Lukas dan kawan-kawan terpaku mendengar pernyataan itu. Bahkan Libra yang masih terduduk di trotoar pun ikut terkejut.
"Ken berhenti latihan, Tante?" Beberapa detik kemudian Lukas kembali bersuara.
"Iya," Bunda mengangguk.
"Kenapa? Kok tiba-tiba?"
Bunda baru mau menjawab pertanyaan Lukas tapi kedatangan Naira yang sambil berlari-lari sudah keburu menarik perhatian mereka.
"Bunda!" Dengan napas tersengal Naira memegangi lutut tepat di sebelah ibunya. "Bunda jangan..." ucapan Naira terputus kala sadar semua mata mengarah padanya. Ia langsung panik. Jangan-jangan Bunda sudah menyebut Ken sebagai Naira!
"Bunda udah bilang kalau hari ini jadi hari terakhir kamu ikut latihan band sama Lukas dan teman-temannya."
"Apa?" Mata Naira terbeliak.
"Iya, Bunda juga udah bilang makasih sama Lukas karena selama ini udah mau ngajarin kamu main band, sama teman-temannya juga. Makasih ya, buat kalian semua." Bunda tersenyum pada Zaki dan yang lain.
"Ya udah, Tante pamit pulang dulu. Sukses terus buat kalian," Bunda lalu menoleh pada Naira. "Kamu pulang bareng Bunda aja sekalian. Bunda tunggu sama Tante Nita di depan, ya? Kebetulan kami udah selesai belanja."
Naira tak mampu membantah. Bahunya menjuntai ke bawah dengan lemas. Sejenak ia melirik Bunda yang telah beranjak lebih dulu, lalu pandangannya beralih pada cowok-cowok di depannya. "Mendadak banget ya," ucapnya pelan. "Pantesan latihan tadi lebih lama daripada biasanya. Ternyata ini bakal jadi hari terakhir gue main sama kalian."
"Hey, kenapa kalian diam aja?" Naira kemudian pura-pura tertawa. Sesaat ia menoleh dan menyaksikan Bunda bersama Tante Nita melambaikan tangan. Rupanya mereka sudah mendapat taxi.
"Yaa, sebentar!" Naira berseru pada keduanya. Ia lalu berpaling lagi pada teman-temannya. "Seperti yang kalian lihat, gue harus cepetan pulang," ucapnya, jelas jika sangat kecewa. "Oke, deh. Lukas, makasih banyak ya buat semua pelajarannya. Berkat lo sekarang gue jadi lebih bisa main gitar. Gue juga jadi tahu gimana rasanya main dalam band. Pengalaman yang keren banget."
Lukas cuma mengangguk-angguk tanpa suara.
"Dylan, Choki, dan lo, Arzaki," Naira menghentikan ucapannya beberapa detik karena lidahnya mendadak terasa berat. "Senang bisa main band bareng kalian. Biarpun nggak sampai berbulan-bulan tapi ini bakal jadi pengalaman yang nggak akan pernah gue lupain. Makasih banget ya, udah bantu gue selama ini."
Sama halnya dengan Lukas, ketiganya hanya menunduk, tak mampu bersuara.
"Gue pulang dulu. Sukses selalu pokoknya. Gue yakin Ludyzacho bakal lebih terkenal lagi ke depannya." Sebisa mungkin Naira tersenyum lebar di depan mereka. Ia sudah mau berbalik tapi kemudian ia ingat jika di sana masih ada Libra.
"Ah, kayaknya lo udah nggak bisa narik-narik rambut gue lagi mulai hari ini. Gue harap di lain kesempatan, lo udah nggak maniak sama rambut pirang. Sampai ketemu lagi, ya!" Segera Naira memutar badan lalu berlari menuju Bunda dan tantenya. Ia tak menoleh sedikit pun karena tak mau mereka melihat muka sedihnya.
***
"Tapi kenapa harus berhenti, Bun?" protes Naira di perjalanan pulangnya dalam taxi. "Mereka anaknya baik-baik, kok. Bunda kan juga tahu sendiri Lukas orangnya gimana. Tadi mereka nggak niat berantem, mereka cuma mau nolongin Libra yang dikeroyok anak SMA lain."
"Iya Bunda tahu, Bunda ngerti," sahut Bunda.
"Kalau ngerti kenapa Bunda ngelarang Nai main band sama mereka? Nai kan cuma belajar musik di studio, nggak sampai keluyuran ke mana-mana. Kami nggak pernah ngelakuin sesuatu yang nggak bener."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess In Rock
أدب المراهقينArzaki Van Java, Dylan, dan Choki yang merupakan personil band sekolah, suatu hari mendapati Naira dalam kejadian yang sangat memalukan. Sebisa mungkin Naira selalu menghindari mereka setelah kejadian itu. Sayang, kegemaran Naira di luar sekolah jus...