The true test of loyalty is standing strong in the midst of chaos and misery ~
*
Luna menangis sejadinya sejak ia ditarik Stefie menuju mobil. Saat ini Luna sedang panik menghubungi Gwen, Dyno dan juga Gladys agar segera datang ke kantor polisi yang dimaksud oleh Stefie tadi. Tangannya tidak berhenti meremas ujung kemeja yang ia pakai seakan menandakan ia dalam posisi yang sangat ketakutan.
Dyno saat itu juga dalam perjalanan menuju kantor polisi dimana Alkins ditahan. Berulang kali ia mengumpat karena terjebak kemacetan dengan amsih mendengar Luna yang menangis di ujung telepon. Ia sungguh frustasi mendengar sepupu kesayangannya menangis seperti itu. Ternyata pembalap Formula 1 kalah dengan macetnya kota Medan yang bertaburan becak serta angkutan kota yang ugal-ugalan.
Setelah selesai menghubungi Dynorian, Luna menghubungi Papanya dan hanya tersambung dengan Gwen yang mengatakan Papanya sedang rapat dan akan berusaha mencarikan pengacara handal untuk pacar Luna itu. Luna masih juga terisak sedih karena tampaknya tidak ada satupun dari orang-orang di sekitarnya yang bisa membantu saat ini.
Luna maupun Stefie belum tahu masalah pasti yang menimpa Alkins saat ini, namun mereka yakin masalah ini sepertinya kasus berat karena keterangan polisi yang meminta keluarga untuk datang segera.
Hembusan napas Luna terdengar sangat berat. Ia berulang kali menarik napas dalam seperti berusaha mengendalikan diri.
Ini rasanya mengkhawatirkan seseorang yang berharga, sangat menyesakkan, batin Luna.
"Luna, don't cry darling. Everything gonna be okay ya . Alkins knows how to handle something like this." kata Stefie bijak dan terus menenangkan.
"Aku takut ada apa-apa kak. Alkins gak pernah kayak gini sebelumnya. I'm his troublemaker." balas Luna jujur sambil menatap Stefie dengan tatapan memelas.
Stefie mengelus pundak Luna dengan tangan kirinya sementara ia masih fokus menyetir.
"I know... kakak juga khawatir. Kamu harus tenang sayang. Harus ada yang berpikir jernih di sini." kata Stefie yang masih menenangkan Luna.
Luna hanya bisa mengangguk pasrah.*
Luna dan Stefie akhirnya sampai di kantor polisi yang dimaksud. Luna bergegas masuk seperti kesetanan. Ia hampir menabrak beberapa polisi yang membawa tahanan, namun ia tampak tidak peduli. Ia hanya memikirkan Alkins, bagaimana keadaan pria itu, apa pria itu baik-baik saja.
Seorang polisi di bagian informasi menyambut Luna begitu ia masuk dari pintu depan kantor. Luna terlihat ngos-ngosan karena ia terburu-buru.
"Selamat sore. Ada yang bisa dibantu Bu...?" tanya polisi itu ramah.
"Calon suami saya ditahan, dimana saya harus menemuinya...?" kata Luna dengan raut wajah panik yang tidak dapat disembunyikan lagi.
"Biasanya ada ruang penyidikan bu, silahkan lurus saja melawati lorong kanan ini." polisi itu memberi tahu kemana arah yang harus Luna tuju.
"Thanks ya..."Ia langsung menuju ruangan penyidikan tanpa basa-basi lagi.
Luna tertegun sejenak saat melihat ruangan penyidikan yang dimaksud polisi di depan tadi ternyata kosong, hanya ada beberapa polisi yang sedang membereskan berkas-berkas. Tidak ada aktivitas apapun yang menandakan bahwa Alkins ada di sana ataupun baru saja ada sesuatu yang terjadi.
Hati Luna terasa teremas dengan keras, ia sungguh takut Alkins mengalami sesuatu yang buruk.
"Maaf bu, apa yang ibu lakukan disini...?" tanya seorang polisi wanita pada Luna yang berdiri bingung di pintu masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
dr. Aked
General FictionBisakah aku berjanji untuk menjadi penawar luka hatimu. Sehingga painkiller pun tidak berguna. Alkins Samudera Aked~ Bukan kah seorang dokter hanya menyembuhkan luka fisik saja, tau apa soal hati. Laluna Kinara Kim~ Hanya sebuah kisah romansa b...