33. Ragu

257 19 0
                                    

"Ghan?"

Mataku mengerjap-ngerjap, mengumpulkan kesadaran. Perlahan tapi pasti, aku mulai menyadari di mana diriku saat ini.

"Di UKS, Ghan." Afra menatapku seraya mengambilkan segelas air di tangannya. "Minum dulu, baru makan."

"Gue pingsan?" tanyaku kepada Afra to the point.

Yang ditanya mengangguk. "Tadi gue sama anak-anak keamanan yang bawa lo ke sini, dibantu sama anak kesehatan juga."

Dahiku seketika berkerut. Kak Rama ke mana? Bukannya terakhir kali orang yang kulihat sebelum pingsan adalah Kak Rama?

"Rama?" tanya Afra yang seperti sudah tahu apa yang kupikirkan. "Tadi gue lihat, kok, lo di atas sama dia. Dia pergi pas lo pingsan, Ghan, sama Fitri."

Napasku terembus panjang. Dadaku berdesir seketika. Mengapa mendengar kalimat barusan masih terasa sakit?

Apa yang kuharapkan, sih? Lagi pula, kenapa bisa-bisanya aku berpikir kalau Kak Rama akan menolongku seperti sebelum-sebelumnya? Keadaan sudah sangat berbeda sekarang.

"Ghan," panggil Afra. Ia menatapku. "I know what you feel. Mungkin lo belum bener-bener ikhlas, tapi back to reality, Ghan. Jangan sampai lo berubah pikiran gara-gara hari ini. Dia udah jahat banget sama lo."

Aku terdiam seketika. Perkataan Afra memang benar. Karena hari ini, aku jadi tidak bisa berpikir jernih. Perasaanku campur aduk.

"Udah, ini, minum dulu." Afra kembali menyodorkan segelas air minum kepadaku.

Tanganku terangkat untuk menerima gelas tersebut. "Thank you, Fra."

"Anytime, Ghan," balas Afra. "Next time jangan lupa makan lagi, repot ngangkat lo, berat."

Aku tertawa kecil. Afra ikut tertawa.

"Lo keliatan kusut banget," ujar Afra lagi. "Akibat move on gagal, ya?"

Seketika aku tersedak, membuat Afra tertawa lebar. "Kurang asem lo."

"Biasa aja kali," sahut Afra. Tangannya beralih meraih soto di mangkuk yang terlihat masih mengepul asapnya. "Nih, makan, tapi nggak gue suapin, ya, gue bukan mantan lo."

"FRA!"

Anak itu kembali tertawa lepas.

Dasar.

***

"Adek, kamu udah makan? Udah minum obat? Cepetan pulang! Mama udah minta tolong Rey buat antar kamu pulang!"

Aku mengembuskan napas mendengar omelan ibuku sejak tadi. Ibuku sedang ada tugas di luar kota, jadi ia sangat khawatir mendengar kabar kalau aku pingsan. "Iya, Ma. Udah, kok. Ini udah di jalan pulang sama Kak Rey."

Kak Rey yang berada sebelahku menoleh sebentar ke arahku. Tangannya tetap fokus memegang kemudi. Aku meliriknya sebentar.

"Sampai rumah, minum air hangat yang banyak. Jangan begadang, jangan main hp, jangan main laptop, jangan main komputer. Istirahat, ya, Adek," ujar ibuku lagi. "Maaf Mama nggak bisa nemenin kamu. Titip salam sama Rey. Terima kasih banyak, ya, Rey, udah mau bantu Tante dan Ghani. Tolong sampaikan, ya, Adek."

"Iya, Mama," jawabku mencoba untuk sabar. "Ghani nggak apa-apa, kok. Ini udah makan dan minum obat tadi, sama Afra. Udah sembuh."

"Istirahat!"

Refleks kujauhkan ponsel dari telingaku. Kebiasaan ibuku jika aku sedikit melawan kalau sedang sakit pasti selalu seperti ini. Berteriak. Entahlah. Mungkin ini cara ibuku mengerahkan perhatiannya kepadaku.

Ghani | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang