Warning! Mature Content.
Satu...
Dua...
Tiga...
Empat...
Lima...
Adrian melucuti pakaian yang dikenakannya. Kemeja warna putihnya, celana jins, dan boxer; telah teronggok di lantai. Kini ia telanjang sepenuhnya tanpa merasa malu sedikit pun untuk memperlihatkan otot-otot tubuhnya. Kemudian ia berjalan seraya menghitung tiap detik yang dilaluinya untuk bertahan. Ia bahkan bisa mendengar jantungnya sendiri, berdetak beriringan dengan benaknya yang menghitung konstan.
Dan sepuluh...
Sepuluh detik. Ini bagus. Suatu kemajuan.
Adrian meneguk ludah melihat pemandangan di depannya. Mata gelapnya menelusuri tubuh wanita itu. Payudara sintal, paha terbuka, bibir merah merekah, tubuh telanjang menggiurkan dengan perut datar. Adrian menunjukkan respon manusiawi; kejantanan yang sudah tegang, jakunnya naik-turun seiring libido yang dipermainkan, tubuhnya frustasi meminta pelepasan.
Keringat membasahi tubuhnya. Namun keringat yang menetes di dahi dan sekujur tubuhnya bukan manifestasi bergairahnya tubuh Adrian sekarang, bukan menggambarkan betapa panasnya ruangan ini atau panasnya atmosfer bergairah yang mengungkungnya. Peluh yang mengaliri tubuh berotot telanjang Adrian adalah bentuk kegugupan yang menyelimutinya untuk melakukan pelepasan malam ini.
"Ayo, Sayang..." Wanita di bawahnya mulai merengek sekarang setelah Adrian menggodanya, mencumbunya. Tapi untuk langkah yang lebih lanjut, Adrian takut memulai.
Adrian tidak berbohong bahwa ia sangat bergairah sekarang. Tapi masih bergeming mengamati tubuh itu. Ia takut tubuh di depannya cacat, atau mungkin Adrian sendiri takut kalau-kalau mentalnya lah yang menjadi cacat.
"Lihat itu," kata wanita itu seraya menunjuk kejantanannya. "Dia sudah membesar dan menginginkanku."
Benarkah Adrian menginginkan wanita ini?
Rasanya konyol. Adrian saja tak mengingat nama wanita ini.
"Kemari, Sayang..." Wanita itu mendesah lagi. Menggerakkan telunjuknya menekuk seperti sebuah panggilan untuk Adrian. Tubuhnya menggeliat, membuat sisi liar Adrian perlahan bangkit.
Tak peduli betapapun Adrian tak mengetahui nama wanita ini, tak peduli jika tubuh wanita ini rekaan operasi, tak peduli jika Adrian menarik wanita ini dari kelab-dan mungkin dia adalah wanita bayaran. Adrian hanya menginginkan pelepasannya.
Sekali ini saja.
Adrian merangkak menghampiri tubuh wanita itu. Wajah Adrian tertarik ke depan karena tangan nakal dengan kuku yang dicat warna merah itu kini telah meraih wajahnya, menuntut sebuah ciuman. Wanita itu mengerang saat Adrian mengeksplorasi rongga mulutnya. Bermain dengan lidahnya untuk menggoda. Tetapi Adrian tak bertahan lama untuk ini. Ia memang bergairah, tapi untuk sebuah ciuman lama dan panjang yang akan melibatkan banyak hal, Adrian tidak berniat mengambilnya.
Tak mampu lagi membendung gairahnya, Adrian menjulang bersiap memasukkan miliknya. Ia sudah sejauh ini dan ia harus mendapatkan orgasmenya. Ini kemajuan yang cukup dan Adrian harus mengoyak garis yang membatasi dirinya untuk mencapai pelepasannya.
Adrian harus melakukannya.
Harus!
Wanita itu mengerang ketika Adrian menggesekkan batangnya ke kewanitaannya. Pinggul wanita itu bergerak mengejar milik Adrian. Tungkainya telah melilit pinggul Adrian karena terlalu tak sabar menantinya bertindak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender of Fault
RomanceSURRENDER SERIES #2 √ Completed √ ~ Bertahun-tahun sudah Adrian dihantui kesalahannya di masa lalu. Ia tak lagi bisa menjalin hubungan dengan wanita manapun ketika wanita di masa lalunya terus berada di pikirannya. Adrian butuh bantuan. Ia memutuska...