Part 29

1K 61 0
                                    

Zayn’s POV

          Sebuah suara buku yang terjatuh membuatku menoleh seketika ke arah pintu ruang seni dan keningku berkerut ketika aku mendapati sesosok gadis berambut brunette pucat—nyaris berwarna pirang pasir—berdiri dengan sikap kikuk ketika matanya yang kelabu pekat bertemu pandang dengan mataku. Aku menyipitkan mataku, dan menyadari bahwa dia mengenakan rok kilt kotak-kotak yang merupakan seragam Ripcurl. Dia pasti salah satu siswa disini, namun kenapa aku tidak pernah melihatnya? Oh well, baiklah. Bukannya menyombong atau apa, namun aku nyaris kenal hampir seisi sekolah. Dan seisi sekolah pun nyaris seluruhnya mengenalku. Sepanjang sejarahku bersekolah di Ripcurl, baru dua gadis yang wajahnya sangat asing bagiku dan tidak kuketahui namanya. Gadis yang pertama adalah Candy. Dan gadis yang kedua adalah gadis yang sekarang tengah menatapku dengan gestur tegang seakan seluruh tubuhnya telah berubah jadi baja yang tidak bisa digerakkan.

          “Ma—maaf mengganggumu. Ak—aku akan pergi.” kata gadis itu tergagap, lantas dia membungkuk untuk meraih bukunya yang jatuh dan bersiap untuk keluar dari ruang seni ketika aku memanggilnya kembali. Mencegahnya untuk pergi keluar.

“Tunggu!” aku berseru yang langsung membuatnya bersikap seperti pasien pengidap penyakit jantung. Secara refleks dia langsung berhenti dengan kaku, dan melihatnya bersikap seperti itu memunculkan rasa geli dalam diriku. Ada apa dengannya? Kenapa dia tampak begitu kikuk seperti robot yang rusak? Aku berdecak dan untuk sesaat aku terlupakan akan Candy dan ketidakhadirannya disini. Aku menghela napas kemudian memutuskan bangkit dari dudukku dan mendekati si gadis misterius yang masih berdiri dengan tegang seakan aku adalah malaikat maut yang akan mencabut nyawanya.

          Aku menyipitkan mataku dan meneliti penampilannya. Dia memakai kemeja cokelat tua susu dengan ukuran yang sewajarnya—bahkan nyaris kebesaran—dan rok kotak-kotak oranye gelap juga dasi yang masih terpasang rapi. Kaus kakinya tidak diturunkan dan memenuhi aturan yang berlaku di sekolah kami, dan sepatunya yang hitam masih tampak mengilat seperti baru saja dipoles. Pandanganku naik pada penampilan rambut dan wajahnya. Dia mengikat rambutnya dalam satu kunciran ekor kuda dan tidak memakai satupun perhiasan kecuali kalung perak yang menyembul keluar dari kerah kemejanya. Tidak menggunakan make up, lip gloss, atau apapun yang biasanya dipakai oleh para siswi Ripcurl. Mendadak aku ingin tertawa dan menangis disaat bersamaan. Dia polos, dan kuper. Dan entah mengapa itu membuatku teringat pada Candy.

          “Siapa kau?” tanyaku dengan suara dinginku yang biasa kukeluarkan untuk orang yang tidak begitu kukenal. Gadis itu gemetar seperti helai daun yang ditiup angin, dan dia tampak tercekat sebelum akhirnya menjawab dengan terbata.

          “Ma—maafkan aku.” katanya lagi dengan getar yang nyata pada suaranya. Aku terperangah selama dua detik. Kenapa sih dengan gadis misterius ini? Kenapa dia bersikap begitu kaku dan seolah-olah aku adalah makhluk paling mengerikan yang bisa menikamnya langsung di jantung? Aku mengernyit padanya dan mulai melunakkan nada suaraku.

Amnesia (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang