29. Cry

247 19 0
                                    

Tiga hari kemudian.

"Kak, Kak Rama masuk hari ini?" tanyaku kepada Kak Audia ketika kami bertemu di koridor. Pasalnya, pesanku belum dibalas-balas sama Kak Rama dari kemarin. Ia juga tidak masuk sekolah.

Kak Audia menghela napas. "Belum, Ghan. Hari ini tanpa keterangan."

Aku semakin cemas. Sudah dua hari Kak Rama tidak masuk sekolah. Aku sendiri nggak tahu kenapa. Terakhir kali aku lihat Kak Rama itu tiga hari lalu. Kak Rama bilang kalau dia ada rapat, jadi nggak bisa pulang bareng lagi.

Aku ikut menghela napas. "Yaudah. Makasih ya, Kak."

Kak Audia mengangguk, lalu menepuk bahuku pelan. "Semangat, Ghan."

Aku mengangguk, kemudian Kak Audia melengang pergi dari koridor.

Aku cemas, sangat.

Ketika kakiku melangkah ke koridor kelas sebelas, tiba-tiba Kak Acong menghampiriku.

Tunggu, ngapain Kak Acong ke kelas sebelas? Keluar dari kelasku, lagi.

"Ghani, gue mau ngomong sama lo," ucap Kak Acong kepadaku.

Aku mengangguk.

***

Di sinilah aku sekarang, rumah Kak Acong. Laki-laki itu mengajakku ke rumahnya sepulang sekolah.

"Udah seminggu dia nginep di rumah gue," ujar Kak Acong. "Dua hari ini dia nggak masuk. Rama lagi stress, Ghan. Bokap nyokapnya ada problem terus, bahkan dia bilang mau cerai. Bokapnya lagi ke Jerman, nyokapnya ke luar kota, ke kampungnya,"

Aku terkejut mendengarnya. Mengapa Kak Rama tidak pernah mau menceritakan hal ini padaku? Mataku terus menatap Kak Rama yang sedang memainkan gitarnya di balai santai depan kolam ikan milik keluarga Kak Acong.

Kak Rama belum menyadari kehadianku dan Kak Acong.

"Dia juga sering curhat tentang lo," lanjut Kak Acong. "Dia lagi kusut katanya, lagi bingung. Gue nggak tau bingung kenapa."

Aku terdiam. Ada sesuatu yang ingin kutanyakan. "Sorry, Kak. Katanya Kak Rama deket sama Kak Fitri sekarang?"

"Iya," jawab Kak Acong. "Gue nggak enak sebenernya ngomong ini ke lo. Cuma memang beberapa hari ini Rama sering call-an sama Fitri. Gue mau lo tau aja, makanya gue ajak ke sini. Dia juga cerita katanya lo lebih deket sam Rey daripada dia. Gue nggak ngertilah. Itu urusan lo berdua. Gue kasih tau aja apa yang gue tau."

Dadaku seperti mencelos seketika. Tiba-tiba aku merasa sesak. Hal yang kutakuti selama ini benar. Aku pun tak bisa berkata-kata lagi.

"Gue tinggal dulu," pamit Kak Acong

Aku mengangguk. "Makasih, Kak."

Setelah Kak Acong pergi, aku kembali menatap Kak Rama dari balik jendela. Mulutnya tidak bersuara, tetapi tangannya memetik pelan gitar di pangkuannya.

Aku tertegun sesaat ketika Kak Rama mulai membuka suaranya. Tangannya memetik pelan gitar di pangkuannya.

"Katakanlah sekarang bahwa kau tak bahagia...."

"Aku punya ragamu, tapi tidak hatimu...."

"Kau tak perlu berbohong, kau masih menginginkannya...."

"Ku rela kau dengannya, asalkan kau bahagia...."

Suara Kak Rama pelan. Napasnya masih tenang. Matanya terbuka. Suaranya terdengar menyakitkan di telingaku, lalu masuk ke hatiku

Ghani | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang