23. "Kalau lo pilih green tea, berarti lo nolak gue."

319 24 1
                                    

"Tidur aja, tapi jangan sampai jatuh," ujar Kak Rama dari balik helmnya. Dia terlihat khawatir karena aku yang sepertinya sudah ngantuk berat. "Lagian hobi banget tidur, sih."

Aku memutar bola mata. Sebal sekali sama Kak Rama. "Namanya juga orang ngantuk, kan manusiawi."

"Ya nggak manusiawi kalau lo ngantuknya cuma naik motor sama naik mobil doang," tuturnya yang ternyata mendengar perkataanku.

Aku sedikit mengerucutkan bibir karena bete sama Kak Rama, tetapi bahasa tubuh tak sejalan dengan sikapku barusan. Aku memeluk Kak Rama dan menenggelamkan kepalaku di bahunya. Nyaman sekali rasanya. Ini kali pertama aku memeluknya tanpa ada kata refleks.

"Ngantuk," gumamku kecil.

Kak Rama terdengar tidak bersuara lagi. Tangannya yang kiri mengusap pelan tanganku yang memeluknya.

Aku semakin ngantuk dan beberapa menit setelah ini aku tidak sadar apa yang terjadi. Semuanya menjadi gelap. Namun, ada satu hal yang kusadari saat ini.

Perasaanku sudah tak sesederhana itu.

***

Aku menggeliat sambil satu tanganku menutupi mulutku yang sedang menguap. Telingaku tidak sepengang tadi, suasana terdengar sepi.

Setelah seratus persen sadar, aku melihat diriku yang masih memeluk Kak Rama. Posisiku juga masih ada di atas motor pria itu, tetapi motornya sudah berhenti.

Refleks kulepaskan pelukanku terhadap Kak Rama. Kulihat Kak Rama sedang memainkan ponselnya.

Mataku menyapu keadaan sekitar. Ini bukannya parkiran? Parkiran mall?

Kak Rama menoleh ke arahku, helmnya telah terlepas entah sejak kapan. Lelaki itu seketika tertawa. "Udah tidurnya? Pulas banget asli."

"Kok kita di sini? Ngapain?" tanyaku bingung.

"Lo kan udah janji mau jalan sama gue?" tanyanya. "Yaudah, gue ajak ke mall."

"Ya gue kira kan nggak ke mall juga...." Aku menyubit lengannya pelan. "Gue kira cuma mau makan di mana gitu...."

Kak Rama tertawa seraya memegang tanganku untuk berhenti menyubitinya. "Emang siapa yang mau ngajakin lo ke mall?"

Aku berhenti menyubitnya, kemudian mengerutkan dahi menatapnya.

Ia beranjak turun dari motor. Sementara aku masih mengurtkan dahi, bingung.

"Orang gue mau jadiin lo tukang parkir," lanjut Kak Rama yang telah berdiri sempurna di sebelah motornya, membuatku menyikut lengannya pelan.

Badanku sempoyongan ketika mau turun, efek baru bangun tidur.

Kak Rama menahan kedua bahuku. "Bisa turun, nggak?"

"Masa gini doang nggak bisa?" Aku turun dengan sempurna, lalu menjulurkan lidah ke arah Kak Rama.

Dia terkekeh sambil melepaskan helm dari kepalaku, setelah itu tubuhnya kembali diam.

Aku mengucapkan terima kasih kepadanya. "Ayo."

"Mau ngapain?" tanyanya sambil menyeringai menatapku. Sorot matanya mengisyaratkan seperti meledekku.

Aku menatapnya sebentar. "Lo beneran mau jadiin gue tukang parkir...?"

Pria itu tertawa. "Masa gue jadiin lo tukang parkir?"

Tangan Kak Rama beralih mengusap pucuk kepalaku dan menyandarkannya di dada bidang miliknya, kemudian merangkulku. Kami sama-sama berjalan masuk ke dalam mall.

Ghani | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang