"Ih, Ghan! Masa lo nggak ada fangirling-an sih, di sini?" tanya Azaria sedikit kesal.
Aku tertawa. "Enggak apa-apa. Gue nanti aja fangirling-nya."
Afra memutar bola matanya. "Alah! Palingan juga gara-gara lo belom bisa move on kan dari Kak Arya."
"Yaudah sih, Ghan. Lupain aja orang kayak gitu. Ngapain masih lo pikirin?" tambah Azaria.
Aku kembali tertawa. "Udah move on kok. Tenang."
"Halah!" teriak Afra dan Azaria berbarengan
Aku hanya mengeraskan tawaku mendengarnya.
"Udah, ah. Lo aja yang fangirling-in Kak Fatih sama Kak Farhan. Gue nanti aja. Tunggu ada yang cocok," jawabku.
Teman-teman dekatku di kelas memang telah mengetahui bahwa hampir dua bulan yang lalu aku dan Arya benar-benar berakhir. Mereka baru tahu minggu kemarin.
Kini, aku dan Arya sudah sama-sama menjauh.
Terkadang, aku bertanya-tanya sendiri, apa aku betul-betul sudah move on? Ah, kan aku sudah ikhlas. Pasti sudah move on. Walau kadang masih suka sedih.
"Ghan, move on dong, dari si Arya. Lo nggak asik banget kalau kayak gini!" sambar Gilta, teman sekelasku. Ia terkadang ikut-ikutan fangirling bareng aku, Afra, dan Azaria.
"Move on nggak segampang jitak jidat lo, ya!" jawabku sambil menatapnya dengan kesal yang dibuat-buat.
Afra dan Azaria ketawa.
"Jangan sampai sih, Ghan, move on lo kali ini nyamain move on lo pas naksir sama Riza," tambah Afra.
Aku hanya menangguk. "Nggak sama kayaknya."
"Iya, nggak sama. Cuma lebih lama!" sahut Azaria yang disambut gelak tawa oleh kami berempat.
"Udah, ah. Ayo, fangirling lagi," ajakku.
"Halah, lo ngajakin mulu, lo sendiri nggak ada bahannya!" sambar Afra dengan nada mengintimidasi.
Aku mengerutkan dahi tanda malas. "Yaudah, gue liatin aja."
Mereka bertiga tertawa dan kembali menatap layar laptop milikku di atas kasur Afra. Kami semua sedang ada di base camp, yaitu rumah Afra.
"Ghan, sumpah ya, gue geregetan. Lo pilih kek, di antara tokoh cerita lo yang anak basket juga. Masih banyak yang ganteng," sahut Azaria sambil memakan chiki milik Afra.
Aku memandang mereka sekilas. Tubuhku sedang duduk di kursi meja belajar Afra, sementara mereka telungkup di atas ranjang.
Aku pura-pura berpikir. "Ah, udah nggak ada yang ganteng, gantengan bapak gue kemana-mana."
Kami semua tertawa.
"Bapak lo emang da bes ye, Ghan?" ledek Gilta.
Aku semakin tertawa. Da bes adalah bahasa nggak jelasnya dari bahasa Inggris the best.
"Ghan, apa perlu gue yang milihin?" tanya Afra ikut geregetan.
Aku tersenyum simpul. Wajah Arya sekilas terlintas di kepalaku. Lho, kenapa jadi Arya?
"Nih, Ghan. Ada Kak Fadlan, Kak Reyhan, Kak Aris, Kak Rahman, Kak Tio. Ih, banyak banget!" teriak Afra lebay, seperti anak-anak alay di pinggir jalan yang lihat orang ganteng.
Aku memutar bola mata melihat sikap Afra. "Udah, nggak usah. Nanti gue cari sendiri. Masih kebayang-bayang Arya, gue."
Mereka bertiga menatapku dengan malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghani | ✔️
Ficção AdolescenteNamanya Ghani, hobinya stalking, kepoin orang-orang yang buat dia dan teman seperjuangannya penasaran. Hidup Ghani tenang-tenang aja sebelum pacaran sama seniornya, Rama. Bukan, Rama bukan most wanted sekolah, bukan juga bad boy yang kalian bayangin...