Dek Lastri

5.2K 194 1
                                    

Setelah kejadian semalam, aku semakin menghargai keluarga kecilku. Aku juga berusaha menjadi istri yang baik, walaupun aku yakin tidak sebaik yang sudah dilakukan oleh kak Raisa, tetapi setidaknya aku akan berusaha.

Dan ketika hari ini sepulang kerja, kakakku ingin mengunjungiku, aku berusaha membuatkan masakan yang spesial.

" Kakak sehat?" tanyaku pertama kali menyambut kedatangan kak Raisa.

" Kamu bisa lihat sendiri. Kakak super sehat." lalu ia tersenyum dan menciumku.

" Aku minta maaf gara-gara aku pertemuan keluarga kemaren jadi berantakan."

" Nggak ada yang perlu dimaafkan," ujar kak Raisa menenangkanku," kakak juga salah harusnya tidak berkata lancang didepan ibu mertua." tapi kelihatannya tak ada raut penyesalan yang tergambar di wajah kakakku.

Akupun juga berusaha melupakan kejadian makan malam itu." Tapi kalau ibu mertuanya kayak gitu, aku nggak masalah lihat ronde kedua." ledekku pada kakakku dan untungnya kak Raisa sama sekali tidak tersinggung.

" Kamu bisa aja," ia menepuk bahuku," nanti kalau kamu punya ibu mertua tahu sendiri bagaimana cara menghadapinya."

" Halooo," aku meninggikan suaraku," aku juga udah punya ibu mertua kali, kakak nggak sadar." Mertuaku yang tak lain adalah ibu Juna dikampung yang belum pernah sama sekali aku temui sejak hari pernikahanku.

" Iya, yah. Kakak lupa," kata kak Raisa," tapi kamu belum bertemu langsung kan. Minimal kamu hidup sehari atau dua hari bersama ibu mertua biar tahu bagaimana rasanya. Bahkan nanti kamu bisa bilang bahwa hidup bersama ayah kita lebih baik daripada serumah beberapa hari dengan ibu mertua." Aku tak percaya bahwa tidak ada yang lebih buruk daripada hidup berdua dengan ayah yang tak menganggap anaknya sendiri.

" Sebegitu parahkah?" aku bertanya-tanya.

" Nanti kamu juga tahu."

" Terus tujuan utama kakak mau ketemuan apa, sampai-sampai rela kerja cuma setengah hari aja, kayak bukan kak Raisa yang biasanya."

" Apalagi kalau bukan bicara tentang keluarga kita." Aku tak mengerti maksudnya." Tapi bukan masalah ibu mertua kakak. Ini masalah hubungan kamu dan ayah. Kakak tahu hubungan kamu dan ayah nggak berjalan baik."

Ini pasti akan menjadi hari yang membosankan jika aku dan kakakku membicarakan masalah sifat ayah." Kenapa tiba-tiba ingin bicara mengenai ayah. Memangnya kakak sendiri selama ini hubungannya baik sama ayah?"

Kak Raisa menggelengkan kepala dengan ragu." Sebetulnya ketika makan malam kemaren itu kakak juga marah sama ayah, karena dia hanya bisa diam saja dan bahkan tidak sedikit pun berusaha membela anak-anaknya." Itu semua memang karena ayah tak peduli hal apapun selain dirinya sendiri." Tapi kakak tahu mengapa ayah seperti itu. Dan mengenai hubungan kami berdua, sebenarnya sampai kamu berumur satu tahun kakak mengalami masa-masa yang indah bersama ayah dan... juga ibu, khususnya sewaktu beliau masih ada."

Jika menyangkut ibu, aku selalu bersedia membuka telingaku." Tapi aku merasa tak peduli pada apa yang terjadi pada ayah berpuluh-puluh tahun yang lalu, karena yang jelas hal itu tidak membuat ayah berubah menyanyangiku."

" Sep, kakak paham mengapa ayah jadi begini," sekarang kak Raisa berusaha membela sikap ayah selama ini, padahal baru saja kemaren ia memarahi ayah," tapi kakak bukan ahli segalanya sampai bisa mengubah sifat seseorang."

" Jadi ini menyangkut perubahan sifat ayah sebelum dan sesudah ibu tiada." Apakah ada bedanya jika dibicarakan sekarang." Kenapa kakak baru bicara sekarang."

Too Young to be MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang