Part 30

1.1K 58 0
                                    

          “Elle, sebaiknya kau segera kembali ke kamar asramamu.” sosok gadis berambut pirang kemerahan itu berucap pada gadis bermata hijau yang kini jatuh terduduk di atas lantai gymnasium yang dingin. Elle berusaha meredakan napasnya yang tersengal dan mengalihkan pandangan pada Charlotte Salvatore yang kini menatapnya sambil mengangkat alis. Dia tidak ingin kembali ke kamar asrama, karena disana dia akan teringat pada Justin dan melakukan hal yang bodoh seperti menangis. Elle tidak bisa menangis lagi. Benar-benar tidak bisa. Diam-diam Elle merasakan kemarahan mulai menjangkitinya. Jadi beginikah? Beginikah perlakuan Justin padanya? lelaki itu datang tiba-tiba serupa hembusan angin dingin di musim panas dan berlalu begitu saja tanpa mempedulikan sakit hatinya?

          “Aku baik-baik saja, Chars. Aku bersungguh-sungguh.” kata Elle dengan nada yang dibuat riang, namun ucapan gadis pirang itu hanya dibalas Charlotte dan beberapa anggota ekskul Cheers lainnya dengan putaran bola mata atau cibiran. Elle jelas tidak sedang baik-baik saja. Kulit gadis itu pucat dibawah terangnya sinar lampu di langit-langit gymnasium, terlihat kuning dan sakit. Ada kantung mata di bagian bawah matanya dan pendar bola matanya tampak jauh meredup seperti lampu yang nyaris putus.

          “Sejak tadi kau terus berkata bahwa kau baik-baik saja, Elle. Tapi kupikir kau tidak,” sebuah suara lain menyahut. Elle mengenali suara itu. Suara milik Illysa yang bermulut tajam. Gadis berambut cokelat panjang dengan bola mata cokelat bertepian hitam yang indah. Paras Illysa yang lebih dari menawan tentu saja mampu membuatnya terkenal dan disukai oleh banyak cowok di Ripcurl, namun dia memiliki sedikit teman perempuan karena ucapannya yang kelewat terang-terangan tanpa mempertimbangkan perasaan lawan bicaranya. “Kau harus pulang, Elle. Harus.” kata Illysa menegaskan. Elle langsung mendongakkan wajahnya pertanda ia tersinggung dengan nada bicara Illysa yang terkesan meremahkan dirinya.

“Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu sok tahu akan diriku, Illysa Downer.” Sahut Elle tajam. Illysa hanya mendengus sambil melipat tangan di dada. Gadis itu memiringkan kepalanya, yang menyebabkan kunciran ekor kudanya sedikit bergoyang.

“Aku sih tidak terlalu peduli pada kondisimu. Namun coba lihat, Miss Johnson. Sejak tadi kita selalu berkutat pada gerakan yang sama—gerakan memutar akrobatik yang monoton. Kita bisa saja sudah mempelajari gerakan unik lainnya jika saja kau tidak tampak lemah dan sakit seperti keong yang kehilangan cangkang. Intinya, keberadaanmu disini membebani kami. Mengapa kau tidak pulang sana, terus mencoba menemukan keceriaanmu yang hilang itu.” Illysa mengetuk-ngetuk pelipisnya dengan jari, “Oh ya, aku tahu! Kau tidak mungkin bisa lagi menemukan keceriaanmu dan senyummu itu karena Justin tidak akan pernah kembali padamu kan? Kudengar dia dan ketua ekskul Cheers kita terbang ke Venesia kemarin. Kau tahu kan, Venesia? Kota yang amat romantis. Percuma kau terus memikirkan Justin, karena pada faktanya dia sudah melupakanmu. Semua orang bisa melihat itu, karena jika dia masih mengingatmu tidak mungkin kan dia pergi dengan gadis lain ke sebuah kota yang amat romantis?” Carmen mendelik pada Illysa, meminta gadis itu menghentikan ucapannya, namun sepertinya Illysa tidak peduli. “Apalagi gadis yang pergi bersama Justin adalah Candy. Candeline Summer. Dia cantik, sangat cantik. Bahkan jauh lebih cantik darimu.”

          “Hentikan semua ocehan tak bergunamu itu, Downer. Jika kau tidak ingin aku maju dan merobek mulutmu.” Elle berteriak marah, yang membuat nyaris semua anggota Cheers terlonjak kaget. Bahkan anak-anak cowok yang tengah bermain basket dan beberapa siswa yang duduk di bangku penonton gymnasium terkejut mendengar teriakan Elle. Termasuk Logan yang tengah mendribble bola, juga Miley dan Caitlin yang sibuk mengamati para anak ekskul basket. Oh ya, dan satu lagi : Zayn yang kini sibuk mencoret-coret sesuatu di buku catatannya. Pemuda itu duduk di bangku paling depan dari deretan kursi penonton gymnasium.

Amnesia (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang