Aku berjalan menyusuri koridor yang kian menyepi karena para murid sebagian telah pulang. Sebagian lainnya ada yang nongkrong di warung dekat sekolah, ada yang di kantin, ekskul, atau sedang berkegiatan normal hingga hampir tidak normal lainnya—seperti lari-lari di tengah lapangan dengan tujuan caper dan mau famous.
"Nit, balik naik apa?" tanyaku pada Nita, temanku sejak SMP.
"Gue mau rapat dulu sama panitia Adyaktu Cup," jawab Nita sambil mengemas bukunya.
Aku mengangguk paham. Nita memang termasuk dalam panitia Adyaktu Cup 2017.
"Ya udah, gue ke bawah duluan ya. Mau ketemu sama Bima," pamitku yang dijawab anggukkan kepala oleh Nita.
Aku segera meninggalkan kelas Nita dan kembali menyusuri koridor yang sepi, kemudian bertemu dengan anak tangga teratas di lantai tiga. Terus turun hingga menginjak anak tangga terendah di lantai satu.
Aku kembali berjalan di lorong depan kelas akselerasi, lalu mencapai lorong kantin, dan segera memasuki area kantin.
Kantin ramai. Banyak kakak kelas dan adik kelas, juga angkatanku sendiri. Mataku mencari keberadaan Bima, entah ke mana anak itu pergi.
Karena tidak mendapatkan apa yang kucari, akhirnya aku keluar kantin dan kembali menyusuri lorong kantin yang cukup ramai. Hingga akhirnya aku duduk di depan ruang Tata Usaha, sambil menikmati Wi-Fi gratis yang sangat cepat.
"Woi, Ghani! Sendirian aja!" seru Azaria sambil membawa es jeruk dengan botol plastik berembun akibat dinginnya es.
"Eh, Zar. Sini duduk." Aku tersenyum kecil dan menyuruh Azaria untuk duduk di sebelahku.
Azaria tidak sendiri, ada Afra di sebelahnya. Namun, Afra sedang fokus dengan ponselnya. Ia kelihatan tidak memperhatikan sekitar.
"Woi, Fra!" Aku menendang betis Afra pelan, membuat perempuan itu hampir memekik dan menatap murka ke arahku.
"Santai aja kali," gumam Afra sedikit kesal.
"Lagian, kayak orang autis mandangin hand phone kayak gitu. Kayak ada yang ngabarin aja," ledekku kepada Afra yang membuatnya tertawa.
"Iya, gue tau emang nggak ada yang nge-chat. Nggak kayak lo yang chat-nya beribu-ribu," balas Afra sambil memandangku malas.
"Ghani mah chat dari OA, cuy. Makanya ribuan, notifnya," cibir Azaria yang membuatku terkekeh.
"Tuh, Azaria aja tau. Chat gue banyak sama OA," tambahku yang membuat Afra memutar bola matanya.
"Spik aja kalau ngomong," cibir Afra. "Alusan lo kan banyak, di mana-mana."
Aku menoyor lengan Afra pelan. "Enak aja! Mana ada!"
Afra mengolok kata-kataku.
Aku hanya memutar bola mata malas, lalu mengecek ponsel dan membuka aplikasi LINE.
Bima meneleponku lewat aplikasi tersebut selama tiga kali, dan aku tidak mendengarnya, ini gila. Laki-laki itu jarang sekali meneleponku seperti ini. Pasti ada sesuatu yang penting.
Ada tujuh pesan juga dari Bima, entah apa isinya. Aku belum tau karena belum kubuka.
Bima Sakti: ghani dmn? ditunggu ka arya nih di uks.
Pesan dari Bima tentu membuatku naik darah seketika. Arya itu ngapain lagi, sih?
Aku segera beranjak. Menatap Afra juga Azaria. "Fra, Zar, gue ada urusan. Nitip tas ya sebentar, gue ke UKS dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghani | ✔️
Teen FictionNamanya Ghani, hobinya stalking, kepoin orang-orang yang buat dia dan teman seperjuangannya penasaran. Hidup Ghani tenang-tenang aja sebelum pacaran sama seniornya, Rama. Bukan, Rama bukan most wanted sekolah, bukan juga bad boy yang kalian bayangin...