chapter 20 : Look At Me!

5.8K 318 15
                                    

Bibir Chika tetap melengkung keatas membentuk sebuah senyuman. Berbanding terbalik dengan lengkungan yang Adela berikan. "Kalo lo mau mati kelaparan. Sendiri aja kampret" Adela mengumpat, sambil berusaha melepaskan lilitan tangan Chika.

Chika mengusap lembut tangan Adela, "Temenin gue, please". Adela bergidik ngeri dengan mimik muka yang Chika tampilkan, "Lepasin tangan gue, jiji gue".

Chika terkekeh, lalu melepaskan tangan Adela, "Sialan lo"

Adela bersidekap di samping bangku Chika, "Mau ikut ke kantin, apa lo gue tinggalin?" Adela mengancam sadis.

Chika mencibir terang terangan, "Yaudah.. Yaudah".

***

Chika mengetuk-ngetuk meja kantin sambil menunggu Adela yang sedang memesan pesanan mereka berdua. Suasana kantin cukup ramai -seramai kantin sekolah lainnya.

Chika terlonjak kecil saat Farel tiba tiba langsung duduk di depannya. Memperhatikannya dengan sinis. "Gue mau ngomong" Kata Farel ketus.

Chika menelan salivanya sebelum menjawab, "Gamau.. " katanya pelan sambil membuang muka.

Jantung Chika berdetak semakin cepat mendengar Farel menggeram rendah. "Gue gak minta pendapat lo".

Seperti biasanya, Farel lagi lagi menarik tangan Chika. Sakit, tentu. Seperti---Farel melampiaskan rasa rindunya karena tidak menarik tangan Chika untuk beberapa lama.

Farel berhenti melangkah yang diikuti secara otomatis oleh Chika. Farel membalikkan badannya menghadap Chika.

Mungkin, sudan menjadi pandangan biasa untuk Farel melihat Chika menangis. "Kemana aja lo?!" Farel membentak. Tak berniat untuk sekedar membuat Chika berhenti menangis.

Chika menarik napasnya berkali kali. Chika tidak punya riwayat sesak napas atau semacamnya. Tapi berjalan dengan cepat sambil menangis membuat Chika merasa menderita penyakit demikian. Belum lagi bentakan Farel, memperparah sesak napasnya.

Farel mendengus. Ia yakin Chika tidak akan menjawabnya. Dengan menekan gengsinya dalam dalam, Farel menarik Chika kedalam pelukannya. Menenangkannya dengan mengusap punggung dan rambutnya pelan.

Bukannya berhenti, tangisan Chika semakin keras. Farel heran, kata google, menenangkan perempuan yang menangis, hanya cukup dengan pelukan. Tapi saat ia praktikan, kenapa tangisan Chika semakin kencang? Apakah google yang salah, ataukah Chika yang salah?

Ah pasti google, karena perempuan tidak pernah salah.

Farel menepuk punggung Chika berkali kali. Ia meletakkan dagunya diatas kepala Chika. Matanya memejam, berbeda dengan bibirnya yang perlahan terbuka untuk menyampaikan perasaannya, "Gue kangen lo, Chik".

***

Chika segera membereskan buku bukunya yang tergeletak di meja saat mendengal bel berbunyi.

Ia melangkahkan kakinya keluar sambil mengetik beberapa kata untuk kakaknya.

Chika Rogiliur : Abang, bisa jemput Chika?

Setelah memastikan pesannya terkirim, Chika memfokuskan penglihatannya untuk melangkah dengan benar.

Getaran di tangannya membuat Chika harus menepi agar tidak menghalangi jalan orang lain.

Detik setelah ia membaca balasan pesan kakaknya, ia mendengus kesal.

Bram Rogiliur : Sorry, dek. Naik takis gapapa?

Look at Me! [ New Version ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang