Hari Jumat ini aku berangkat ke sekolah dengan suasana yang tak biasa, karena kali ini aku ditemani oleh Juna, dia bersedia membantuku untuk keluar dari masalah yang aku hadapi. Apalagi kalau bukan saat ini ia menyamar sebagai kakak iparku untuk memenuhi panggilan sekolah.
Aku sudah membantunya berpakaian layaknya orang kantoran berumur dua puluh tujuh tahun dan Juna cukup memenuhi kriteria itu walaupun umur sebenarnya masih sembilan belas tahun. Sialnya didepan sekolah aku bertemu Marsha dan Lana.
" Pagi Septi," sapanya basa basi," siapa Sep yang lu bawa buat menghadap guru BK?" dia melirik Juna, untungnya Juna mengabaikannya agar penyamarannya tidak ketahuan.
" Kakakku, kenapa memangnya." Aku berusaha tersenyum, lagipula tahu darimana mereka kalau aku dapat surat panggilan.
" Setahuku kakak kamu perempuan." jawab Lana dengan sok tahu.
" Setahuku sebentar lagi udah mau masuk dan aku harus pergi. Dahhh." aku melambaikan tangan dengan gembira untuk menutupi penyamaran Juna.
Lalu dengan cepat aku menarik tangan Juna dan dia sedikit bingung." Siapa itu tadi?" tanyanya heran.
" Nggak usah digubris." jawabku ketus.
Setelahnya aku masuk kedalam kelas seperti biasa, sedangkan Juna masuk ke ruang guru BP yang sudah aku tunjukkan tempatnya. Dan hasilnya kita lihat saja nanti.
Selama jam pelajaran aku sedikit cemas dengan yang terjadi pada Juna ditambah pertemuanku tadi dengan Marsha.
Aku yang duduk dengan gelisah selagi pak Hari menjelaskan tentang jurnal pembalik sesekali melihat keluar jendela tetapi ruangan guru BP tak terjangkau penglihatanku, aku pasrah dan berharap semuanya berjalan dengan lancar. Akhirnya aku hanya bisa tetap duduk manis mengdengarkan pak Hari hingga tiba waktunya istirahat datang.
Sesuai pesan Juna setelah ia menemui guru BP, aku menemuinya di pos satpam depan sekolah." Gimana lancar?" tanyaku cemas.
" Beres," Juna memberikan jempol kepadaku," intinya sih sampai ujian tengah semester kamu nggak boleh bolos lagi."
Tentunya itu hal yang sulit buatku." Aku nggak di skors atau apa gitu?"
Juna menggelengkan kepala." Setahuku nggak, cuma tadi dikasih wejangan agar seorang Septianna Anggraini harus lebih rajin lagi belajar dan tidak menghilang diakhir-akhir jam pelajaran." Aku memukul bahu Juna, tetapi penjelasannya membuatku tersenyum puas.
" Berarti penyamaran kamu sukses dong," kataku sumringah," emang bu Risda nggak curiga sama sekali?" Juna menggelengkan kepala lagi, tetapi sekarang pak satpam sekolah yang sepertinya curiga kali ini. Ia seperti melihat gerak-gerik mencurigakan ketika melihat dan mendengar pembicaraan aku dan Juna.
" Aku langsung pulang ya. Shift pagi nih." Juna memohon pergi dari sekolah sebelum aku sempat berterima kasih. Tadi seharusnya aku memberikan dia sesuatu sebagai imbalan karena telah menolongku, tetapi aku baru menyadarinya.
*
Sore menjelang malam minggu ini aku baru menyempatkan diri ke kontrakan Juna. Aku membawakan buah-buahan sebagai ucapan terima kasih karena telah menolongku kemaren namun yang kudapati disana hanyalah teman satu kontrakan Juna yaitu Atta.
Akhirnya aku hanya mengobrol dengan Atta sambil menunggu Juna datang. Hingga menjelang maghrib Juna belum juga pulang ke kontrakan, setahuku jika dia masuk shift pagi pasti Juna sudah pulang dari tadi sore, atau mungkin karena ini malam minggu dia mampir ke suatu tempat, pikirku.
Karena terlalu lama menunggu akhirnya aku pulang dan hanya menitipkan makanan dan salam pada Juna melalui temannya Atta.
Malam ini aku kembali sendirian di rumah, tapi itu sudah biasa, namun malam ini entah mengapa aku sangat bosan sepanjang malam minggu dengan hanya berdiam diri di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Young to be Mom
RomanceSeptianna, seorang murid yang tidak hanya akan menghadapi ujian akhir di sekolah, tetapi mengahadapi getirnya hidup sebagai anak yang tak diacuhkan ayahnya, ditambah kehadiran sang kakak yang selalu mengatur hidupnya. Ketika hubungannya dengan Ju...