34. Jadi Diri Sendiri

3.3K 385 154
                                    

___

"Lo bilang mau ngerjain tugas wawancara." Libra menatap heran Naira saat menyaksikan anak itu menapaki teras rumahnya. "Kok cepat?"

Naira membalas tatapan cowok itu sekilas. Tadi sebelum keluar kelas Libra memang menawari Naira pulang bareng karena mau menemui Kelly. "Gue nggak jadi," jawab Naira lemah. "Kenapa lo di sini?" tanyanya kemudian sambil mencari arah lain. Ia tahu Libra memperhatikan matanya yang habis menangis. "Mbak Kelly belum balik, ya?"

"Masih di jalan. Kehujanan," Libra menjawab sepotong-potong.

"Oh," tanggap Naira, bingung harus menanggapi apa lagi. Sikap Libra agak lunak belakangan ini. Sepertinya Kelly berhasil membuat perubahan positif pada dirinya.

Saat memasuki ruang tamu, di meja telah tersedia secangkir teh panas. Naira tahu, biarpun tak terlalu menyukai Libra tapi Bunda tetap memperlakukan cowok itu layaknya tamu pada umumnya.

"Kata anak itu kamu lagi ngerjain tugas sama Salsa?" Bunda yang sedang menyeterika setumpuk baju di dekat ruang keluarga bertanya kala Naira selesai mandi. "Kamu cuma telat pulang setengah jam daripada biasanya."

"Nai nggak jadi, Bun. Wawancara gagal. Nara sumbernya ada acara mendadak." Singkat Naira menjelaskan. "Mbak Kelly belum juga pulang apa?" Ia bertanya untuk mengalihkan pembicaraan. Naira tak mau membuat hatinya kembali sedih. Ia telah berjanji untuk tak menangis lagi begitu turun dari bus.

"Kayaknya sih Bunda udah dengar motornya tadi. Mungkin masih di depan."

Penasaran, maka Naira kembali berjalan menuju ruang tamu. Benar saja. Kelly sudah tiba. Rambut dan jaketnya tampak basah meski tak bisa dibilang kuyup. Ia sedang berbicara sesuatu dengan Libra saat Naira muncul.

"Bagus, Dek, kamu udah mandi. Temenin dia dulu. Mbak keburu kedinginan." Ia bergegas melepas ranselnya sambil masuk ruang tengah.

"Lo belum mau pulang?" tanya Naira.

"Gue nggak peduli kalau lo lagi ngusir," balas Libra tak acuh. "Di luar masih hujan. Ketemu kakak lo juga baru sebentar."

Naira bersedekap tangan karena udara yang beku. "Lo beneran naksir Mbak Kelly apa?"

"Kenapa? Masalah?"

Naira membuang napas sabar. Sedang terlalu malas baginya menanggapi sahutan sengak Libra. Biarpun ia sudah mandi di bawah guyuran shower hangat tapi rasa galau masih tetap menyelimutinya. Mungkin ia harus melakukan sesuatu agar sakit hatinya terlupakan. Mengajak ngobrol Libra misalnya.

"Gue mau kasih tahu lo sesuatu karena lo udah pernah berjasa sama gue," kata Naira kemudian. "Ini soal tipe cowok Mbak Kelly."

Libra langsung melirik Naira, tampak tertarik dengan ucapannya.

"Lo masih ingat nggak, kalau Mbak Kelly pernah bilang suka cowok yang kalem dan rapi?" bisik Naira. "Itu beneran, lho. Mbak biar agak brutal begitu tapi sukanya cowok yang manis. Dia nggak suka cowok yang selalu pasang muka serem kayak lo. Jadi kalau lo mau dapetin hati Mbak Kelly, lo harus berubah."

"Berubah?" Libra menaikkan satu alis. "Jadi Manusia Ikan?" ucapnya membuat Naira mencebik. "Gue ya gue. Nggak mau gue jadi orang lain," lanjutnya ketus.

"Gue kan cuma ngasih tahu, terserah mau diturutin apa nggak," balas Naira sebal. "Kalau lo mau Mbak Kelly nerima lo apa adanya, paling nggak lo harus jadi cowok yang rapi. Mbak Kelly sama kayak Bunda, nggak suka cowok yang tampil asal-asalan. Terutama itu tuh, rambut lo yang rada gondrong. Mbak selalu bilang sumpek lihat cowok rambutnya kepanjangan."

Libra cuma diam saat Naira menunjuk kepalanya. Memang beberapa helai rambutnya selalu dibiarkan menutupi alis dan telinga.

"Terus karena muka Mbak Kelly itu datar juga kaku, dia jadi lebih suka cowok yang banyak senyum. Katanya itu bisa menyalurkan energi positif buat dia. Nah, muka lo gimana? Lo suka senyum nggak?"

Princess In RockTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang