Suami yang Pengertian

5.6K 191 0
                                    

Tadinya merupakan awal yang baik untuk mempersatukan dua keluarga, tetapi berakhir dengan kekecewaan. Begitulah kejadian makan malam keluarga besar kami. Aku tidak tahu siapa yang salah, yang jelas kekecewaan menyelimuti kami semua.

Setelah aku, Juna dan papanya mas Rizal menghabiskan makan malam kami, kak Raisa, mas Rizal serta mamanya tidak juga kembali ke meja makan. Itu menandakan bahwa mereka tidak ingin melanjutkan keakraban yang beberapa menit yang lalu ingin kami bangun.

Lalu aku dan Juna beranjak membereskan meja makan bersama dan papanya mas Rizal izin untuk meninggalkan ruang makan menuju kamarnya, dengan jalan yang sedikit tertatih, aku tidak tahu mungkin saja papanya mas Rizal kecewa dengan sikap istrinya atau mungkin juga kolesterolnya langsung naik setelah melahap menu daging bakar buatan kak Raisa.

" Maaf ya makan malamnya jadi berantakan." kataku merasa malu dengan yang sudah terjadi.

" Buat apa minta maaf, bukan salah kamu." Juna sedang memisahkan sisa-sisa makanan kami yang tersisa." Oh ya, mertua mbak Raisa memang seperti itu sifatnya?"

Aku mengangkat bahu." Nggak tahu juga, aku nggak begitu mengenalnya, yang aku tahu cuma bahwa dia sangat cerewet kalau menyangkut kesehatan, masa depan anaknya juga suka mengatur-atur kehidupan mas Rizal." Juna hanya bergumam 'Oh'.

Sesudah kami membereskan meja, aku melihat mas Rizal dan mamanya selesai berbincang, lalu mamanya mas Rizal masuk kedalam dan kami sempat berpapasan di ruang makan.

Wajah mamanya mas Rizal sangat tidak enak dilihat terutama ketika ia melihat perutku yang sudah mulai membesar, terlihat sekali bahwa ia tidak suka denganku, mungkin karena masih sekolah aku sudah hamil atau mungkin iri karena sampai sekarang ia belum juga memiliki cucu dari kakakku.

Sebenarnya aku ingin pulang, tetapi karena tidak sopan pulang begitu saja, sementara sejak makan malam tadi kak Raisa belum menampakkan wajahnya, maka aku urungkan niatku. Untungnya saat ini masih pukul setengah sembilan dan belum terlalu malam, maka aku dan Juna memutuskan untuk menonton televisi saja.

Ketika baru lima belas menit aku menonton televisi bersama Juna, aku melihat kak Raisa keluar dari kamarnya menghampiri mas Rizal yang sedang duduk sendirian di beranda belakang rumah. Dan entah mengapa aku tertarik mengikuti mereka.

Mas Rizal menyadari kedatangan kak Raisa dan langsung memeluknya, jika aku ikut muncul maka aku akan membuat suasana menjadi canggung, jadi aku hanya memperhatikan mereka dari belakang dan berdiri bersembunyi dibalik salah satu pilar yang tak jauh dari mereka duduk.

" Aku minta maaf." ucap kakakku dengan sedikit terisak.

" Apa yang perlu dimaafkan, kamu nggak salah." balas mas Rizal.

" Kata-kataku pada mama, biar bagaimanapun dia mamaku juga."

Mas Rizal mengelus-elus punggung kakakku." Sudahlah mama memang begitu orangnya, kamu tahu sendiri," mas Rizal lalu memeluk pundak kak Raisa," masa delapan tahun menjadi menantunya kamu belum paham sifat mama."

" Kalau papa, pasti dia sangat kecewa dengan sikapku yang tiba-tiba meninggalkan meja makan, padahal selama ini dia sangat baik padaku."

" Tenang aja besok dia juga lupa dengan kejadian malam ini, tahu sendiri selain kolesterol sepertinya papa juga mulai sediki pikun." lalu mereka berdua tertawa bersama.

Sambil mengusap airmata kak Raisa berbicara kembali." Selama ini aku hanya berusaha menjadi anak yang baik, kakak yang baik, istri yang baik juga menantu yang baik. Bahkan kadang aku merasa bisa menjadi ibu yang baik bagi Septi yang tak pernah mengenal ibu kami dari kecil." aku terkejut kak Raisa membawa-bawa nama ibu yang tak pernah aku kenal.

" Kamu mungkin tidak bisa menjadi istri yang baik atau kakak yang baik atau anak yang baik, tetapi kamu bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi." kata-kata bijak dari mas Rizal mengalir begitu saja.

Kak Raisa tersenyum. " Kamu adalah suami yang paling baik dan sabar di dunia ini mas. Aku... aku... ." kak Raisa sepertinya tak dapat berkata sepatah kata pun.

" Oh ya, kamu pikir begitu," mas Rizal tertawa," kamu tidak tahu seberapa seringnya aku mengkritik masakanmu diawal-awal perkawinan kita."

" Tapi kamu tetap memakannya kan," ucap kak Raisa," dan aku sangat senang sekali waktu kamu memuji masakanku beberapa tahun terakhir ini."

" Dan aku tahu kalau kamu selalu belajar memasak dari youtube setiap harinya kan." mereka berdua tertawa lagi.

Kak Raisa sepertinya sudah lupa dengan kekesalannya tentang ibu mertuanya." Kenapa dulu kamu tetap memakannya, biarpun masakanku kadang tidak enak."

" Karena itu buatan kamu, kalau buatan orang lain mungkin sudah aku caci maki dan aku buang begitu saja."

" Ohh Rizal, kamu baik sekali. Sangattt baik bahkan, aku beruntung memiliki suami seperti kamu." Kak Raisa merasa terharu, begitupun aku.

" Aku jelas yang lebih beruntung karena bisa mendapatkan kamu. Wanita yang mandiri sejak sekolah, pintar mengurus segala hal, pandai mengatur keuangan dengan kecantikan tiada tara."

Kak Raisa memukul pelan pipi mas Rizal." Gombal."

" Aku serius," tuturnya," bahkan aku ikhlas jika Tuhan memang tidak mengizinkan aku memiliki anak asal aku bisa memiliki kamu selamanya."

Aku menangis saat itu juga mendengarnya, bahkan aku dengan senang hati mengikhlaskan bayi ini untuk kakakku jika itu bisa mengembalikan suasana hati kak Raisa. Mas Rizal memang suami yang pengertian dan tahu memilih kata-kata yang tepat untuk diutarakan pada istrinya.

Harusnya mereka berdua sudah sangat memenuhi kriteria sebagai seorang ibu dan bapak yang baik, namun kenyataannya aku dan Juna yang tak mengerti satu pun konsep berumah tangga, harus menghadapi sulitnya menjadi orang tua yang baik bagi anak kami.

Adilkah ini semua.

Mata kak Raisa berkaca-kaca mendengar ucapan suaminya." Apa kita harus mulai memikirkan mengenai bayi tabung?"

" Oh sudahlah, semua perkataan mama jangan terlalu kamu pikirkan, tadi aku juga sudah bicara tegas pada mama bahwa nggak usah lagi mencampuri urusan rumah tangga kita. Aku bangga dengan kamu, dengan Septi begitu juga dengan Juna, bahkan aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri."

" Aku juga merasa begitu."

Entahlah aku harus merasa sedih atau bahagia. Aku bahagia karena mereka menyanyangiku dengan sangat tapi aku juga sedih karena tidak bisa memenuhi keinginan mereka menjadi adik yang baik. Bahkan sepertinya gara-gara kelakuan aku, kakakku juga harus menanggung malu. Beberapa minggu yang lalu didepan guru dan teman-temanku sekarang didepan mertuanya sendiri.

Tapi sampai saat ini ia masih saja membelaku.

Aku merasa sudah cukup mencuri dengar pembicaraan mereka dan aku kembali pada Juna yang sedang berada di ruang televisi dan mengajaknya pulang. Tak lama kami berdua pamit baik-baik dan menitip salam pada orang tua mas Rizal.

.com,xt�kx;ۛ�

Too Young to be MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang