Aku mengandung seorang bayi.
Itulah kalimat yang aku ucapkan berulang-ulang ketika pikiranku kembali pada kejadian malam itu atau ketika aku menatap hasil testpack yang masih aku simpan di kotak p3k yang aku letakkan di dalam kamar mandi.
Dan entah mengapa akhir-akhir ini aku sering berlama-lama di kamar mandi. Berjalan bolak balik sambil memegang hasil testpack milikku, bahkan aku sudah mencoba dengan tiga merk yang berbeda namun hasilnya selalu sama. Kadang aku berpikir bahwa ini testpack milik orang lain atau berharap mungkin ini milik kakakku yang tertinggal, namun nyatanya aku terlalu berharap banyak.
Aku sering berpikir mungkinkah Tuhan itu adil. Kakakku yang sudah lama menikah tetapi sampai sekarang belum dikarunia keturunan, sedangkan aku adiknya yang baru berumur tujuh belas dan masih berseragam SMA sudah dikarunia janin bayi yang tidak diharapkan oleh ibunya sendiri yang tak lain adalah diriku, akankah aku seperti ayahku yang mencampakkan anaknya sendiri.
Bagaimana kalau kakakku sampai tahu mengenai kehamilanku. Dia pasti sangat marah besar, sedangkan ayah, masihkah aku diizinkan tinggal disini jika ia mengetahui bahwa anak yang tidak diharapkannya akan memberinya seorang cucu yang mungkin juga sangat tidak diharapkan oleh ayahku.
Dosa besar apa aku sampai masalah ini menimpaku.
Lalu bagaimana dengan sekolahku kelak, apalagi akhir-akhir ini aku mulai sedikit memikirkan masa depanku, sanggupkah aku terus menampakkan diri dengan perut yang semakin membesar ke sekolah, belum lagi dengan hujatan yang nanti mengarah padaku terutama dari gosip-gosip yang beredar, bisa-bisa aku dicap sebagai cewek murahan.
Sedangkan tindakan guru-guru nantinya, sungguh aku tak dapat lagi membayangkannya. Dan tiba-tiba aku melihat bahwa masa depanku akan suram untuk selamanya.
Dan ayah bayi ini sendiri, maukah Juna bertanggung jawab. Dia memang bukan tipe laki-laki yang tidak bertanggung jawab, tapi dalam masalah mempunyai anak di usia yang masih sangat muda maukah ia menanggung semua beban ini bersamaku.
Tetapi sampai detik ini aku saja belum bertatap muka dengannya, apa tanggapannya jika sewaktu-waktu kami bertemu dan hal pertama yang kukatakan adalah 'aku mau kamu bertanggung jawab dan menikahku saat ini juga'.
Aku membayangkan hidup Juna juga akan terpuruk.
Sedangkan keberadaan bayi ini, bagaimana dia akan hidup nantinya, sempat terlintas dibenakku untuk menggugurkannya, mungkin dengan jarang makan atau sekedar pergi ke sekolah dengan berlari dari ujung gang sekolah bisa menggugurkannya, tapi tetap saja aku akan dicap sebagai pembunuh makhluk tak berdosa, lalu apa bedanya aku dengan pembunuh.
Lagipula jika aku keguguran akan terjadi pendarahan yang hebat dan pasti lambat laun semua orang akan tahu bahwa aku sempat mengandung seorang bayi dan itu pasti akan membuatku lebih malu dua kali lipat lagi.
Tapi dari waktu ke waktu setelah aku memikirkan berbagai kemungkinan, sepertinya aku tidak cukup tega untuk menggugurkan bayi ini bahkan memikirkannya saja sudah tidak sanggup lagi aku bayangkan.
Karena sekarang aku sedang menanggung sebuah nyawa, nyawa anak yang tak berdosa, anak yang seharusnya menjadi anugerah bagi orang tuanya, tetapi karena ini terjadi sebelum menikah maka akan menjadi sebuah aib yang memang harus aku tanggung.
Dan bagaimanapun hal ini sudah terlanjur terjadi dan aku harus siap dengan segala konsekuensinya. Untuk itu selama belum satu orang lain pun yang tahu perihal keberadaan bayi ini, maka aku akan berusaha memikirkan cara yang terbaik untuk menjaga dan menyembunyikannya sampai datang waktu yang tepat untuk mengungkapkannya kepada keluargaku juga pada ... Juna.
Sampai sepulang sekolah hari ini pun lamunan mengenai bayi di kandunganku masih menemaniku disepanjang hari. Tetapi ketika aku baru saja turun dari angkot dan berjalan pulang menuju rumah aku bertemu Feri teman Juna yang sama-sama bekerja di minimarket dekat rumahku.
" Woi Sep, dari mana?" tanya Feri semangat, mungkin karena sudah lama tidak bertemu.
" Dari mana lagi anak umur segini plus pakai seragam sekolah kalau bukan habis pulang dari sekolah." jawabku tak kalah semangat berusaha menutupi kegundahanku.
Feri tersenyum." Bisa aja jawabnya. Kali aja udah nggak sekolah habisnya kamu kayak menghilang beberapa minggu ini," tukas Feri dengan nada heran," memangnya udah berhenti ngemil apa, sampai-sampai nggak pernah mampir lagi belanja di minimarket kita, padahal lagi banyak promo tahu menjelang akhir tahun gini." tanyanya kembali.
" Ya... lagi sibuk aja habis UTS, lagipula ralat tuh kalimatnya, memangnya itu minimarket punya kamu apa." bantah aku dan kami berdua tertawa.
" Jadi udah berubah nih dari anak suka bolos jadi anak rajin belajar, berarti omonganku tempo hari kamu dengar ya." Aku hanya bisa tersenyum, walaupun sebenarnya awalnya aku ingin berubah kearah sana hanya saja setelah peristiwa malam minggu bersama Juna aku selalu ingin menghindar dari segala hal.
Ketika aku melihat Feri sibuk melirik jam ditangannya aku ingin menyudahi pembicaraan tetapi aku sedikit penasaran mengenai keberadaan Juna.
" Oh ya, Juna masih kerja di minimarket kan?" tanyaku ragu-ragu.
Feri merasa ada yang aneh dengan pertanyaanku." Masih, kenapa nanya begitu bukannya kamu paling dekat sama Juna kok malah nanya sama aku Juna masih kerja apa nggak."
" Bukan, bukan... maksudku kalian semua personelnya masih lengkap kan?" aku berusaha menutupi kecanggunganku.
" Masih, memangnya kamu mau melamar kerja disitu, udah nggak betah sekolah apa, katanya udah berubah." Feri berucap seolah-olah aku ingin menjadi bagian dari mereka dan mengabaikan nasehatnya.
" Udah ah, pertanyaan kamu mulai ngaco, aku mau balik dulu." lalu kemudian aku melambaikan tangan kearah Feri.
" Nggak mau nitip salam atau mampir nih?" kata Feri lantang.
" Mungkin besok atau lusa. Daaahhh." dan aku pergi meninggalkan Feri yang masih menatapku curiga. Haruskah aku memberitahu keluh kesahku padanya, aku rasa tidak.
Dan sekarang aku berharap hanya waktu yang bisa menolongku dari semua masalah ini.
}ѫ
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Young to be Mom
RomanceSeptianna, seorang murid yang tidak hanya akan menghadapi ujian akhir di sekolah, tetapi mengahadapi getirnya hidup sebagai anak yang tak diacuhkan ayahnya, ditambah kehadiran sang kakak yang selalu mengatur hidupnya. Ketika hubungannya dengan Ju...