An Ordinary Woman

11.4K 422 0
                                    

Namaku Septianna, saat ini aku bersekolah disalah satu sekolah menengah di jakarta, sudah dua tahun lebih aku menjalani masa-masa SMA, masa yang menurutku membosankan, aku tak menampik bahwa ada beberapa hal yang menyenangkan menginjak kaki di sekolah menengah, seperti saat pelajaraan olahraga, saat mengerjai guru disekolah, saat memalak jajanan temanku, dan tentunya saat meninggalkan sekolah sebelum jam pelajaran berakhir alias membolos.

Ayahku sering dipanggil ke sekolah karena hal itu, tetapi seperti halnya aku, ayahku tak mengacuhkannya, ia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri, sehingga mau tidak mau kakakku yang bersedia meluangkan waktunya jika keluargaku dipanggil pihak sekolah karena ulahku.

Sebagai seorang cewek aku menyadari bahwa aku tidak begitu cantik, atau itu menurut anggapan teman-temanku, atau mungkin karena sikapku yang tak pernah memperhatikan penampilan, entahlah aku sendiri tidak begitu mempedulikannya. Berbeda dengan kakakku yang selalu memperhatikan penampilan sampai hal kecil sekalipun bahkan mengenai diriku.

Ibuku sudah lama meninggal setelah aku lahir beberapa bulan kemudian, jadi bisa dibilang aku sama sekali tak mengenal yang namanya kasih sayang seorang ibu, rupanya seperti apa atau sifatnya seperti siapa, hanya dari beberapa foto aku mengenalnya, dan terlihat sekali aku tidak mirip dengan ibuku melainkan sangat mirip dengan kakakku.

Belum sebotol minumanku habis aku sudah sampai didepan rumahku. Dan ketika aku baru saja membuka pagar rumah, seorang ibu setengah baya yang tak lain adalah tetangga depan rumah mendatangiku." Udah pulang Sep?" sapanya," ini ibu buatin sop ayam kesukaan kamu." Ibu Riska memberikan sebuah mangkuk berisi sop ayam kepadaku.

" Udah baru aja," jawabku," makasih bu sopnya, maaf jadi ngerepotin." kataku sedikit tidak enak, walaupun itu hanya sekedar basa basi.

" Nggak apa-apa Sep, habiskan ya," ucapnya, lalu bu Riska berbisik kepadaku," salam dari Kevin." Mendengar itu aku hanya bisa berdiri mematung menunggu bu Riska pergi dari hadapanku dan menggelengkan kepala.

Bu Riska adalah tetangga depan rumahku, baru beberapa bulan ini ia sering mengirimkan makanan kepadaku tetapi terdapat maksud lain dibalik itu semua. Anaknya yang masih kuliah tertarik padaku. Pernah suatu ketika aku mengembalikan piring bu Riska kerumahnya dan ternyata anaknya Kevin yang membukakan pintu lalu tersenyum malu melihatku. Tak hanya itu ia juga menahanku untuk mengobrol didepan rumahnya.

Tentu aku tak bisa menolaknya untuk membalas kebaikan ibunya, hanya saja Kevin sangat membosankan dan terlalu kaku. Wajahnya selalu terlihat serius ditambah kacamata tebal yang menutupi matanya, padahal jika dilihat dari dekat Kevin mempunyai mata bulat yang indah dengan bulu lentik panjang diatasnya, namun itu saja belum cukup untuk membuatku tertarik.

Dan pernah sekali Juna memergoki kami berdua di teras depan rumahku ketika dia pulang dari kerja menuju kontrakannya yang kebetulan melewati rumahku." Cieee yang lagi pacaran nih." ledeknya ketika itu. Kevin tentu merasa senang dan berbunga-bunga dengan perkataan Juna, yang juga cukup mengenalnya, tetapi tidak denganku, karena aku sama sekali tidak menyukai Kevin dan hanya menganggapnya sebatas teman sekaligus tetangga depan rumah.

Di rumah ini aku tinggal bersama ayahku, yang sama sekali tak menganggapku ada, kecuali jika aku minta uang padanya, yang mana sebagian besar semua biaya di rumah ini kakakku yang menanggungnya. Ayahku bekerja di perusahaan container tetapi tidak menjadi pegawai tetap, jika temannya ada job lain untuk ayah, dia pasti menerimanya.

Karena ayah selalu tidak betah berada di rumah, maka setiap harinya aku lebih banyak menghabiskan waktu sendiri, paling hanya pembantu panggilan yang sesekali menemani untuk membereskan rumah atau jika sedang ada cucian dan gosokan yang menumpuk di teras belakang rumah. Urusan semua makanan aku serahkan pada warung nasi padang, restoran cepat saji atau warung makan pinggir jalan disekitar rumahku.

Sesampainya didalam rumah, seperti biasa aku merebahkan diri di ruang keluarga dan langsung menyalakan televisi. Kubuka baju seragam sekolah dan sepatu sekenanya saja lalu menyalakan AC dan berbaring sambil makan cemilan, jika aku cukup lelah aku akan tertidur dengan sendirinya. Sendiri itu kadang mengasyikan, kita bisa bebas melakukan apa saja di rumah tanpa ada yang mengkomentari, tetapi tak jarang pula aku merasa sedikit kesepian karena kebanyakan hanya televisi, video game dan musik yang sering menemani.

Namun herannya hal itu tak membuatku juga betah di sekolah.

UG8

Too Young to be MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang