Pelarian #3

6.2K 205 0
                                    

Esoknya ketika aku bangun, Juna sudah tidak ada. Mungkin dia masih marah dengan pertengkaran semalam. Maka aku hanya bisa bersabar sebagai istri dan menjalankan aktivitas seperti biasa.

Setiap aku melihat hadiah pemberian kak Raisa, tersirat rasa senang sekaligus sedih, mengapa hanya karena hal ini Juna bisa begitu marah. Jika saja saudara Juna melakukan hal yang sama, aku sendiri tak akan marah. Namun ketika menghitung hari kelahiran anakku semakin dekat, semua kesedihan seperti sirna. Dan yang ada dipikiranku hanya bagaimana menantikan kehadiran anakku disampingku nanti.

Malam menjelang, Juna belum juga pulang. Aku menelopon nomornya, tak jua diangkat. Lalu sejam kemudian aku telepon lagi, nomornya sudah tidak aktif. Apa yang ada dipikirannya saat ini, meninggalkan istrinya yang sedang hamil besar seorang diri di rumah, apa Juna tidak merasa khawatir jika sesuatu terjadi terhadap diriku.

Aku menunggunya diruang tamu dengan perasaan campur aduk, semua peristiwa yang sudah aku lalui yang terekam dimemoriku terbayang kembali. Dari awal aku menyembunyikan kehamilanku, kak Raisa yang tiba-tiba tahu dan akhirnya aku dan Juna menikah. Pada momen itu aku sempat berpikir perkawinanku hanya bertahan sebentar, tapi nyatanya setelah berbagai masalah mendera, dari omongan tetangga, ketidaksukaan ayah, gosip di sekolah, dikucilkan teman-teman, dikeluarkan sekolah, dan sampai saat ini, kami bisa melaluinya.

Apakah inilah akhirnya. Juna meninggalkanku dengan anaknya dan aku harus merawatnya seorang diri sebagai single parent. Berbulan-bulan hal yang sudah kami pelajari dan renungkan, hilang begitu saja. Bahkan nasehat dari kakakku dan ibunya diabaikannya begitu saja.

Tak lama aku tertidur sampai terus berharap bahwa mungkin saja Juna akan pulang dan mungkin ini hanya akibat keterlambatannya saja untuk pulang ke rumah.

Tapi kenyataannya tidak begitu.

Sudah tiga hari sejak pagi aku tidak mendapati Juna, dia tidak pulang kerumah. Ingin sekali aku menyusulnya tetapi kemana, nomornya sama sekali sudah tidak aktif. Awalnya aku ingin mengunjungi tempat kerjanya tetapi aku tak mau membawa-bawa masalah rumah tangga kedalam pekerjaan Juna, aku takut dia malah semakin marah jika aku datang.

Tetapi kalau Juna masih bekerja, mengapa ia tidak pulang, bukankah ini rumahnya, tidur dimana ia selama dua malam ini. Kadang ingin sekali mengadukan masalah ini pada kak Raisa, tetapi aku urungan. Jika tanda urgent belum muncul aku tidak mungkin begitu saja curhat padanya, apalagi awal dari masalah ini sepertinya karena perhatian kak Raisa yang berlebihan.

Aku memantapkan hati, jika sampai besok Juna belum muncul juga, aku akan bertindak.

*

Dari hari selasa sampai Jumat pagi ini, Juna belum juga menampakkan batang hidungnya. Akhirnya aku berusaha ke tempat kerjanya. Tapi tentu bukan ingin menanyakan Juna, hanya memastikan apakah selama ini ia masih masuk kerja.

Sesampainya di minimarket tempat Juna bekerja, aku masuk dan berpura-pura berbelanja seperti biasa, sampai aku melihat Feri sedang merapihkan beberapa item barang yang ada di etalase.

" Apa kabar Septi," sapa Feri dan ia tersenyum padaku, berarti ia tidak tahu kalau rumah tanggaku bermasalah," sejak nikah belum pernah lihat lagi belanja disini?" tanyanya.

" Masa suaminya kerja disini, aku mesti kesini juga." jawabku setenang mungkin.

" Apa karena Juna lagi izin selama tiga hari?" balasnya," untungnya Wahyu bersedia gantiin," jelasnya mengenai ketidakhadiran Juna yang baru saja aku ketahui," Juna emang lagi istirahat ya, sampai-sampai istrinya yang lagi hamil disuruh belanja."

Too Young to be MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang