"Lo ngapain bego?!" tanya Rifah sedikit teriak.
Rifah langsung kusekap mulutnya, agar semua orang tidak melihat ke arah kami. Aku memang meminjam ponsel Rifah untuk mencari kontak Kak Rey, karena Rifah satu grup basket dengan lelaki itu.
"Lo ngapain?" tanya Rifah lagi. Kali ini nadanya seperti berbisik.
"Ssst." Aku meletakkan jari telunjuk di depan mulutku. "Gue cuma send contact."
"Gue kan nggak nge-add Kak Rey!" Rifah melotot tidak terima. Nadanya masih berbisik seperti tadi, tetapi lebih kerasan sedikit.
"Kan udah gue add," jawabku. "Buat share ke gue doang."
Rifah menatapku malas. "Sebel banget gue. Gue kan males nambah-nambahin orang nggak terlalu kenal masuk ke kontak."
"Kan dia orang ganteng, Fah," balasku. "Lumayan punya kontaknya."
Rifah menghela napas. "Ya emang ganteng, tapi gue bukan stalker kayak lo yang ngumpulin kontak orang-orang ganteng."
Aku menatapnya penuh harap. "Hehe. Hari ini doang, deh."
Rifah mencibir setiap perkataanku. Aku hanya terkekeh.
Aku kembali berkutat dengan ponsel dan kembali menjalankan misi rahasia. Mungkin kali ini lebih gila.
"Tuh, kan, udah gue dugong. Lo nggak akan tahan diem-diem doang fangirling-an sendirian. Lo juga nggak akan tahan buat nggak jadiin Kak Rey bahan fangirling-an." Afra mengintip ke arah layar ponselku dengan tatapan meledek.
Aku ketahuan sedang memandang kontak Kak Rey di LINE.
"Udah gue duga. Gue sama Azaria juga curiga. Waktu itu, yang habis dari lab Biologi, lo ngeliatin Kak Rey sambil senyum-senyum kayak anak unta belum dikasih minum. Gue tau dari situ lo udah mulai tertarik, kan, sama Kak Rey?"
Gila! Afra benar-benar stalker sejati! Tebakannya langsung nusuk ke hati! Afra kayak cenayang aja, ih!
Aku nyengir sambil menutupi rasa malu.
"Memang Ghani, tuh, minjem hand phone orang, taunya nge-add someone. Nggak bilang-bilang, lagi," ledek Rifah dari kursinya.
Afra tertawa sambil menatapku, lalu menepuk bahu kananku. "Tenang, gue dukung lo kok. Tapi, hati-hati aja. Kak Rey udah punya pacar!"
"Eh! Kak Fatih juga udah punya pacar, ya!" balasku kepada Afra.
Afra terkekeh. "Tapi kayaknya gue nggak sebuas lo, ya. Gue masih memposisikan diri gue dengan baik."
"Emangnya gue ngapain, anjir?" tambahku lagi. Heran dengan sebutan buas kepadaku.
"Itu, nge-add target lewat hp orang lain," jawab Afra. "Stalker mah nyari sendiri, Ghan. Cemen lo."
Aku mengedikkan bahu, tidak peduli sekaligus malas menanggapi Afra. Aku kesal karena dia suka ngintipin orang kalau lagi main hand phone. Ya... aku juga pernah begitu, sih. Namanya juga stalker. Ah, tapi tetap saja aku sebal dengan Afra kali ini.
"Fra! Sana, ih!" usirku pada Afra yang masih saja berdiri di samping kursiku.
Afra tertawa seraya menyeringai ke arahku.
"Kalau udah tancap gas bilang-bilang gue, ya." Afra berbisik, lalu tertawa. Ia sesegera mungkin berlari menjauhiku. Mungkin takut kena cubitan maha dahsyat dari seorang Ghani.
"Dasar crazy!" cibirku ke Afra.
"Iya. Gue memang Crazy Rich Adyaktu. Nggak usah kaget gitu," balasnya dengan wajah sok-sokan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghani | ✔️
Teen FictionNamanya Ghani, hobinya stalking, kepoin orang-orang yang buat dia dan teman seperjuangannya penasaran. Hidup Ghani tenang-tenang aja sebelum pacaran sama seniornya, Rama. Bukan, Rama bukan most wanted sekolah, bukan juga bad boy yang kalian bayangin...