Baru saja sehabis membeli makan malam di luar, segera aku pulang, namun Juna belum berada di rumah, maka aku habiskan makan malam milikku dan menyisakan seporsi untuk Juna. Jika malam tiba aku tak bisa bermain game atau nonton keras-keras takut memanggu yang lainnya maka ketika melihat aku masih memiliki beberapa rokok, tak lama aku menyalakannya dan merokok di halaman belakang.
Selagi merokok aku juga memikirkan masalah sekolahku, bagaimana jika nanti guru-guru tahu bahwa aku hamil, dan teman-temanku, cemoohan apalagi yang akan aku terima jika mereka juga mengetahuinya, namun sayangnya aku tak bisa meraba masa depan.
Andai aku mempunyai mesin waktu, aku mungkin akan pergi ke masa depan melihat seperti apa reaksi teman-temanku. Tetapi aku berpikir kembali, daripada aku melihat masa depan bukankah lebih baik aku kembali ke masa lampau dan merubah kejadian pada malam itu.
Tetapi semua itu hanya pengandaian bukan kenyataan. Dan nyatanya aku hidup di dunia nyata bukan di dunia khayalan.
Ketika aku menghisap sebatang rokok, aku tak pernah sadar dengan keadaan sekeliling, dan aku baru sadar kalau Juna ternyata sudah pulang sekarang ini ia sudah berdiri disampingku. Dia memperhatikanku dengan cermat.
" Kamu sering ngerokok?" tanyanya dengan ekspresi terkejut.
Aku yang tak bisa berkutik hanya berkata jujur." Kadang, kalau lagi suntuk."
"Aku nggak nyangka kamu bisa jadi perokok." Juna memang tidak pernah melihat aku merokok karena selama ini aku selalu sembunyi-sembunyi, bahkan kakakku saja sepertinya tidak tahu.
" Umur segini aja aku nggak menyangka akan hamil, kenapa kamu mesti kaget jika aku biasa merokok." balasku santai.
" Tapi bukankah itu tidak baik untuk wanita hamil." sanggah Juna sedikit kecewa dengan sikap dan perbuatanku.
" Tapi saat ini wanita hamil itu butuh pelarian." aku menjawab tanpa mendengarkan nasehat Juna.
Juna mengambil rokokku dan membuangnya." Kalau butuh pelarian bukan begitu caranya."
" Lalu seperti apa caranya?" tanyaku merasa privasiku diganggu.
Juna berpikir sebentar." Dengan bicara atau... ."
" Bukankah dulu kamu juga begitu, kamu cemburu melihat Gina dengan lelaki lain lalu kamu butuh pelarian dan aku menjadi target pelarian kamu kan. Dan waktu itu aku tidak mempermasalahkannya." Aku tahu bahwa aku telah mengucapkan sesuatu yang menyinggung perasaan Juna, padahal akhir-akhir ini keadaan kami sudah berjalan kearah yang lebih baik.
" Kenapa kamu masih mengungkit hal yang sudah lalu." Juna marah kepadaku, terlihat jelas jika aku sudah benar-benar menyinggungnya." Bukankah kita sudah sepakat hanya akan membicarakan masa depan kita." apakah ini menyangkut masalah konsep rumah tangga lagi.
Aku membela diri." Itu karena apa yang aku lakukan sekarang sepertinya salah dimata kamu." Aku tahu Juna bukan Toni, salah satu temanku yang tak mempermasalahkan soal pelanggaran apapun. Karena menurutku masalah rokok merupakan hal yang sepele.
" Tapi kamu memang salah," balas Juna," itu bisa merusak kamu dan bayi yang ada dikandungan kamu."
" Lalu kenapa kamu tidak melarang ketika aku makan makanan yang hampir kadaluarsa yang kamu bawa dari minimarket selama setahun terakhir, bukankah itu sama saja tidak sehat buatku." Aku berusaha memojokkan Juna dengan segala cara.
" Aku tidak menyuruh kamu memakannya," sekarang Juna yang berusaha membela diri," lagipula itu masih disebut makanan, kamu juga bilang begitu dulu dan sangat senang jika aku berikan secara gratis, sedangkan ini," ia menunjuk sisa rokok yang masih utuh tergeletak di bawah kakiku," disebut racun."
Makanan pun jika tidak sehat bisa disebut racun, aku ingin menjelaskannya tetapi aku tak mau memperpanjang masalah." Pokoknya bagiku itu sama saja. Dan apa yang aku lakukan dengan diriku bukan urusan orang lain termasuk kamu," sikapku makin lancang didepan suamiku," kamu sama saja seperti tetangga-tetanggaku dulu suka mencampuri urusan hidup orang lain." aku tidak tahu mengapa aku bisa sekeras ini pada Juna atau pada diriku sendiri.
" Aku tak peduli jika kamu merokok sebungkus atau sepuluh bungkus sekalipun, tapi kamu bisa lakukan itu jika sudah melahirkan, karena kalau kamu lakukan sekarang, semua itu bisa merusak kandungan kamu yang tak lain adalah anakku juga, aku wajib menjaganya." dan Juna pergi ke kamar dengan hati gundah.
Aku ingin mengganti rokok yang dibuang oleh Juna dengan yang baru tetapi setelah mendengar perkataan terakhir Juna, bahwa dia juga memiliki hak atas bayi ini, aku merasa ada perasaan bersalah hadir dalam diriku yang lain, separuh jiwaku yang lain, separuh jiwa bayi ini yang menolakku melakukannya.
Ibu macam apa aku ini. Juna saja yang melihatnya sudah marah besar dengan kelakuanku apalagi jika kak Raisa sampai tahu, bisa-bisa dia memberi tahu Juna bahwa aku masih menerima uang darinya karena uang dari Juna tidaklah cukup.
Hari semakin malam tapi saat lelah melanda, kepalaku terasa penat. Semua masalah menumpuk jadi satu dan tak ada satupun yang bisa membantu. Besok aku harus sekolah tetapi aku berharap bisa bolos sekolah dan istirahat, siapa tahu dengan beristirahat satu hari saja, salah satu bebanku bisa hilang seketika.
Bahkan aku ingin istirahat selama setahun, menunggu sampai bayi ini lahir. Baru aku bisa hidup dengan tenang.
e|lebon|y=
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Young to be Mom
RomanceSeptianna, seorang murid yang tidak hanya akan menghadapi ujian akhir di sekolah, tetapi mengahadapi getirnya hidup sebagai anak yang tak diacuhkan ayahnya, ditambah kehadiran sang kakak yang selalu mengatur hidupnya. Ketika hubungannya dengan Ju...