"Maaf, gue tetap nggak bisa."
"Kenapa?" tanya Lukas begitu mendengar jawaban Naira. Keduanya kini sudah berdiri di dekat air mancur, di mana Naira dan Sari pertama duduk usai keluar dari Holly.
"Lo nggak usah kuatir soal mereka, gue yakin tiga bocah sableng itu udah setuju setelah lihat lo nyanyi."
"Bukan itu masalahnya," Naira menimpali perkataan Lukas. "Gue nggak bersedia bukan karena takut mereka nggak setuju."
"Terus? Karena lo nyanyi cuma hobi?"
Naira menggeleng.
"Oh, nyanyi di depan banyak orang bikin lo grogi?"
"Itu benar sih, tapi bukan itu yang gue maksud sekarang," jawab Naira pelan.
"Kenapa sama mereka bertiga? Lo punya masalah sama mereka di sekolah?" Lukas coba menyelidik saat melihat arah mata Naira. "Bukannya tadi di dalam mereka bilang nggak tahu lo, ya?"
"Justru itu," sahut Naira. "Gue nggak mau kalau mereka sampai tahu gue ini siapa."
Lukas menyipitkan mata. "Maksud lo?"
"Seperti yang udah Kak Lukas dengar, selama ini gue suka nyanyi cuma di rumah. Di sekolah, gue mana berani nunjukin hobi ngerock begini?" ucap Naira. "Kalau masih nggak paham juga, pokoknya gue beda jauh dari yang dilihat orang sekarang. Selama ini gue nyanyi dan dandan begini cuma buat kesenangan pribadi. Gue merasa istimewa saat melakukannya sendiri. Sebaliknya, di hadapan orang gue merasa konyol."
"Lo nggak konyol, kok," jawab Lukas langsung saja.
"Kak Lukas bisa bilang gitu karena nggak kenal gue yang asli. Gue yakin Choki, Dylan, dan Arzaki bakal tambah ketawa kalau sadar gue ini siapa. Gue malu," ujar Naira.
"Kenapa harus malu?" Lukas tak mengerti. "Gue beneran pengin denger suara lo jadi satu sama musik mereka. Gue punya perasaan kalau keberadaan lo mampu bikin sesuatu yang lain dari yang udah ada. Jadi plis, Ken, pertimbangkan lagi permintaan gue. Mereka nggak perlu tahu siapa lo di sekolah. Gue janji bakal bantu jaga identitas lo dari mereka. Lo cuma perlu latihan di Holly seminggu dua kali. Itu aja."
"Tapi, Kak, kalau gue mau gabung dengan Mozaik Day, suatu saat gue pasti harus latihan di sekolah sama mereka. Gue nggak mau itu kejadian," kata Naira gelisah.
"Itu urusan belakangan, yang penting sekarang lo terima aja tawaran gue," desak Lukas.
"Tapi...."
"Gue yakin lo bakal baik-baik aja," potong Lukas. "Anggap aja lo lagi mengembangkan bakat dan hobi lo yang menyenangkan ini dengan cara rahasia," imbuhnya membuat Naira terdiam.
"Oke, gue anggap lo udah menerima tawaran gue sekarang. Gue bakal jemput lo setiap ada latihan. Urusan Mozaik Day nanti biar gue yang atur. Akhir-akhir ini kami latihan setiap Rabu sore dan Minggu. Kalau ada perubahan jadwal nanti gampang gue kabarin lagi. Gue bisa minta kontak lo, kan?"
Naira mengangguk meski sangat pelan.
"Ah, iya. Kayaknya dari tadi lo lupa. Panggil gue Lukas aja, nggak usah pakai embel-embel Kak," pesan cowok itu sebelum kembali menghampiri Zaki dan lainnya.
***
"Pagi, Princess!" Husni menyapa saat Naira masuk kelas lalu meletakkan tas di atas meja.
"Lho, Hus, ngapain lo pagi-pagi udah nongkrong di bangku gue?" balas Naira sambil menatapnya heran.
Husni meringis. "Lo pasti lupa ya, Nai? Kemarin kan kita udah tukaran bangku," ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess In Rock
Teen FictionArzaki Van Java, Dylan, dan Choki yang merupakan personil band sekolah, suatu hari mendapati Naira dalam kejadian yang sangat memalukan. Sebisa mungkin Naira selalu menghindari mereka setelah kejadian itu. Sayang, kegemaran Naira di luar sekolah jus...