16. Leader

338 23 0
                                    

Hari ini adalah hari di mana aku menjadi leader pada materi pramuka wajib kelas 10 sekolahku minggu ini. Aku tidak jadi minta tolong Kak Arya, tidak. Selain aku nggak mau, si Buaya Muara itu juga udah nggak niat bantu aku.

Aku meminta bantuan sama Kak Rama. Namanya Ramadani, pernah ikut Jambore Internasional, nilai PU-nya terbaik kedua di angkatannya, plus salah satu kakak kelas yang paling dekat denganku juga. Kita sering curhat bareng.

Kami—aku dan Kak Rama—sedang berada di podium lapangan utama saat ini. Upacara pembuka telah selesai beberapa menit lalu.

"Ini gimana jadinya?" tanyaku yang berdiri di sebelah Kak Rama sambil memegang sebuah kertas yang berisi materi hari ini. "Sesuai briefing, kan? Nggak ada perubahan?

Kak Rama terlihat gagah dengan seragam lengkapnya. Baret yang bertengger di kepalanya, serta bahunya yang tegap membuatnya semakin berwibawa berdiri di atas podium bersebelahan denganku. Ditambah, ia memiliki garis wajah yang tegas dengan kulit sawo matangnya.

Kak Rama menoleh menatapku, lantas mengangguk. "Lo ngajar kelas sepuluh apa?"

"Sepuluh IPS dua," jawabku sambil menatap Kak Rama.

Kak Rama mengangguk.

"Baik," ucap lelaki itu dengan suara bariton khasnya di mikrofon podium. "Kalian semua harap kembali ke kelas. Nanti, leader-leader kelas kalian akan mengarahkan dan menginformasikan mengenai materi hari ini. Di sebelah saya sudah ada Kak Ghani, beliau akan patroli ke kelas-kelas kalian untuk memperjelas bila ada yang bermasalah, dibantu saya juga."

Anak kelas 10 mengangguk mengerti di tempatnya. Ada beberapa yang memutuskan tidak peduli dan ngobrol dengan teman terdekatnya.

"Kalian kepanasan, ya?" tanyaku sambil tersenyum kepada mereka semua di lapangan. "Makanya, tenang dulu. Kalau berisik malah tambah lama di sini."

Suasana menjadi riuh. Namun, secepat kilat Kak Rama menatap audiens dengan tatapan elang khasnya, membuat mereka terdiam. Lagi pula, siapa yang tidak takut ditatap seorang senior kelas dua belas? Ditambah, Kak Rama adalah seorang pemangku adat di pramuka, ekskul wajib mereka. Pria itu juga terkenal aktif di banyak organisasi dalam maupun luar sekolah. Beliau pun merupakan ketua MPK di sekolahku.

Aku terkekeh menatap Kak Rama. "Serem banget natapnya."

Kak Rama hanya tersenyum, tergolong senyuman manis.

"Oke, semuanya!" Lelaki di sebelahku kembali memberikan instruksi. "Balik kanan bubar, jalan!"

Semua anak kelas 10 hormat ke Kak Rama, aku pun juga. Pria itu balas hormat, lalu kembali tegap. Kami ikut tegap. Selanjutnya, Kak Rama balik kanan. Setelah selesai, kami baru balik kanan, lalu membubarkan diri dari lapangan.

Aku lemes banget. Sungguh, berdiri cukup lama di atas podium saat matahari lagi terik-teriknya sangat menyiksa.

Kakiku terasa keram, kemudian memutuskan untuk berjalan ke kursi terdekat. Sayangnya, aku nggak sanggup menopang tubuhku sendiri.

Kak Rama dengan refleks meraih tubuhku. Wajahku kian memucat. Kepalaku sangat pusing sekarang.

"Ghan! Lo kenapa?!" tanya Kak Rama panik.

Semua rekan pramukaku atau para leader masing-masing kelas 10 telah memasuki kelas ajar mereka masing-masing. Yang tersisa hanya aku dan Kak Rama.

Aku mencoba sadar dari pandanganku yang mulai kabur. Berusaha menetralkan jantung yang semakin berdetak kencang dan napas yang semakin sesak. Perutku terasa melilit.

"Nggak apa-apa kok." Aku mencoba kembali berdiri tegap.

Kak Rama tidak merubah posisi tangannya di punggungku meskipun aku cukup sukses berdiri. Ia masih was-was, takut aku jatuh lagi.

Ghani | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang