Esoknya Juna meminta maaf padaku kalau kemaren telah membuatku emosi, padahal aku hanya bertanya masalah Gina. Juna tahu maksud pertanyaanku dan menceritakan semuanya. Bahwa ada satu hal yang disembunyikan oleh Gina, yaitu bahwa sebenarnya sudah sejak lama Gina ingin menjadi kekasih Juna tetapi karena Juna dan aku berhubungan dekat maka Gina merasa cemburu jika melihat aku dan Juna berbincang akrab atau terlihat jalan bersama.
Dan aku sadar mengapa Gina akhirnya mau menerima Juna, karena sejak kejadian malam itu aku sudah tidak pernah bertemu lagi dengan Juna sehingga Gina merasa bahagia, karena pada akhirnya Juna bisa lepas dari kehidupanku.
Tapi yang terjadi sekarang malah sebaliknya, seakan-akan aku telah merebut Juna kembali dari Gina. Tetapi Juna meyakinkanku bahwa Gina baik-baik saja, sedih sudah pasti, tetapi semua sudah berlalu dan saat ini Juna hanya ingin fokus padaku dan berusaha menjadi suami yang baik.
" Terima kasih atas penjelasannya." kataku datar.
" Sama-sama, aku berharap lebih baik kita tidak usah membicarakan hal yang sudah terjadi dan fokus dengan apa yang nanti akan terjadi." bukankah semua hal yang terjadi dimasa depan disebabkan apa yang kita lakukan dimasa lalu. Tapi aku tidak ingin memperpanjang masalah.
Setelah aku mengetahuinya, sebenarnya aku menyesal memaksa Juna menikahiku, andai aku tahu semuanya, aku pasti tidak akan menyakiti perasaan orang lain.
Lagipula harusnya aku bisa menanggung semua ini tanpa harus melibatkan Juna, wanita memang selalu menjadi korban tetapi bukan berarti ia tidak bisa bangkit dari keterpurukan. Dan andai saja Gina jujur sedari awal bahwa ia juga mencintai Juna pasti tidak akan seperti ini jadinya.
*
Sudah beberapa hari berlalu sejak aku tahu perasaan Gina dan Juna yang sebenarnya. Bahkan ketika kemaren malam aku bertemu Gina, dia tidak lagi marah denganku tapi juga tidak menyapaku, seakan-akan dia tidak menyadari keberadaanku.
Ada perasaan bersalah padanya dan sangat ingin meminta maaf, namun aku ingat perkataan Juna untuk melupakan semuanya dan aku hanya bisa menuruti. Maka aku pun bersikap sama dengan Gina, berpura-pura tidak menyadari keberadaanku.
Hari sabtu ini aku bermaksud menghabiskan waktu di rumah sepanjang hari. Tepatnya didepan televisi. Dan ketika bosan menonton akhirnya aku bermain game. Juna saat ini diruang tamu sedang menghitung sesuatu, aku tidak tahu itu apa, mungkin stok barang-barang di minimarket yang datanya ia bawa pulang. Aku baru mendengar suaranya ketika ayah pulang.
" Baru pulang pak?" tanya Juna menegur ayah yang kebetulan bertatap muka diruang tamu. Tetapi ayah tak menjawab dan melengos saja ke dalam rumah, ayah pun juga tak berusaha menyapaku hanya menatap sekilas dengan wajah gusar.
Aku tak tahu apakah ayah marah padaku, pada Juna atau marah pada dirinya sendiri, dan setahuku ayah sepertinya selalu marah pada takdir karena telah mengambil istrinya.
Tetapi beberapa menit berselang aku kembali mendengar suatu keganjilan di ruang makan." Bapak mau dibuatkan kopi juga?" tanya Juna ketika ia ingin membuat kopi untuk dirinya sendiri.
" Urus saja urusan kamu sendiri, nggak usah mengurusi urusan orang tua." lalu Ayah beranjak pergi kekamarnya meninggalkan Juna dengan perasaan serba salah. Aku yang melihatnya seperti melihat diriku beberapa tahun yang lalu ketika aku belum muak dengan sikap ayah.
Moodku berubah mendengar hal itu. Karena hari belum menjelang malam maka lebih baik aku jalan-jalan sore sebentar untuk mencari udara segar diluar rumah.
Ketika aku baru saja keluar rumah, aku bertemu bu Riska yang kebetulan baru mau masuk rumahnya. Aku langsung menyapanya untuk sekedar hormat kepada orang tua.
" Sore bu, baru pulang darimana?" tanyaku spontan dengan cukup sopan.
Tetapi bukannya jawaban dari pertanyaanku yang aku terima, bu Riska malah berkata dengan sinis." Untung saja Kevin dan kamu tidak pacaran, kalau iya mungkin sekarang dia yang akan bertanggung jawab akibat kenakalan kamu." Aku terkaget-kaget mendengarnya, tak menyangka dia masih mengungkit-ungkit masalah aku dan Kevin yang tak pernah pacaran sesuai keinginannya.
Aku merasa terhina." Maaf bu, seburuk itukah saya?" tadinya aku ingin menjawab bahwa aku juga tak sudi berpacaran dengan anaknya, tapi entah mengapa kalimat itu yang akhirnya terlontar.
" Kamu bisa menilainya sendiri." jawabnya ketus. Dan aku juga bisa mendengar perkataan bu Riska selanjutnya yang berkata 'dasar cewek murahan' dengan suara pelan. Aku merasa sakit hati.
Aku merasa sudah tidak tahan lagi." Oh kalau begitu harusnya saya yang merasa sangat beruntung, karena kalau Kevin yang bertanggung jawab bisa-bisa saya harus mengandung cucu dari seorang nenek yang sinis, iri, picik- ," belum selesai aku mengeluarkan semua uneg-unegku. Kalimatku sudah dibantah.
" Dasar perempuan murahan." kali ini dengan suara lantang.
" Itu lebih baik daripada ibu-ibu tukang pamrih, memberi hanya karena meminta sesuatu bukan karena keikhlasan." lalu bu Riska masuk kedalam dengan wajah memerah bagai udang rebus.
Pantaskah aku mendapat semua hinaan ini. Pertama-tama dari Gina lalu bu Riska, begitu juga tetangga yang lain, hanya saja mereka melontarkannya dibelakangku, tetapi tetap saja aku merasa sakit hati. Mereka pikir mudah menjadi diriku.
Kata kak Raisa seorang anak adalah anugerah tetapi mengapa ehadiran anakku menjadi hujatan banyak orang. Sedangkan kak Raisa yang sampai saat ini belum dikarunia anak malah dikasihani oleh orang-orang bahwa memang belum rezeki dari Allah, tapi aku sekarang yang sudah diberi rezeki anak oleh Allah, mereka malah menyalahkanku.
Kalau memang manusia tempatnya salah, mengapa mereka semua memandang sinis atas kesalahan yang aku lakukan. Toh aku dan Juna sudah bertanggung jawab dan sanggup menanggung beban ini, dan kami juga tidak merugikan orang lain, mengapa semua mesti menjadi serba salah. Aku menggerutu sendiri.
Aku sudah muak menghadapi orang-orang sekitar, kalau bukan karena nasehat dari kak Raisa dan mas Rizal mungkin aku sudah mencerca semua orang-orang itu. Belum lagi hal ini masih bisa aku sembunyikan dari lingkungan sekolah, jika sudah terkuak betapa lebih malu lagi aku.
Andai saja ibu masih ada, mungkinkah ia masih menganggapku sebagai anaknya tidak seperti ayah yang mencampakkanku.
Atau malah malu mengakuiku sebagai anaknya.
y"
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Young to be Mom
RomanceSeptianna, seorang murid yang tidak hanya akan menghadapi ujian akhir di sekolah, tetapi mengahadapi getirnya hidup sebagai anak yang tak diacuhkan ayahnya, ditambah kehadiran sang kakak yang selalu mengatur hidupnya. Ketika hubungannya dengan Ju...