SF - BAB 17

10.2K 937 12
                                        

Enjoy! Jangan lupa support dengan vote dan komentar :D

"Ini cukup bagus," kata Dokter Sarah yang tengah melihat foto rontgen tulang rusuk Adrian. "Sebenarnya dia sudah bisa pulang."

"Apakah cukup bagus artinya dia sudah sembuh?" tanya William penuh perhatian. Adrian terlihat seperti tidak bisa mengurus dirinya sendiri jika disandingkan dengan William. "Dia harus benar-benar sembuh karena dia menggunakan visa kunjungan dan tenggang waktunya terbatas. Kupikir dia lebih baik menjalani pemulihan di sini dan setelah keluar, dia bisa melakukan perjalanan panjang."

"Sebenarnya itu tidak apa-apa," kata Dokter Sarah. "Pertumbuhan tulangnya mungkin lambat karena faktor usia. Tapi selama dia tidak mengangkat beban berat dan beraktifitas terlalu banyak, semuanya akan baik-baik saja. Dia bisa melakukan perjalanan lintas negara asalkan dia bisa merasa nyaman selama perjalanan."

William mengerti dan memberi anggukan.

"Jangan lupa diminum obatnya dan makan makanan yang punya gizi baik untuk pertumbuhan tulang. Saya permisi." Dokter Sarah keluar dari ruang rawat Adrian, meninggalkannya bersama William seorang.

"Apakah kau merasa baik?" tanya William. "Jika masih ada yang sakit, kau tidak harus memaksakan dirimu."

Adrian terkekeh. Sebenarnya ia merasa jauh lebih baik. Namun perhatian yang diberikan William memang terlalu berlebihan. William merawatnya seolah Adrian adalah putranya. "William, aku baik-baik saja. Aku pernah cidera cukup lama dan meninggalkan hidupku di lapangan hijau. Percayalah, ini bukan apa-apa."

William mengangguk. "Aku tak tahu berapa kali harus meminta maaf, tapi yang dilakukan Ryan sangat keterlaluan."

Adrian tersenyum seraya menggeleng. "Bukan masalah. Kau tak perlu merasa bersalah seperti itu. Di sini aku lah yang patut disalahkan. Ini tak sebanding dengan apa yang Ryan terima."

William mengambil kursi dan menempatkan diri di samping Adrian. Ia menghela napas keras, kemudian tak mau menatap Adrian ketika bicara. "Aku marah ketika pertama kali Em menceritakan tentangmu padaku."

Adrian tahu. Semua orang memang seharusnya marah padanya.

"Aku bertemu Em dengan cara yang tak biasa." William tersenyum lembut ketika pikirannya menerawang. "Dia menyebutku penjahat dan memukuliku. Dia bahkan menendang barangku."

Adrian terkejut.

William terkekeh. "Aku bersumpah itu sangat sakit." Kemudian ia tersenyum. "Ketika dia mengatakan dirinya adalah seorang ibu untuk seorang remaja laki-laki yang bandel di usianya yang masih sangat muda, aku luar biasa terkejut. Aku tak pernah mengira ada seorang wanita hebat seperti dia. Em bertahan dan mengorbankan segalanya untuk Ryan."

Adrian terdiam. Ia setuju bahwa Emilia sangat hebat. Ia bahkan bersyukur Emilia masih mau mempertahankan darah dagingnya meski Adrian menolaknya, meski Emilia harus lari sejauh ini.

"Aku marah karena Em menanggung semuanya sendirian. Aku marah karena Em terus-menerus bersikap tegar di hadapan semua orang seolah dia tak butuh siapapun. Aku marah karena ia menolak semua orang termasuk aku." William mengangkat wajahnya dan menatap Adrian. "Aku marah padamu karena membuat Em seperti itu. Dia sendirian, dia terluka, dia butuh seseorang tapi dia menutupi semua itu."

"Maafkan aku," kata Adrian lirih. "Aku masih sangat muda saat itu. Aku tak berpikir panjang ketika Emilia mengatakan bahwa ia hamil. Aku kalut dan takut. Aku takut akan kehilangan dia jika kehamilan itu membatasi kami."

"Dan apakah dia tetap tinggal ketika kau menolaknya?" tanya William datar. Tidak ada nada menghakimi sedikit pun dalam suaranya. "Apa yang terjadi setelahnya?"

Surrender of FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang