Warning! Mature content.
Entah bagaimana suasana menjadi begitu canggung antara Adrian dan Delia. Mereka sudah saling mengenal selama tiga tahun. Mereka telah melakukan banyak hal hingga menghasilkan si jabang bayi. Tapi semuanya menguap, Adrian tak mengenal Delia yang hanya diam sementara semburat merah muda menyebar di wajah cantiknya. Mereka terpaku di posisi duduk masing-masing, tak mau saling tatap, padahal Ryan sudah menghilang lima belas menit yang lalu.
Sialnya, jantung Adrian berdetak lebih cepat dari menit sebelumnya. Delia yang seperti ini terlihat sangat natural. Seperti seorang wanita dewasa yang sedang hamil, terlihat cantik dan menggemaskan. Adrian tersenyum diam-diam, bersyukur Delia tak tahu bahwa dirinya tersenyum.
"Adrian—" "Delia—" Mereka berujar bersamaan. Selama sedetik mereka bertatapan, lalu senyum geli sama-sama mereka sunggingkan ketika menatap satu sama lain.
"Kau dulu," kata Adrian.
"Aku benci ketika wanita yang harus memulai lebih dulu."
Adrian tergelak. Ia bisa merasakan suasana yang mulai mencair. Ia meraih kopi yang ia yakini sudah dingin. Namun ia butuh pengalihan sebelum memulainya.
Delia masih mengamatinya hingga cangkir kopi diletakkan. Ia mengusap perut buncitnya. Dan Adrian benci terpisah jarak sejauh ini dengan Delia, meski hanya sebatas meja.
"Apa kabar mereka?" tanya Adrian seraya menatap perut Delia yang menggembung. "Sudah berapa bulan?"
"Berjalan enam," balas Delia. "Mereka baik."
"Aku merasa sangat buruk sebagai seorang ayah."
Delia menarik bibir. "Aku tak mempermasalahkan itu."
"Tapi itu masalah besar. Ryan benar tentang segalanya. Tentang anak itu harus mendapat seorang ayah. Kita..." Adrian berdeham. "Kita harus menikah."
Adrian berharap setidak-tidaknya Ryan bisa mempengaruhi Delia. Kali pertama Adrian mengajak Delia menikah adalah dengan cara yang tidak seharusnya. Adrian tahu itu. Ia tak pernah membicarakan pernikahan bersama Delia, tapi dirinya membuat asumsi seolah pernikahan mudah saja dijalankan dengan Delia yang sedang mengandung keturunan Salendran dan ia telah resmi menjanda.
Adrian tak mengira sesulit ini.
Delia menatap Adrian sungguh-sungguh. "Adrian, ada banyak hal yang terjadi dalam sebuah pernikahan. Kupikir kau harus tahu itu mengingat kau belum pernah membangun rumah tangga. Aku tidak menyalahkanmu soal itu. Aku juga setuju dengan apa yang Ryan bicarakan. Aku tak berbohong bahwa aku juga memikirkan bagaimana jika bayi ini mempertanyakan siapa ayahnya. Tetapi pernikahan harus kupertimbangkan berkali-kali. Aku pernah gagal—"
"Kujamin kali ini tidak," potong Adrian.
"Kau tidak bisa menjamin masa depan."
"Bagaimana jika aku bisa?"
"Dan apa yang kau lakukan jika ternyata kau tidak bisa?!" sahut Delia telak. "Bagaimana jika aku tak bisa?"
Adrian bungkam. Delia benar, tapi Adrian tak mau mengakui kebenaran itu. Adrian masih bertanya-tanya mengapa Delia tak mau mencoba. Adrian bisa membuktikan bahwa dirinya lebih baik dari mantan suami Delia yang bahkan menyia-nyiakan Delia dengan tidak melakukan hubungan badan. Jelas Adrian mampu melakukan banyak hal untuk menghormati Delia sebagai seorang wanita.
"Aku pernah menghancurkan rumah tanggaku."
"Itu karena si idiot mantan suamimu pantas mendapatkan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender of Fault
RomanceSURRENDER SERIES #2 √ Completed √ ~ Bertahun-tahun sudah Adrian dihantui kesalahannya di masa lalu. Ia tak lagi bisa menjalin hubungan dengan wanita manapun ketika wanita di masa lalunya terus berada di pikirannya. Adrian butuh bantuan. Ia memutuska...