Aku memandang sekeliling bingung karena banyak yang memandangku aneh. Nggak biasanya mereka kayak gitu.
"Eh! Pacarnya Rama, tuh!" Salah satu kakak kelas mendekat ke arahku ketika aku baru saja menginjak anak tangga untuk naik ke koridor kelas 11.
"Jangan mentang-mentang anak IPA 1, ya, lo bisa sombong!" tambah temannya yang ada di sebelahnya.
"Pacaran aja sama rumus-rumus! Sok-sokan mau macarin ketua MPK!"
Dilihat dari suara dan wajahnya, perkumpulan ini adalah geng famous alias kakak hits kelas 12. Mereka berjumlah lima belas orang, tetapi yang ada di hadapanku hanya tujuh orang.
"Kenapa ya, Kak? Kakak bicara sama saya?" tanyaku sesopan mungkin.
"Alah! Lo nggak usah sok nggak tau, deh! Kemarin apa maksudnya, tuh, pura-pura sakit terus dirangkul sama Rama? Mau cari perhatian, ya, di sekolah mesra-mesraan?!"
Oh, itu masalahnya. Padahal, setelah aku menyuruh Kak Rama untuk berhenti merangkulku, ia menuruti. Kejadian pria itu merangkulku hanya beberapa detik setelah kami keluar UKS. Bisa jadi, sih, mereka juga ngelihat waktu aku baru mau dibawa ke UKS pas sakit, jadi seperti ini reaksinya.
Mereka pikir aku pasti takut jika dikeroyok begini. Namun, mereka salah. Aku sudah berani sejak pertama kali menghirup udara dunia, terlebih rasa percaya diri ini semakin terbentuk setelah diriku mendalami ilmu bela diri pencak silat.
"Maaf, Kak. Saya mau ke kelas. Saya permisi dulu." Aku melangkahkan kakiku untuk menaiki anak tangga. Namun, ada yang menarik tasku.
Otomatis aku menoleh. Tubuhku ditarik oleh seseorang. Langsung dia menamparku setelah wajah kami bertemu.
Refleks, kutampar balik dia. Persetan dikatain apa pun. Aku nggak peduli. Mau apa dia? Ngerendahin harga diri aku? Nggak akan bisa. Sorry-sorry aja, nih.
"Saya coba untuk hormati kakak kelas, tetapi kalau begini caranya, nggak ada lagi kata hormat." Aku menatap tajam mereka semua, tanpa takut hal lain akan terjadi setelah ini.
"EH! LO NGGAK TAU? RAMA ITU GEBETANNYA FITRI! LO MAU SEENAKNYA DEKETIN DIA? SOK KECANTIKAN BANGET SIH LO! LO TUH NGGAK ADA APA-APANYA DIBANDING KITA!" teriak Kak Rene, ketua dari mereka.
Fitri itu, anggota mereka.
Aku meninggalkan mereka tanpa mengatakan apa pun. Tamparan balik tadi sudah cukup bagiku.
Menurutku, diam terkadang lebih baik. Kata guru silatku, marahnya orang cerdas dapat dilihat dari tindakannya. Maka dari itu, aku berusaha marah secerdas mungkin. Itulah cara paling bijaksana.
Aku sangat menghormati semua kakak kelasku. Ya... memang aku suka bersikap agak santai sama kakak kelasku kalau sudah dekat, tapi aku tetap menghormati mereka.
Aku tau Kak Fitri suka sama Kak Rama. Berita itu sudah tersebar lama. Lagian, apa sih, yang aku kurang tahu soal sekolah ini? Hampir sembilan puluh persen aku tahu semuanya.
Sayangnya, yang kutahu, Kak Rama itu nggak suka sama Kak Fitri. Kelihatan dari sikap yang selalu pria itu ambil ketika Kak Fitri mendekatinya atau menghampirinya.
Kenapa aku berani dengan geng itu? Ini harga diri. Nggak bisa seenaknya mereka memperlakukan aku seperti tahanan penjajahan. Aku cerita seperti ini karena memang udah kesel banget.
"Ghan, lo ditungguin Kak Rama tuh," ujar Stevan ketika aku memasuki kelas.
Aku mengerutkan dahi. "Di mana?"
Stevan menunjuk jendela belakang kelas dengan dagunya. "Di situ."
Aku mengangguk, kemudian meletakkan tasku dulu di mejaku. Teman-teman kelasku juga menatapku aneh. Aku tidak peduli karena aku sedang kesal tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghani | ✔️
Teen FictionNamanya Ghani, hobinya stalking, kepoin orang-orang yang buat dia dan teman seperjuangannya penasaran. Hidup Ghani tenang-tenang aja sebelum pacaran sama seniornya, Rama. Bukan, Rama bukan most wanted sekolah, bukan juga bad boy yang kalian bayangin...