Hari ini aku masuk sekolah. Jam sudah menunjukkan pukul 6.15. Aku baru selesai sarapan. Ibuku sudah berangkat kerja dari lima belas menit lalu bersamaan dengan adikku dan ayahku. Kakakku seperti biasa, menginap di rumah temannya. Memang dasar manusia nomaden.
Mataku melirik ponsel yang layarnya masih menyala. Sepertinya Bang Ojek pesananku sudah datang. Segera kulangkahkan kakiku keluar rumah setelah satu-dua kata pamitan kepada budeku.
"Kak Ghani, ya?" tanya Bang Ojek yang sudah sampai di depan gerbang rumahku.
Aku mengangguk sambil tersenyum. Tanganku meraih helm dari Bang Ojek, kemudian memakainya.
Kami berjalan dengan kecepatan sedang menuju sekolahku tercinta, Adyaktu.
Mataku menyapu sekeliling, menatap jalan raya dengan ruko-ruko dan beberapa gedung pencakar langit di kanan-kirinya yang berjejer rapi. Entah mengapa, sudah tiga bulan berlalu, tetapi aku masih saja kepikiran Kak Rama setiap menyusuri jalan-jalan yang dulu pernah—bahkan sering—kami lewati.
Setelah putus, tidak ada yang berubah dari hidupku. Aku tetap menjalankan rutinitasku seperti sekolah, les, latihan silat, dan mengerjakan tugas. Namun, di sisi lain, Kak Rey berbeda. Ia semakin menipiskan jaraknya kepadaku setelah tahu aku habis putus dengan Kak Rama. Meskipun aku tidak terlalu menyukai lelaki itu karena satu dan lain hal, tetapi aku cukup berterima kasih karena Kak Rey tetap setia menemaniku.
Putus kali ini terasa lebih berat dari putus sebelumnya. Sungguh. Sulit sekali mengubah kebiasaanku yang biasanya selalu dengan Kak Rama seperti bermain bersama, tertawa, dan berbagi cerita. Aku benar-benar merasa kehilangan. Entah Kak Rama juga merasakan hal ini atau tidak, aku cukup tidak peduli. Dia bersama Kak Fitri semakin dekat saja semakin hari. Aku betul-betul sakit hati dan kecewa kepadanya. Akan tetapi, sejujurnya, aku masih menyayanginya. Tidak bisa dipungkiri kalau hatiku sudah sedalam itu mencintai sosok Rama. Biarlah. Semua memang membutuhkan waktu.
Ting!
Ponselku berbunyi, menandakan ada notifikasi masuk. Rifah mengirimkanku pesan melalui aplikasi LINE.
Syarifah Andina: Ghan, jangan telat ya hari ini, plisss
Syarifah Andina: Gue mau liat tugas biologi, hehe
Tanganku segera mengetikkan balasan.
Ghanianastasya: iya, gue jg udh otw
Syarifah Andina: Sayang bgt gue sama lo
Syarifah Andina: Gue siapin red carpet dulu ya dari gerbang adyaktu ke kelas
Kedua sudut bibirku tertarik ke atas membaca balasan dari Rifah. Dasar. Anak ini memang sering sekali menjadi moodbooster, walaupun tak jarang juga menjadi mood breaker.
Ghanianastasya: awas kl gue sampe tp red carpetnya blm ada ya
Ghanianastasya: gue santet online saat itu juga
Syarifah Andina: HAHAHAHHAAH
Syarifah Andina: Udah cepet sini
Jari-jariku tak lagi mengetikkan balasan. Langsung kututup aplikasi LINE, kemudian kembali ke home.
Seketika aku menghela napas panjang melihat home screen ponselku. Itu foto aku dan Kak Rama. Sebenarnya ini bertentangan dengan niatku yang ingin melupakannya, tetapi aku masih berat untuk mengganti home screen-ku. Namun, lockscreen sudah kuganti tepat di hari aku putus tiga bulan yang lalu.
"Kak?" panggil Bang Ojek yang membuyarkan lamunanku. "Kita udah sampai."
"Eh? Iya, Pak, maaf," balasku seraya turun dan melepas helm.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghani | ✔️
Teen FictionNamanya Ghani, hobinya stalking, kepoin orang-orang yang buat dia dan teman seperjuangannya penasaran. Hidup Ghani tenang-tenang aja sebelum pacaran sama seniornya, Rama. Bukan, Rama bukan most wanted sekolah, bukan juga bad boy yang kalian bayangin...