Ujian Tengah Semester

7.1K 265 0
                                    

Setelah malam minggu beberapa hari yang lalu sampai saat ini aku belum bertemu kembali lagi dengan Juna. Masih ada perasaan canggung jika aku melihatnya, aku takut perasaanku terbawa emosi jika memikirkan dirinya.

Aku pun sengaja berbelanja di minimarket lain atau kalau tidak belanja di warung saja untuk menghindar dari Juna.

Ada sedikit rasa kehilangan memang tetapi itu sebagian besar disebabkan karena tak ada lagi minuman atau makanan gratis dari Juna untukku atau senyuman manis ketika bertemu denganku. Dan aku berharap Juna juga merasakan hal itu. Namun sampai hari ini aku belum melihatnya kembali melewati depan rumahku ketika ia berangkat atau pulang kerja, mungkin dia memang sengaja menghindar seperti diriku.

Tapi untuk saat ini hanya itu sikap terbaik yang dapat kami lakukan.

Aku tidak tahu apa yang ada dipikiranku kala itu atau yang ada dipikiran Juna saat malam itu, yang pasti kami berdua telah melampaui batas pertemanan dan melakukan sesuatu yang hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri. Dan untuk melupakan kejadian itu salah satunya cara adalah hanya dengan menghindar.

Aku berpikir mungkin setelah berbulan-bulan, kami baru bisa melupakan dan berhubungan kembali seperti dulu lagi dan menganggap kejadian itu tidak pernah terjadi. Tapi kenyataannya tidak mudah seperti yang aku bayangkan.

*

Minggu ini sudah memasuki ujian tengah semester. Jujur aku tidak begitu menantikannya. Ditambah keadaan kelas yang tidak mendukung. Tetapi jika teringat ucapan Feri mengenai masa depanku, aku seperti selalu diingatkan untuk berusaha belajar agar masa depanku cerah.

Dan ketika memasuki ujian semester ini aku sudah berusaha lebih banyak berkutat dengan buku daripada dengan film dan video game.

Dan memasuki minggu ujian ini, aku melihat beberapa temanku ada yang selalu membawa buku pelajaran kemana-mana bahkan sampai ke toilet sekalipun, akibatnya bukunya ikut-ikutan basah dan mereka menggerutu sendiri, lagian salah sendiri tidak belajar di rumah, pikirku.

Lalu disetiap lorong sekolah terlihat beberapa gerombolan murid, entah mereka berdiskusi mengenai ujian atau berdiskusi mengenai bocoran soal dari sekolah lain atau hanya sekumpulan murid yang mengabaikan ujian dan lebih senang bergosip ria.

Di kelas pun ada murid yang belajar sambil makan sehingga mejanya jadi bercampur remehan makanan yang dimakannya, dan itu sangat tidak enak dilihat.

Tetapi tentunya lebih banyak murid-murid yang sibuk mencatat sesuatu di kertas kecil atau telapak tangannya atau bagian baju yang tersembunyi seperti dasi atau tempat pensil. Murid-murid yang satu ini jelas lebih sibuk dengan contekannya daripada memikirkan soal apa yang nanti akan keluar dalam ujian.

Bahkan aku sempat ditawari oleh teman sebelahku Martha sebuah kertas contekan.

" Sep kamu mau nggak contekan ujian matematika." katanya sambil menyerahkan secarik kertas kecil bertuliskan rumus-rumus dan juga ada yang berisi jawaban dari soal-soal ujian yang dibocorkan oleh sekolah lain.

Aku tidak menjawab 'iya' atau 'tidak' dan hanya menerima secarik kertas itu, tapi aku takkan menggunakannya di saat ujian karena suatu hal.

" Tapi ingat simpannya hati-hati jangan sampai ketahuan guru pengawas." Rina menambahkan.

" Kalau takut ketahuan, buat apa nyontek." ucapku pelan, bahkan sangat pelan, buktinya Rina dan Martha tidak mendengarkan ucapanku.

Kadang aku berpikir sangat picik tetapi kadang aku juga selalu memakai logika, jika teman-temanku ingin mendapatkan nilai yang bagus seharusnya mereka belajar bukannya sibuk dengan contekan, untuk apa menipu diri sendiri dengan hasil yang bukan dari keringat sendiri dan jika memang kita tidak mau belajar maka jangan sekali-kali mengharapkan nilai yang bagus.

Sedangkan aku sendiri, aku tidak akan menggunakan contekan dan akan berusaha dengan hasil jerih payahku sendiri agar aku tahu sejauh mana aku sudah belajar, jika hasilnya tidak sesuai perkiraan, berarti kemampuanku ya cuma segitu, karena kalau bicara prestasi, aku sudah bisa ikut ujian saja sudah merupakan suatu prestasi tersendiri bagiku, melihat rekam jejakku selama ini.

Ketika hari ujian tengah semester hampir berakhir, aku sangat senang sekali karena semua kelelahan dan ketegangan juga akan segera berakhir dan tentu saja hari liburanlah yang menjadi incaranku untuk menghilangkan semua kejenuhan di sekolah, walaupun sebenarnya aku tak terlalu ambil pusing dengan hasil ujianku nanti.

Justru yang menjadi pikiran adalah siapa yang nanti akan mengambilkan raportku nanti. Ayahku pasti mempunyai seribu satu alasan untuk menolaknya, sedangkan kakakku mungkin saja mau jika pekerjaan di kantornya bisa ditinggalkan.

Kadang aku berpikir andai Juna mau berbaik hati menolongku kembali tetapi sejak kejadian malam minggu itu, jangankan meminta bantuannya menatap wajahnya saja aku belum siap.

Akankah tatapannya masih sama seperti saat kejadian malam itu. 

Too Young to be MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang