Part 7

1.6K 107 0
                                    

Justin’s POV

          Dia mendesis keras sembari menarik tangannya menjauh ketika jariku menyentuh jemari tangannya bak anak kecil yang terkena api. Aku mengerutkan kening dan memandangnya dengan sorot mata tidak selera. Ada apa lagi sih dengannya? Makhluk abstrak ini sering merepotkanku semenjak kejadian terkutuk kami berdua di Hawaii, dan sekarang dia bahkan menyebabkanku mendapatkan hukuman dari si hidung gepeng Mrs. False lantas apa lagi yang bakal dilakukannya? membuatku tergantung di tiang bendera depan sekolah?

          “Kenapa kau?” tanyaku, yang dibalasnya dengan pelototan berdiameter hampir setengah mil. Biji matanya yang sama sekali tidak indah itu memelototi setiap inchi wajahku, dan jika tatapan bisa membunuh, aku yakin aku sudah tergeletak di lantai sekarang juga. Bukan karena pandangannya, melainkan karena aku lelah dengan tingkahnya yang begitu dramatis bak pemain operet anak-anak kesasar. Dia tinggal memakai hidung palsu dan baju nenek sihir untuk menemukan kembali identitas aslinya yang telah lama hilang.

          “Ini gara-gara cokelat panasmu, dasar bolot!” Candy berseru dengan sepenuh rasa amarah. Aku tersentak sedikit saat mendengar ucapannya. Jadi dia terluka. Jadi dia terluka ketika aku secara sengaja menumpahkan isi panic perakku yang berupa cokelat panas di atas bench masaknya. Jadi dia bisa terluka juga. Kupikir dia punya ilmu kebal khas pemain debus berbaju hitam, bercelana hitam, berblangkon hitam yang juga berkulit hitam dari Banten. Sedikit mirip ksatria baja hitam gitu deh.

Ternyata aku salah. Aku tersadar dari ekspresi kagetku setelah lima detik berlalu, lantas aku memiringkan kepalaku dengan gaya yang (sangat) cool sembari bergumam datar.

          “Mmm..” ujarku, kemudian membalikkan badan dan meninggalkannya sendirian. Dia hanya diam tanpa memperdulikan kepergianku.

---

          Aku mencari-cari ke seisi penjuru ruangan wanita berhidung gepeng yang gemar memakai celemek unyu warna ungu butek itu, dan sedetik kemudian tersenyum lebar ketika berhasil menemukannya. Kotak P3K untuk mengobati luka melepuh di tiga jemari tangan kanan Candy. Err, sebelumnya aku sempat merasa bimbang, apakah aku harus menggunakan obat manusia untuk makhluk kombinasi alien tergaje dan spesies terpede seperti dia, namun tidak ada pilihan lain. Paling tidak, saat ini dia tengah berwujud seperti manusia.

          “Justin,” aku masih menekuri kotak P3K di tanganku ketika suara tinggi jernih nan manis itu merasuk ke dalam gendang telingaku. Suara yang sangat kukenal. Suara yang biasanya terdengar riang membahana di penjuru gym tempat anggota cheers berlatih. Elle. Aku mengangkat wajahku dan langsung merekahkan senyum lebar begitu pandangan mataku bertemu dengan matanya. Mata hijaunya mengilap cemerlang ditimpa cahaya lampu ruangan, dan hari ini dia tampak sangat cutedengan celemek nya yang berwarna baby pink.

          “Hei,” aku membalas senyuman manisnya, “Sedang apa kau disini?” tanyaku, namun sedetik kemudian aku menyesal telah bertanya begitu. Kakek-kakek ompong berbambu runcing juga tahu bahwa dia berada disini pastilah karena dia tengah mengikuti kelas tata boga Mrs. False dengan hidung berbentuk bukit longsor itu.

“Kelas Mrs. False. Dia menyuruh anak kelas satu membuat tiga macam panekuk dalam waktu empat puluh lima menit,” desah Elle muram,

“oh,” kataku menanggapi dengan nada simpati, “Tentu saja kau pasti bisa melakukannya. Tapi kalau… kau terluka. aku bisa menjadi doktermu,” kataku yang membuat Elle tertawa. Gadis itu tersenyum sekali lagi sebelum akhirnya pergi meninggalkan aroma semerbak parfum bunga-bungaan yang membuat hidungku kembang kempes kayak balon. Pesona gadis itu…

Amnesia (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang