Tapi kecurigaanku pada Juna sepertinya ada benarnya. Malam ini ia terlihat gelisah memikirkan sesuatu yang menganggu pikirannya, padahal sampai saat ini semuanya seperti berjalan sangat baik, bahkan sangat baik.
Pernah aku bertanya padanya sebelum tidur apa yang ada dipikirannya saat ini, dan bukan jawaban yang aku dapat melainkan berubahnya posisi tidur Juna, dari yang tadinya menghadapku menjadi berbalik memunggungiku. Jika sudah seperti itu aku tak bisa lagi memaksanya.
Aku merasa aku sudah bangun cukup pagi, tetapi baru saja aku keluar dari kamar mandi, Juna sudah berpakaian rapih dan bersiap-siap berangkat ke minimarket, padahal aku belum menyiapkan sarapan.
" Kamu nggak sarapan dulu?" tanyaku ketika ia berjalan keluar rumah untuk memakai sepatu.
" Nggak usah, nanti aja di tempat kerja." jawabnya tanpa penjelasan yang berarti.
" Kok pagi banget kamu berangkat, memangnya minimarket sekarang bukanya sepagi ini, setahuku itu bukan minimarket 24 jam."
" Ada urusan dulu sama Atta. Aku pergi dulu, Assalamualaikum."
Sampai acara perpisahan sekolahanku, aku merasa bahwa tak ada lagi ganjalan dalam rumah tanggaku, bahwa selepas ayah sudah menerima aku sebagai darah dagingnya juga takdirnya, tak ada lagi yang menjadi penghalangku untuk bahagia.
Bahkan sewaktu Juna menganjurkanku ikut perpisahan sekolah, ia dengan mantap meyakinkanku bahwa aku bukan Septi yang dulu, nyatanya sekarang aku seperti menjadi Septi dulu yang penuh kecurigaan pada suamiku sendiri.
Ataukah ini menyangkut Gina, tapi sejak pertengkaran pertamaku, tak pernah ada lagi nama Gina terdengar diantara kami, ataukah ada Gina lainnya yang tak aku sadari. Sampai detik ini aku tak pernah berpikir bahwa Juna seorang playboy, seperti lelaki lain yang seumurannya, tanda-tanda dia seperti itu juga tak pernah tercium sedikitpun olehku.
Padahal hari persalinan semakin dekat.
Tapi aku sudah membulatkan tekad bahwa kecurigaanku tidak boleh sampai mengganggu kesehatan bayiku, karena setahuku pikiran negatif akan berpengaruh banyak pada kelangsungan kehamilan seseorang.
Maka dari itu aku berusaha mengalihkan pikiranku dengan merapihkan kembali serta menyusun perlengkapan calon bayiku dari yang terpenting sampai tidak begitu penting, seperti baby walker yang baru akan digunakan ketika anakku berumur delapan bulan atau lebih. Pengetahuan itu aku dapat dari kak Raisa. Biarpun ia belum pernah hamil sekalipun, sepertinya pengetahuan mengenai bayi, kakakku lebih tahu daripada aku sendiri yang sebentar lagi akan menjadi ibu.
Tak terasa aku sudah merapihkan perlengkapan bayi sekaligus membereskan rumah sampai sore menjelang. Setelahnya aku membuat makan malam , siapa tahu dengan membuatkan makanan kesukaan Juna, yaitu telur balado, bisa membuat Juna membuka dirinya akan masalah yang sedang menimpanya.
Ketika jam lima sore semua sudah beres, aku tinggal menunggu Juna pulang. Tapi sampai langit berubah menjadi gelap, ia belum kunjung pulang. Aku berusaha berpikir positif, mungkin saja banyak orderan online yang sedang dikerjakannya. Dan terbukti pada jam tujuh akhirnya Juna pulang dengan sendirinya tanpa perlu aku hubungi terlebih dahulu.
" Aku udah masak makanan kesukaan kamu, makan yuk?" ajakku pada suamiku.
" Tadi aku udah makan sama Feri." Aku yang mengharapkan makan bersama akhirnya hanya bisa menerima kenyataan.
" Oh, begitu. Kenapa nggak bilang kalau mau makan diluar."
" Itu juga mendadak Feri yang ajak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Young to be Mom
RomanceSeptianna, seorang murid yang tidak hanya akan menghadapi ujian akhir di sekolah, tetapi mengahadapi getirnya hidup sebagai anak yang tak diacuhkan ayahnya, ditambah kehadiran sang kakak yang selalu mengatur hidupnya. Ketika hubungannya dengan Ju...