Dua bulan kemudian.
Sejak saat aku pulang bareng Kak Rey dua bulan lalu, Kak Rama semakin sibuk dengan organisasinya sebelum melepas jabatannya sebagai Ketua Umum MPK SMAU Adyaksa 1 Jakarta. Aku jarang pulang bersama lagi, bahkan hanya seminggu sekali.
Awalnya aku mengerti, karena memang kegiatan Kak Rama sebanyak itu, belum lagi organisasi di luar sekolah, juga les. Aku mencoba untuk terus mengerti, tetapi lama-lama rasanya beda. Kak Rama seakan tidak berusaha meluangkan waktunya lagi untukku. Namun, sebenarnya kami tidak bertengkar dan tetap terlihat baik-baik saja.
Kalau aku tanya Kak Rama mau pulang kapan, jawabannya hanya, "pulang duluan ya, Ghan. Aku masih ngurusin acara-acara terakhir di proker." tanpa menawarkan menunggu ojek bersama sebelum aku pulang seperti biasanya.
Aku tidak posesif, serius. Adalah hal yang lumrah jika aku pulang sendiri dan menunggu Bang Ojek sendiri, karena sebelum sering diantar Kak Rama pun aku terbiasa dengan hal itu. Diriku juga sudah terbiasa hidup mandiri. Aku hanya merasakan perbedaan sikap Kak Rama yang sekarang, dan rasanya aneh. Aku jadi tidak begitu nyaman.
Oh, iya. Untuk masalah ibuku dan ibunya Kak Rey, mereka ternyata teman dekat di kantor. Mereka baru tahu kalau anaknya satu sekolah, kemudian kaget. Jadilah aku dan Kak Rey disuruh berkumpul bersama. Ibunya Kak Rey sangat baik. Aku menyukainya. Untungnya, tidak ada maksud lain selain mengajakku dan Kak Rey berkumpul bersama, jadi aku tenang.
"Hey," sapa seseorang.
Aku menoleh, ternyata Kak Rey yang menyapa. Aku tersenyum sebagai jawaban. Posisiku saat ini sedang di depan ruang UKS, menunggu Kak Rama keluar dari ruang OSIS di sana.
Aku dan Kak Rey memang makin dekat. Bukan, bukan makin dekat dalam konteks PDKT, tapi karena satu tempat les, jadi beberapa kali pulang bareng. Mama juga nyaman sama Kak Rey, jadi Kak Rey suka mampir ke rumah buat ketemu Mama. Pernah juga dua kali aku dan ibuku jalan ke mall bersama Kak Rey dan ibunya.
Kak Rama tahu semuanya, karena aku selalu cerita apa pun ke lelaki itu. Kak Rama juga beberapa kali ketemu Mama. Seperti biasa, pria itu selalu nyambung ngobrol dengan siapa saja. Ibuku menyukai Kak Rama. Wanita itu tahu aku menjalin hubungan spesial dengan Kak Rama. Namun, jadwal Kak Rama yang padat itu membuat kami berdua jarang-jarang ketemu Mama.
"Balik sama siapa?" tanya Kak Rey kepadaku.
"Sama Kak Ra—"
"Ghani?"
Kami—aku dan Kak Rey—menoleh, mendapati Kak Rama sedang berdiri di belakang kami.
"Rey," sapa Kak Rama sambil tersenyum kepada Kak Rey.
"Ram," sapa Kak Rey balik.
"Ghani balik sama lo?" tanya Kak Rama kepada Kak Rey.
Aku menggigit bibir bawahku.
Kak Rey mengernyitkan dahi seraya melirikku. "Nggak tau. Tadi gue baru nanya. Mau balik sama lo, ya?"
Kak Rama tersenyum, lalu menggeleng. "Nggak. Baru mau ngabarin Ghani. Balik sama lo aja. Gue belum kelar."
Aku menatap Kak Rama yang kini ikut menatapku. "Selesai jam berapa, Kak?"
"Nanti gue kabarin," jawab Kak Rama.
Jantungku seakan mencelos seketika.
"Yaudah. Duluan, Ram." Kak Rey menepuk bahu Kak Rama.
Kak Rama balas menepuk bahu Kak Rey sambil mengangguk dan tersenyum. Pria itu kembali melirikku. "Hati-hati."
Aku mencoba untuk tersenyum dan melambaikan tangan ke Kak Rama. "Bye. Aku pulang, ya."
Yang kudapat hanya senyuman dari pria di hadapanku sebagai jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghani | ✔️
Teen FictionNamanya Ghani, hobinya stalking, kepoin orang-orang yang buat dia dan teman seperjuangannya penasaran. Hidup Ghani tenang-tenang aja sebelum pacaran sama seniornya, Rama. Bukan, Rama bukan most wanted sekolah, bukan juga bad boy yang kalian bayangin...