Nasehat Seorang Suami

6.1K 205 0
                                    

Malam ini aku dan Juna makan malam bersama, tapi dengan tensi suasana yang berbeda. Tadi Juna juga membelikanku sayur sop makaroni dan telur dadar di warteg sekitar sini. Tak begitu enak memang, tetapi biarpun begitu aku memakannya dengan lahap untuk menghargai Juna sekaligus menghilangkan rasa lapar yang menerpaku sejak sore tadi.

Setelah selesai makan malam Juna memulai pembicaraan yang menyangkut perihal teman sekolahku tadi sore.

" Harusnya tadi kamu temui mereka," saran Juna," kamu sendiri yang bilang kalau Marsha sama gengnya yang mengolok-olok kamu bukan Tono dan kawan-kawan."

" Tapi tadi ada Martha dan Rina, dan mereka ternyata sama aja dengan Marsha dan yang lainnya yang menjauhiku." jawabku kesal mengingat kejadian disekolah tadi.

" Bukannya dengan mereka kesini itu berarti kalau mereka tidak menjauhi kamu, mungkin malah bersimpatik dengan keadaan kamu." Juna saat ini menasehatiku seperti halnya yang biasa kak Raisa lakukan kepadaku jika aku melakukan kesalahan.

Aku sedikit ragu dengan Martha dan Rina yang bisa bersikap begitu." Kalau mereka simpati mengapa mereka tadi bisik-bisik dibelakangku, memang seperti itu yang namanya teman."

" Mungkin mereka cuma tak menyangka, kalau orang yang dimaksudkan gosip yang beredar itu adalah teman dekat mereka sendiri." jelas Juna untuk membuatku berpikiran positif.

" Bukan karena itu juga, kemaren-kemaren Martha juga bilang kalau benar memang ada murid cewek yang hamil diluar nikah, berarti dia itu cewek nggak benar," aku ingat sekali pernyataan Martha kala itu, walaupun Rina tidak menyetujuinya," otomatis dia pasti menganggap aku cewek yang nggak benar."

" Kamu pasti salah paham."

Aku merasa aku yang benar." Kamu nggak mengalami sendiri sih, andai aja kamu rasain apa yang aku rasain, ditatap aneh oleh orang satu sekolahan." nada bicaraku mulai meninggi," memangnya aku cewek hina yang nggak pantas hidup."

" Kamu hanya sedang emosi saja." balas Juna.

" Jelas aku emosi, kalau tidak buat apa aku melarikan diri, intinya sudah cukup aku menanggung beban dengan kehadiran bayi ini dan sekarang mereka semua malah menambah..."

Juna memotong pembicaraanku." Jadi kamu menganggap anak ini adalah beban?"

" Kalau iya kenapa." memang itu yang aku rasakan pada awalnya tetapi kini anggapan itu sudah aku buang jauh-jauh, andai aku bisa menyampaikannya," lagian kalau kamu dikucilkan mana bisa kamu tenang-tenang saja menanggapinya."

" Berarti kamu kurang sabar menghadapi semuanya."

" Aku kurang sabar, hahaha," aku tertawa keras," kurang sabar apalagi coba," bahkan mungkin aku murid paling sabar disekolah, adik paling sabar, anak paling sabar sekaligus istri paling sabar di dunia, dan jika mereka bisa menjadi diriku, aku tak yakin mereka melakukan lebih dari yang telah aku lakukan," kamu bisa bilang begitu karena kamu nggak mengalaminya sendiri."

" Siapa bilang aku nggak mengalami, kamu nggak pernah lihat dengan mata kepala kamu sendiri bagaimana sikap teman-teman kerjaku kan, apalagi Gina." lagi-lagi nama itu disebutkan, aku sudah lelah. Aku tahu Juna merasakan sesuatu yang aku rasakan ketika nama Gina disebut.

Aku bisa menebak bahwa Juna masih menaruh hati pada Gina, dan ketika Gina memperlakukan Juna seperti teman-teman sekolah kepadaku, jelas Juna sangat sedih dan membandingkan perlakuan yang dia alami dengan yang aku alami saat ini.

Too Young to be MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang