai akhirnya aku tiba di pintu masuk Boy’s Dorm. Aku memutuskan memperlambat laju lariku karena aku yakin Candy tidak akan mengejarku. Sialan. Gadis gila itu mulai membuatku kerepotan setengah mati. Keringat mengalir deras di pelipisku, begitupun nafasku yang terengah-engah. Sesekali aku masih menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa wanita gila dan pengeras suaranya yang terkutuk itu tidak mengejarku. Aku masih memasang pandangan ke arah belakang punggungku ketika mendadak…

JDUGGGGGG!!!!!!

            Demi jambannya Pak RT yang jarang disikat, makhluk terkutuk apa yang telah membuat hidungku serasa ditindih pantat Kenny?! Aku mengernyit kesakitan, dan melotot konyol begitu menyadari aku baru saja menabrak pilar besar di tengah aula besar Boy’s Dorm. Aku mengerang perlahan dan menyadari ada darah yang mengalir dari kedua bolongan hidungku. Sialan. Aku tertimpadouble kesialan hari ini, dan semua itu diakibatkan oleh makhluk haram kombinasi makhluk tergaje dan makhluk terpede bernama Candy. Candy. Kenapa dia dinamai Candy oleh mamahnya?! Candy artinya permen. Dan permen biasanya manis kecuali permen karet yang lama diemut, tapi mana ada permen yang menyerupai ratu abstrak dari dunia lain seperti dia?! Aku menggerutu sembari melangkah ke kamarku, sementara kamera malang yang menggantung di leherku hanya berayun pasrah.

            “Justin?” Harry tengah menjilati sebatang permen lollipop warna-warni saat aku masuk kamar dengan wajah super kacau. Ampun. Harry benar-benar karung goni berwujud manusia. Kurasa dia terserang virus LAPERis TERUSeae yang menyebabkan lelaki berambut belukar itu menderita penyakit DOYANus MAKANitis. Aku berdecak dan lupa sejenak pada rasa sakit di hidungku demi melihat gelimpangan bungkus makanan ringan, lima minuman kaleng dan delapan bungkus permen. Gee, anak ini bukan karung goni, tapi gentong berkapasitas lima belas liter.

            “Kenapa kau makan terus, Harreh?” tanyaku sembari mengangkat sebelah alis. Harry menjilati jarinya yang terlumuri bumbu makanan ringan, persis seperti anak kecil. Aku jadi penasaran bagaimana bila para gadis melihat Harry yang tengah makan dengan tidak beradab seperti sekarang.

Harry memandangku, polos, “Lapar.” katanya dengan nada tanpa dosa, “Kenapa kau sudah kembali? Sudah dapatkan foto Carmen?” tanya Harry sembari mengelapkan tangan ke celana hitamnya. Aku mendengus.

            “Jangankan Carmen, aku bahkan tidak bisa mengambil foto gadisku, alias Elle.” gerutku kesal, “Ini gara-gara permen yang lebih menyerupai isi jamban itu. Mentang-mentang dia flyer , dia berhak melarangku bertemu Elle begitu? Huh, lihat saja! Akan kulaporkan dia pada ayahku, biar posisinya sebagai flyer dalam ekskul cheers segera dicabut.”

“Candy?” kening Harry berkerut, “Justin, Candy bukan cuma flyer. Dia juga menjadi ketua ekskulcheers tahun ini. Anak kelas dua pertama yang berhasil menjadi ketua cheers, bukan?” tanya Harry. Aku terhenyak. Aku ingat siapa ketua ekskul cheers tahun lalu. Diana Campbell, si cantik berambut jingga lembut dengan bola mata warna cokelat terang pucat. Dia kelas tiga saat aku masih kelas satu, dan sudah lulus tahun ini. Rasanya seperti membandingkan sempak baru dengan sempak bolong jika membandingkan Diana dengan Candy. Gila. Bagaimana mungkin.

Amnesia (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang