Twenty Eighth

24 5 0
                                    

"Mas,apa Rena harus kayak Ata dulu ya biar ibu sama ayah bisa nurutin apa yang Rena mau?" Tanya ku yang menatap burung burung terbang dari balkon.

Mas Akbar mengelus rambut ku "Kamu ini ngomong apa? Kamu nggak perlu kayak gitu,percaya mereka sekarang lagi sibuk dan pasti mereka bisa kayak dulu lagi" jawab Mas Akbar.

Aku menghela nafas lalu menyesap susu strawberry ku.

"Dek,sweater nya Andhika belum kamu kembaliin?" Tanya Mas Akbar.

Aku langsung diam, jujur aku masih menyimpan sweater hitam itu dikamarku,bukan untuk simpanan hanya saja Andhika yang sudah pindah. Dan bagaimana aku bisa lupa untuk memberitahu ini ke Mas Akbar?

"Mm.. anu Mas, Andhika udah pindah,Rena lupa bilang ke Mas Akbar" jawabku.

"Pindah? Mana ada anak kelas XII pindah dek?"

"Ya nggak tau,dulu aku tanya katanya Andhika nya udah pindah"

Mas Akbar hanya ber oh ria lalu kembali menatap layar laptop nya.

Tak ada yang membuka suara, aku menyesapi susu strawberry ku. Kenapa akhir-akhir ini kisah hidup ku nggak bisa semanis susu strawberry ini? Apa yang salah? Kenapa selalu ada saja yang membuatnya terasa masam? Aku menatap langit senja yang mulai berubah warna menjadi gelap. Satu pertanyaan kembali hinggap di otak ku 'apa kedua orang tua ku akan pulang sebelum jam 9?' Aku tak mengerti biar kan waktu yang menjawab.

"Mas,ayo masuk udah malem" ajak ku.

Mas Akbar melihat langit yang mulai gelap itu lalu menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan ajakan ku.

Otak ku bekerja keras mengerjakan PR Sejarah ini, hanya 5 soal tapi semua nya harus dijelaskan secara rinci. Aku membolak-balik buku refrensi yang ada. Aku tersenyum getir ketika mengingat biasanya Ata lah yang ahli dalam bidang sejarah, Ata memang memiliki kemampuan hafalan yang bisa dikata hebat. Kegemarannya membaca buku itulah yang membuatnya sangat mudah menghafalkan segala sesuatu, ia memang tak pandai dalam hal menghitung. Bukan kah itu memang hukum alam? Setiap orang pasti punya kelemahan dan kelebihan.

Tin..Tin..

Suara klakson itu membuatku segera ke balkon kamarku,melihat siapa yang datang. Mobil hitam yang tak asing di mataku sedang berada di depan gerbang. Aku langsung berlari keluar kamar dengan terburu buru. Apa aku terlalu malam untuk belajar,bahkan aku dan Mas Akbar belum makan malam tapi mobil hitam itu sudah datang, apa tidak salah?

Aku segera membuka pagar rumah ku membiarkan kendaraan roda 4 itu memasuki halaman rumah ku yang cukup luas.

"Haloo sayang. Udah makan malam belum?" Tanya Ayah setelah turun dari mobil.

Aku mengerjapkan mata berkali kali "Ini jam berapa?"

Ibu kini sudah turun dengan membawa 2 kotak pizza kesukaan ku "Masih jam 7 lebih 15 menit" jawab ibu.

Tak biasanya mereka pulang se sore ini. Aku nggak mimpi kan? Ini terlihat sangat nyata.

"Belum, Rena masih ngerjain PR kok" jawab ku setelah cukup lama terdiam.

"Yaudah kita sekarang makan malem bareng ya, sesuai permintaan kamu tadi pagi" ucap Ayah yang membelai lembut rambut ku yang sedikit berantakan "Mas Akbar kemana?" Tanya Ayah.

Aku memeluk manja ayah,sudah lama aku tak melakukan kebiasaan ku ini "Di dalem yah,tadi kayak nya main gitar. Jadi agak congek" jawab ku dengan cengiran.

"Nanti ayah sama ibu ganti baju dulu,kamu panggil Mas Akbar" perintah Ayah.

Aku melepaskan pelukanku lalu menghormat "Siap 86!" Aku masuk rumah dengan sedikit berlari,senyum mengembang sudah tercetak diwajahku.

Ibu hanya geleng geleng kepala melihat tingkah ku.

Aku menggedor gedor pintu kamar Mas Akbar,tak ada jawaban. Aku mencoba menempelkan telingaku di pintu kamar Mas Akbar, samar samar terdengar suara orang sedang berbicara. Aku kembali menggedor pintu kamar Mas Akbar kini lebih kencang. Usaha ku tak sia sia,Mas Akbar dengan ekspresi datar membuka pintu kamarnya.

"Ngapain sih dek?" Tanya Mas Akbar yang seperti geram dengan sikap ku.

Aku tak menjawab,langsung nyelonong masuk ke dalam kamar Mas Akbar. Aku melihat laptop nya yang menyala,sepertinya ia sedang melakukan videocall lewat skype. Aku mencurigai nya sedang videocall dengan pacarnya, lantas aku langsung duduk di depan layar laptop itu.

"Hai kak,Aku adeknya Mas Akbar,gimana mas Akbar ganteng kan? Udah berapa lama pacaran? Haloo? Kok nggak muncul?" Aku mengerutkan alis ketika tak ada wajah orang yang terlihat dilayar laptop itu.

"Haloo, Kakak yang cantikk tunjuk~~" aku menghentikan ucapan ku ketika melihat wajah Kak Fandi dengan senyum yang amat menawan.

"Hai dek,aku bukan pacar nya Mas kamu kok,kita nggak homo" Kak Fandi tampak menahan tawa.

Jujur aku sangat malu.

"Sorry kak, aku kira pacarnya Mas Akbar. Oya kak mau izin, Mas Akbar nya aku ajak makan dulu yaa,nanti dilanjut yaa" ucap ku yang kini mulai bisa mengatur ritme detak jantungku.

"Iya dekk,daa. Selamat makan adeknya Akbar" ucap Kak Fandi yang jujur bisa membuatku melayang.

Aku berlari menghampiri Mas Akbar "Ayah sama Ibu pulang Mas,yukk makan" ajak ku yang menarik tangan Mas Akbar.

"Iyaa,ngembaliin gitar dulu kali dek" protes Mas Akbar.

Aku menggaruk kepala belakang ku yang tidak gatal "Mas, Kak Fandi manis ya. Nge flu deh waktu diucapin selamat makan tadi. Oya aku masih difollow nggak ya? Aduh,aku kayak nya terpesona deh sama Kak Fandi,manis sumpah" aku mengoceh.

Mas Akbar hanya tertawa renyah menanggapi ocehanku.

"Kenapa ketawa sih? Emang lucu?" Protes ku.

"Ya lucu lah. Orang video call nya masih nyala" Mas Akbar menunjuk laptop nya. "Fandi lo masih disitu kan?"

"Iya Bar,gue disini. Gue denger kok. Adek kamu juga manis kok Bar" ucap orang diseberang sana yang sudah menampakkan wajahnya dilayar.

Aku menabok punggung Mas Akbat sekencang kencang nya,ya aku malu.

"Loh kalian kok masih dikamar ayo makan bareng" ajak ibu yang sudah berada di ambang pintu.

Aku segera turun dari kasur empuk Mas Akbar dan mengikuti ibu menuju ruang makan,begitu juga Mas Akbar.

Aku sudah menghabiskan 1 piring nasi goreng buatan ibu. Lalu mengambil seiris pizza ekstra keju kesukaan ku.

"Kamu laper nak?" Tanya ibu.

"Ini semua kesukaan aku bu,perutku pasti muat kok di masuki semua ini" jawabku sambil memegangi perutku.

"Maaf in ayah sama ibu ya yang suka sibuk sama pekerjaan kita. Ayah sama ibu janji bakalan berusaha makan bareng waktu sarapan sama makan malam" ucap Ayah sambil menatapku lekat lekat.

"Iya yah nggak papa kok" ucapku.

Yaa,tak mungkin jika makan sianh juga bersama karena jarak perusahaan ayah dan ibu dengan rumah ini cukup jauh jadi ya pastinya mereka memilih makan dikantor.

StrawberryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang