Perasaan yang Selama ini Terpendam

6.3K 243 1
                                    

Hari ini aku berangkat pagi sekali, aku sengaja melakukannya, karena tidak mau berbarengan dengan Juna yang berangkat kerja shift pagi. Ketika aku ingin naik angkot tak sengaja aku berpapasan dengan Gina, dia menatapku sinis padahal sebelumnya dia sudah mulai bersikap ramah padaku.

" Perempuan nggak bener," kata-katanya langsung menghujam jantungku. Bukankah beberapa minggu yang lalu dia bersikap ramah kepadaku dan sekarang Gina kembali seperti Gina yang aku kenal.

" Maksud kamu apa?" tanyaku heran, tak ada angin tak ada hujan Gina berkata seperti itu seakan-akan aku telah menyakitinya.

" Kamu puas ya sekarang bisa merebut Juna dari aku," amarah Gina meledak saat menatapku.

Aku makin bingung dan penasaran dengan ucapan Gina, memangnya selama ini aku bersaing dengan dia dalam hal mendapatkan Juna." Aku nggak merebut Juna dari siapa-siapa." sanggahku.

" Bohong dasar perempuan murahan," aku merasa terhina namun aku tahan," aku harap anak kamu tidak seperti ibunya yang bersikap murahan."

Aku tak sengaja langsung menamparnya." Kamu boleh bicara apa aja padaku seenaknya, tapi jangan sekali-kali kamu bawa-bawa anakku." jawabku tak mau kalah. Ibu mana yang rela anaknya dihina." Lagian apa urusannya hidup Juna sama kamu, dia bukan siapa-siapa kamu kan."

" Kamu nggak sadar apa, selama ini kamu selalu jadi penghalang antara aku sama Juna." Aku makin bertambah bingung, apa yang sebenarnya telah terjadi.

Aku tak mau menarik banyak perhatian orang, sehingga tak aku hiraukan lagi ucapan Gina dan langsung naik angkot yang berhenti dihadapanku dan segera menuju sekolah.

Pada pelajaran pertama aku masih teriang-ngiang ucapan Gina, apa maksudnya aku menjadi penghalang antara mereka, bukankah selama ini Gina tak pernah membalas cinta Juna.

Pikiranku tersadarkan oleh suara bu Nisa." Septianna please read paragraph two and give your opinion about this contents." lamunanku berhenti dan langsung menuruti perintah bu Nisa dengan memberikan jawaban seadanya yang aku bisa.

Pada saat istirahat perutku sebenarnya tidak begitu lapar tetapi aku teringat ucapan kakakku dan mas Rizal untuk menjaga kesehatan, sehingga aku pergi ke kantin untuk membeli makanan, dan aku sangat bersyukur jika aku bisa menemukan makanan sehat disana, yang pada kenyataannya sangat aku sangsikan.

Tetapi baru saja aku melewati tempat parkir sepeda dan motor sebelum menuju kantin aku melihat segerombolan anak yang kukenal dipojokkan, dan entah mengapa aku menghampirinya.

Ternyata mereka semua sedang asyik nongkrong sambil merokok sekaligus berusaha bersembunyi dari penglihatan guru-guru di sekolah, salah satunya yang aku kenal adalah Heri, Badrun dan Tono.

" Siang Sep?" sapa Heri dan Tono berbarengan.

" Lagi ngapain kalian semua?" kataku basa basi.

Semuanya tertawa." Lu pikir kita lagi kerja kelompok?" jawab asal salah satu teman Tono yang tidak aku kenal," kalau mau kerja kelompok balik lagi ke kelas aja sana."

" Bercanda." Tono menawariku sebatang rokok.

Dulu aku pernah merokok, awalnya untuk coba-coba tetapi jika aku sedang suntuk pun kadang aku mengambil rokok ayah diam-diam dan merokok dikamarku atau dikamar mandi agar tidak ketahuan, untungnya aku tidak mengalami kecanduan, dan sekarang karena butuh pelarian sejenak dari kejadian tadi pagi akhirnya aku mengambil sebatang rokok itu dan bergabung dengan mereka semua.

Too Young to be MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang