4. Setuju

4K 431 41
                                    

Cowok bermuka angkuh itu menatap Naira beberapa lama. Ekspresinya jelas sangat terganggu. Ternyata di sekolah maupun di luar ia tetap saja Libra yang tak boleh disentuh. Naira menoleh sebentar sebelum Sari menarik tangannya lebih jauh. Libra masih memperhatikannya. Dengan tatapan khas ala Libra dan muka kakunya, ia masih mengikuti ke mana pun pergerakannya.

Libra tidak mungkin mengenalinya, kan? Pikir Naira was-was. Namun semua kekhawatiran itu sirna kala Arzaki, Dylan, dan Choki telah kembali berada di hadapannya. Bagi Naira, saat ini mereka bertiga jauh lebih horor daripada Libra.

"Jadi langsung masuk inti aja. Kalau lo belum tahu, gue orangnya nggak suka basa-basi segala macam," ucap Zaki usai berdeham keras. "Lo beneran mau daftarin diri sebagai vokalis cadangan di band kami?"

Naira menelan ludah. "Sebenarnya... ehem!" Ia ikut-ikutan berdeham untuk membuat suaranya tak terlalu halus seperti biasa. "Sebenarnya ini bukan kemauan gue, tapi Kak Lukas yang—"

"Panggil Lukas aja," potong cowok yang namanya baru saja disebut.

"Mm, Lukas yang nawarin gue buat gabung sama kalian," lanjut Naira.

"Terus lo mau aja?"

"Nggak juga," jawab Naira sambil menghindari tatapan Zaki. "Gue nggak pernah berencana gabung dengan sebuah band. Gue nyanyi cuma karena hobi."

"Kalau gitu kenapa lo datang ke sini?" Kali ini pertanyaan dari Choki.

"Itu... itu karena...."

"Gue yang maksa dia datang," Lukas menyahut karena Naira tampak kesulitan. "Ayolah, cara kalian interogasi udah kayak jaksa di persidangan koruptor aja. Lebih baik kalian dengerin dulu dia nyanyi."

"Nama lo siapa tadi?" Kemudian Dylan bertanya setelah suasana lebih tenang.

Naira melirik Sari sebelum menjawab, "Ken."

"Ken?" kata Zaki. "Ken Arok? Ken Dedes? Atau Ken-"

"Kenisha," potong Sari.

"Kak Sari!" geram Naira sambil menginjak kakinya. Kenapa malah menyebutkan nama belakang sih? "Pokoknya panggil gue Ken aja."

"Tadi Lukas sempat bilang lo anak Bendera juga. Itu beneran? Kalau iya, lo kelas berapa? Kayaknya gue belum pernah lihat lo di sekolah deh," Dylan bertanya lagi.

"Gue... gue kelas 11," jawab Naira pelan.

Choki memekik. "Kok gue belum pernah ketemu anak seangkatan yang model-modelnya kayak lo sih? Bener kata Dylan. Emang lo ambil jurusan apa?" tanyanya sambil memandang Naira lebih seksama.

Seketika Naira gugup. "Gue... gue ambil jurusan..." ia coba melirik Sari untuk meminta pertolongan.

"Lo pernah lihat dia nggak, Zak?"

"Kayaknya juga belum pernah," jawab Zaki pada Choki. "Lo bukan anak IPA, kan?"

Naira menggeleng. Mukanya mulai pucat.

"Hey, urusan kelas berapa dan jurusan apa itu belakangan!" Untung Sari cepat tanggap. "Mending kalian dengerin dulu suaranya. Kalau kalian mau nerima, baru deh lanjutin wawancara."

"Gue setuju sama Sari," sambung Lukas. "Coba lo nyanyi, Ken!"

Naira semakin gugup. Menyanyi di depan para cowok ini? Pelipisnya mendadak berkeringat. Itu tidak mungkin bisa ia lakukan.

"Hey, ayo mulai!" ceplos Zaki dengan wajah bosan. "Disuruh nyanyi aja tegang, kayak bapak-bapak nunggu istrinya lahiran."

"Gimana mau jadi vokalis kalau baru dilihat teman satu band aja sudah grogi?" tambah Choki, yang entah kenapa ikut sarkastiknya dengan Zaki.

Princess In RockTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang