Twenty Fifth

26 5 0
                                    

"Ata cuma patah tulang tapi kenapa sampe segitunya?" Tanya ku pada Om Andre.

Laki-laki dengan kulit coklat itu menghembuskan nafas nya "dia baik-baik aja. Cuma patah tulang" jawab nya.

"Patah tulang dari mana sih Om? Kenapa Ata sampai koma,kalo cuma patah tulang aja?" Tanya ku yang tak percaya dengan ucapan ayahnya Ata itu.

"Tolong jangan ada yang ditutupin dari aku soal Ata,dia saudara aku. Aku sayang sama Ata" ucap ku disela-sela isakan ku.

Mas Akbar langsung membawa ku ke pelukannya, mengecup pucuk rambut ku,berusaha memberi ketenangan untukku.

"Ata kenapa Mas?" Tanya ku lirih.

"Kamu tau sendiri kan dia patah tulang" jawab Mas Akbar yang masih memelukku erat.

Aku menggeleng "enggak itu bohong, Ata pasti kenapa-kenapa. Kasih tau aku mas!" Pinta ku.

Mas Akbar tak menjawab,ia kembali mengecup pucuk rambut ku,tetapi kini lebih lama "kasih dia doa terbaik"

Air mataku berjatuhan terus menerus,seolah tak mau berhenti. Sudah pukul 8 kedua orang tua ku mengajak ku pulang,tapi aku tak mau menuruti mereka karena meraka juga tak mau menuruti permintaan ku,aku cuma pengen tau Ata sebenarnya kenapa, apa susah nya untuk menjawab itu?

"Rena nggak mau pulang sebelum Rena tau Ata itu kenapa"

"Ini udah malem sayang,besok kamu harus sekolah"

"Enggak Bu! Rena nggak mau sekolah kalo Rena nggak ngerti kenapa Ata bisa koma"

Semuanya saling berpandangan. Ibu mengelus rambutku yang sudah berantakan.

"Sayang, kamu ingat kan gimana ringsek nya mobil Nata waktu itu?" Tanya Ibu

Aku mengingat,mobil Ata sangat hancur waktu itu.

"Nata mengalami banyak patah tulang, bukan cuma ditangan sama dikaki, 2 tulang rusuk nya patah jadi kena ke jantung sama paru parunya, di kepalanya juga ada gumpalan darah. Beberapa organ vitalnya ada yang bermasalah juga" tutur ibu yang mulai menangis.

Aku hanya bisa diam mematung, sedari dulu aku tak mengerti kalau kondisi Ata separah itu. Aku berharap ini lelucon,ini prank untukku, ataupun sebentar lagi akan ada kue ulang tahun yang dibawa ke arahku, tapi aku sudah berulang tahun di tahun ini.

"Kenapa nggak ada yang bilang ke aku?" Tanya ku dengan isakan.

"Nggak ada yang pengen buat kamu khawatir" jawab ibu.

"Kalo cara nya aku baru dibilangi akhir akhir gini aku tambah khawatir Bu!" Ucap ku lali segera masuk ke ruangan Ata.

Ata tetap memejamkan matanya, tak ada reaksi apapun ketika aku masuk kedalam situ.

"Kenapa kamu nggak cerita Ata? Kamu jahat!" Ucapku lirih,air mataku terus berjatuhan.

"Ata ayo bangun, katanya kamu mau ke warung mie ayam. Ayo Ta bangun!"

"Ata,kamu jangan tinggalin aku Ata!"

"Kenapa kamu suka buat aku nangis sih? Katanya aku nggak boleh sedih,tapi malah kamu yang bikin aku sedih"

Tak ada jawaban selain suara alat pendeteksi jantung, aku menggenggam erat tangan Ata,lalu membacakan beberapa doa untuk Ata.

Aku melihat Ata menangis dalam tidurnya, air matanya keluar,aku tak tau harus bagaimana,aku segera memanggil orang orang yang ada di luar ruangan Ata.

"Ata ngeluarin air mata!" Ucap ku yang hampir saja berteriak.

Ayah,ibu,Tante Bella dan Mas Akbar langsung masuk, sementara Om Andre segera memanggil dokter yang ada.

"Ata bangun nak" ucap Tante Bela dengan air mata yang mulai menetes,ibu tampak mengusap punggung Tante Bella.

Tak lama dokter pun masuk bersama seorang suster,semua nya di persilahkan untuk keluar,karena dokter akan segera memeriksa kondisi Ata.

Diluar ruangan semuanya berharap cemas menunggu hasil dari dokter. Mas Akbar,aku dan ayah menunggu sambil mendoakan agar Ata bisa kembali pulih. Setelah beberapa menit dokter itu keluar.

"Nata sudah siuman,tapi suhu badannya menurun drastis, saya ragu dengan waktu yanh dimilikinya" ucap Dokter itu lirih.

"Dokter jangan bercanda,Ata baik-baik saja kan dok?!" Tanya ku yang tak percaya dengan ucapan laki-laki itu.

"Saya tidak akan berbohong tentang kondisi pasien. Pasien terus memanggil nama Reta sedari tadi" jawab dokter itu.

Aku segera masuk ke ruangan dengan warna hijau itu,air mataku kembali meleleh keluar.

"Ata,kamu udah sadar?" Tanya ku lirih lalu duduk di kursi yang berada disamping bangsal Ata.

Ata menganggukkan kepalanya "yang lainnya mana?" Tanya Ata yang sedikit kesusahan karena mulutnya ditutupi oleh alat bantu pernafasan.

"Masih diluar,ngomong sama dokter nya" jawabku.

Ata menyentuh tangan ku,dokter itu benar suhu tubuh Ata benar-benar dingin. Ata berusaha menggenggam tangan ku.

"Reta,kamu jangan terus sedih ya,kamu jaga diri baik baik"

Aku menganggukkan kepala "jangan gitu Ta"

"Kamu harus kuat,kamu harus jadi batu yang kuat buat membelah ombak,kamu janji ya" ucap Ata.

"Ata jangan ngomong gitu,kamu baik-baik aja kan Ta" aku semakin mengeratkan genggamanku.

Ata tersenyum menampilkan bulan sabit dipipinya "aku bakalan baik-baik selama kamu nggak sedih terus"

"Ata,jangan tinggalin aku. Aku sayang sama kamu Ta" air mata ku terus saja mengalir deras.

"Aku juga sayang kamu. Percayalah akan ada laki-laki yang gantiin aku dia bakalan ngejaga kamu" ucap Ata.

Aku terisak "Ata,jangan pergi Ata! Ku mohon!"

Semuanya masuk ke dalam ruangan Ata.

Ata masih menggenggam tanganku.

"Mama,papa,Tante,Om,Mas Akbar maafin Ata kalau Ata punya salah" ucap Ata dengan senyumannya,wajahnya pucat.

Semuanya mengangguk, ibu dan Tante Bela kembali menangis, sementara tiga laki-laki itu masih bisa menahan air matanya.

"Ta,jangan pergi" ucap ku lirih.

"Ata pamit. Makasih udah ada buat Ata selama ini. Makasih buat semua nya,makasih udah kasih Ata perhatian dan kasih sayang" ucap Ata yang kini mulai mengeluarkan air mata.

Ata terbatuk, dadanya naik turun ia terlihat kesulitan bernafas,tak lama dadanya kembali tenang, tak ada pergerakan dan semuanya selesai. Ata sudah benar benar memejamkan matanya,tak bisa lagi untuk terbangun.

"Ata bangun Ata! Bangun! Jangan bercanda ini nggak lucu Ata!" Teriak ku yang cukup keras.

Ata tak merespon tubuhnya telah kaku dengan seulas senyum diwajahnya,ia tampak memperlihatkan bahwa dirinya baik-baik saja.

Mas Akbar memelukku,kini semuanya menangis.

Dokter masuk kembali dan mengatakan sesuatu "Nata telah dinyatakan meninggal"

4 kata yang benar-benar mengiris hati 2 keluarga ini. Aku menangis sejadi jadinya di dada Mas Akbar, aku melihat dokter yang mulai melepas semua peralatan intensif yang selama ini membantu Ata, wajah pucat nya ditutupi oleh kain putih.

"Ikhlas in Ata dek" ucap Mas Akbar.

Aku menggeleng cepat.

Ata terlalu cepat meninggalkan aku. Aku terus menangis, aku tak tau lagi apa yang akan membuatku kembali tersenyum, aku tak mungkin menceritakan ini semua ke Windi untuk saat ini,karena ku tau ia juga memiliki masalah yang lain. Ata yang kini sudah tak lagi bergerak,tak ada hembusan nafas dari hidung ataupun mulutnya,jantung nya sudah tak bekerja. Kini tak ada lagi yang akan menasehati ku dengan kata-kata bijak,tak ada lagi yang memberikan ku senyum dengan bulan sabit dipipinya,tak ada lagi yang memberiku tatapan teduh. Ya,aku telah kehilangan Ata ku.

StrawberryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang