Masalah sekolahku akhirnya berakhir juga, biarpun tidak sesuai dengan keinginan kakakku tetapi dia dan aku menerima dengan lapang dada.
Aku dikeluarkan secara baik-baik oleh pihak sekolah dan disarankan untuk mengikuti ujian paket C di bulan Juni nanti. Keputusan itu sudah bulat dan setelahnya tak ada beban lagi dalam hidupku kecuali bagaimana membesarkan anakku kelak.
Sudah seminggu lebih ini waktu yang aku habiskan hanya berada dirumahku. Kadang teman-temanku mengajakku ingin bertemu atau ingin main kekontrakanku karena sekarang mereka juga sudah bebas, terlebih UN sudah berakhir, tetapi aku menolak dengan alasan ingin istirahat atau sedang berobat ke dokter kandungan. Padahal aku hanya ingin menyendiri di rumah saja.
Kadang aku rindu dengan rumahku yang dulu ditempati aku dan ayah, karena biar bagaimanapun aku besar disana. Jaraknya memang tak begitu jauh dari kontrakanku tetapi ada rasa enggan jika aku harus bertemu dengan ayah atau tetangga-tetanggaku yang dulu.
Walaupun begitu aku ingin bertemu dengan Kevin kembali dan melihat perubahan dirinya sejak aku menasehatinya mengenai penampilannya.
Sabtu besok mas Rizal mengundangku dan Juna untuk makan malam dirumahnya, katanya mama dan papanya sedang main ke jakarta. Tentunya mereka sangat rindu dengan anak semata wayang mereka. Awalnya aku sedikit malas tetapi karena aku merasa mas Rizal sudah banyak membantuku maka aku putuskan memenuhi undangannya.
*
Sesampainya di rumah kak Raisa aku melihat ayah sedang merokok di teras depan, aku sangat terkejut karena kak Raisa tidak bilang bahwa ia juga mengundang ayah, dan pasti kak Raisa juga terkejut kenapa ayah mau datang ke tempat acara keluarga, padahal setahuku ayah dan orang tua mas Rizal tidak begitu akrab satu sama lain.
Ayahku terlihat sangat kurus, setahuku terakhir kali bertemu beberapa bulan yang lalu ia masih terlihat berisi, tetapi saat ini rambutnya makin tipis dan beruban. Kemejanya juga terlihat longgar seperti bukan kemejanya sendiri.
Apakah karena terlalu banyak merokok dan begadang. Dari aku kecil juga begitu, tetapi tidak sedrastis ini penurunan berat badannya. Entahlah, asalkan itu bukan karena diriku, aku tak mempermasalahkannya.
Karena ayah tidak menyapaku bahkan sampai detik ini tidak menanyakan sedikit pun tentang perkembangan cucunya maka aku putuskan untuk langsung masuk kedalam, tetapi tidak dengan Juna, aku melihatnya dia sempat menyapa ayah dan sempat salaman, sapaannya memang tidak dibalas namun setidaknya ayah memberi telapak tangannya untuk dikecup oleh Juna.
" Septi," sapa mas Rizal ketika aku baru muncul di meja makan," makasih ya udah datang. Jun, duduk dulu." kata mas Rizal seraya menyapa Juna.
Aku menghampiri kak Raisa yang masih sibuk di dapur." Butuh bantuan?"
" Memangnya kamu bisa masak," balas kakakku," paling kamu bisanya masak air sama mie instan."
" Siapa bilang," aku membantah," aku sekarang udah bisa masak telor, tempe kecap, tahu goreng sama ayam fried chicken." aku menyombongkan diri mengenai akhir-akhir ini yang lebih rajin memasak didepan kakakku," kalau nggak percaya tanya aja Juna, kita sekarang udah jarang beli makan."
Kakakku tertawa." Masakan yang kamu sebutkan itu mah gampang, tinggal dikasih garam, kecap atau tepung terus langsung goreng, semua anak perempuan juga bisa kalau cuma masak sederhana kayak gitu," balas kak Raisa puas," coba sekali-kali kamu bikin gulai, soto atau opor, bisa nggak."
" Itu mah kecil," aku tak mau kalah dengan keahlian masak kak Raisa," tinggal aku beli bumbu jadi aja di supermarket."
Kami berdua tertawa." Kamu mah maunya yang praktis aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Young to be Mom
RomanceSeptianna, seorang murid yang tidak hanya akan menghadapi ujian akhir di sekolah, tetapi mengahadapi getirnya hidup sebagai anak yang tak diacuhkan ayahnya, ditambah kehadiran sang kakak yang selalu mengatur hidupnya. Ketika hubungannya dengan Ju...