Cemburu

5.2K 210 0
                                    

Setiap hari kulalui hari dengan masalah, apakah aku memang dilahirkan untuk bermasalah dengan orang lain serta diriku sendiri. Sampai hari ini hidupku sepertinya tidak begitu berharga dimata orang lain dan hanya bisa menyusahkan orang disekitarku. Semoga saja setelah anakku lahir, aku tak menyusahkan hidupnya kelak.

Setiap pulang sekolah aku ingin menyempatkan diri mengunjungi ayah yang sudah lama tak mengetahui keadaannya sekarang. Tetapi aku tahu kalau dihari-hari biasa ia pasti tidak ada dirumah dan percuma saja aku kesana.

Tetapi tetap saja langkah kakiku membawa aku menuju rumah tempat aku dibesarkan.

Dugaanku tepat karena pintu pagar terkunci. Ketika aku meninggalkan rumah aku tidak mengambil kunci cadangan karena aku meninggalkan rumah dengan terpaksa dan itu membuatku malu jika aku kembali lagi pada ayah. Tapi dengan melihat rumah ayah dan keadaan rumah yang kelihatannya baik-baik saja, aku merasa sudah cukup puas bahwa sepertinya kehidupan ayah juga baik-baik saja.

Belum sepenuhnya aku meninggalkan rumah yang dulu, suara Kevin memanggilku.

" Septi tunggu." katanya sedikit lantang.

Aku menengok dan menyapa Kevin yang sepertinya sudah bertahun-tahun aku tidak melihatnya." Eh Kevin, apa kabar." aku menjabat tangannya.

" Kabar baik, kamu sendiri."

" Iya begitulah." Aku ragu mengungapkannya, apalagi takut melihat ibu Kevin yang sempat menghinaku dulu, dan aku juga takut Kevin melakukan hal yang sama.

" Setelah kamu pindah, aku belum pernah lihat kamu lagi," tatapannya kini tidak seperti dulu, Kevin yang sekarang tampaknya lebih berani memandangku," memangnya rumah kamu yang sekarang nggak jauh dari sini?"

" Bukan rumah tapi kontrakan kali." Aku mengkoreksi perkatakaannya.

Kevin tersenyum." Sama aja," balasnya," sama-sama buat tinggal kan."

" Nggak begitu jauh kok, biar kalau aku ke sekolah sama Juna ke tempat kerja juga nggak kejauhan."

" Keadaan kamu sekarang gimana?" tanya Kevin," maaf... bukannya aku kepengen tahu tentang kamu, tapi... ."

" Kepengen tahu juga nggak apa-apa," aku tersenyum tulus padanya," malah aku senang ternyata kamu masih perhatian sama aku."

Kevin salah tingkah." Kamu jangan berpikiran negatif, kamu kan udah jadi istri orang lain, aku bukannya perhatian tapi cuma... ." ia terlihat bingung menyampaikan maksudnya, tangannya telihat gemetar sambil menggaruk-garuk kepalanya.

" Kamu yang jangan berpikiran negatif, 'perhatian' yang aku maksud adalah kamu udah berbaik hati menanyakan keadaan aku yang sekarang. Begitu kan maksud kamu?" aku memastikan bahwa perkataanku memang benar.

Kevin sekarang terlihat santai." Aku sebenarnya mau ngomong sesuatu, tapi takut kamu tersinggung."

" Ngomong aja, aku biasa disinggung kok sama orang lain." jawabku jujur.

" Maksud kamu sama ibu aku?" ada nada bersalah dalam pernyataannya," Aku minta maaf atas kata-kata ibu aku. Sejak ia tahu kamu hamil dan menikah, ia sangat marah, dari yang tadinya selalu menyanjung kamu, sekarang malah berbalik mencela."

" Oh ya," ternyata Kevin tahu mengenai sikap ibunya," kalau kamu sendiri?"

" Aku dari dulu menganggap kamu tetangga yang baik, maksud aku dengan ayah yang jarang memperhatikan kamu dan tak punya siapa-siapa selain kakak kamu yang berbeda tempat tinggal, kamu itu wanita yang tegar diusia kamu yang masih muda."

Too Young to be MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang