7. Rifa Penyelamat

440 28 0
                                    

Aku diajak pergi oleh Rifa ketika tangisku mulai mereda. Saat ini aku sedang duduk di atas motornya alias diboncengi olehnya.

"Fa!" panggilku agak keras.

Rifa menoleh sedikit ke arahku, tetapi matanya masih fokus mengendarai.

"Makasih, ya!"

"Iya!"

Setelah Rifa menjawab, keadaan menjadi lengang. Padahal, kami sedang berada di jalan raya yang ramai.

Aku tidak tahu akan diajak ke mana oleh Rifa. Katanya, dia akan mengajakku ke tempat yang pastinya aku suka.

Sudah hampir dua jam kami berada di jalan raya, tetapi tak kunjung sampai.

Setelah beberapa kali memikirkan ke mana aku dan Rifa akan pergi, mataku melihat sekeliling dan menyadari di mana kami berada sekarang

"Lo mau bawa gue ke Puncak?!" tanyaku kaget.

Rifa tertawa dari balik helmnya. Aku menepuk bahunya sambil terharu sedikit. Rifa sangat tahu kalau aku sangat suka bila diajak ke tempat yang menyejukkan.

"Ghan, udaranya udah mulai dingin, lo nggak kedinginan?" tanya Rifa.

Aku hanya mengenakan sweater abu-abu dan jeans hitam dengan sneakers oranye. Kebetulan yang kukenakan sweater, jadi tidak terlalu merasa dingin.

"Ghan!"

"Iya?"

Rifa terdiam sejenak. "Peluk gue aja kalau dingin!"

"Modus lo!" jawabku sambil tertawa seraya menjitak helm Rifa.

Lelaki itu ikut tertawa.

Rifa dan aku sudah sangat dekat seperti kakak-adik.

Aku melihat keadaan sekitar. Bisa dibilang ramai, bisa juga dibilang sepi. Biasa-biasa saja.

Karena udara yang memang semakin dingin, perlahan kujatuhkan kepalaku di punggung Rifa. Tanganku ikut memeluk tubuhnya yang cukup besar jika dibandingkan dengan tubuhku. Aroma parfum Rifa seketika tercium.

Dari kaca spion yang kulirik, Rifa tersenyum kecil. Aku langsung memejamkan mata.

"Modus lo berhasil, Fa! Cepetan makasih sama udara Puncak! Untung gue sama lo lagi jomblo!"

***

Rifa mematikan mesin motornya, aku merasakan itu meskipun mataku masih terpejam. Diriku masih nyaman memeluk tubuh Rifa, hangat sekali.

"Ghan?" panggil Rifa sambil melepas helmnya.

Aku sama sekali tidak memberikan respon. Mungkin Rifa menyangka aku tidur, secara ia tahu aku ini sangat pelor alias nempel molor. Ya... walaupun tadi memang beneran tidur sebentar, sih.

"Ghani?" panggilnya lagi.

Aku menggeliat sejenak, melepaskan pelukanku terhadap Rifa dan melihat keadaan sekitar. Tak lama kemudian baru turun dari motor.

Udara sejuk terhirup lembut masuk ke paru-paruku. Segar sekali rasanya.

Aku tahu tempat ini. Warpat atau Warung Patra. Hamparan kebun teh terlihat jelas di mataku, di hadapanku, sangat indah. Tempat ini sangat terkenal di semua kalangan, terutama anak muda.

Aku benar-benar senang, merasa sejuk. Rifa sangat tahu apa yang membuatku senang.

Bibirku menyunggingkan senyum lebar dan menatap Rifa. "Makasih, Rifa."

Setelah beberapa menit memandangi kebun teh, kami ke Warpat, duduk di sana, lalu aku memesan nasi goreng dan jeruk hangat. Sementara Rifa memesan ayam bakar dan minuman yang sama denganku.

Ghani | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang