Vote & komentarnya ya, readers. Enjoy!
:D :D :D
Sudah lebih dari seminggu Adrian memutar otak untuk menemukan kata yang tepat untuk diucapkannya pada Emilia dan putranya. Sekeras apapun Adrian melakukannya, ia merasa ini tak akan cukup. Kata-kata tak akan cukup untuk mewakili delapan belas tahun yang ia habiskan untuk melepaskan Emilia, hingga cintanya kini telah terenggut dan telah menjadi milik orang lain.
Adrian tahu, seharusnya ia tidak egois. Emilia tak pantas berakhir dengannya. Emilia pantas mendapatkan yang lebih baik dari Adrian. Tak ada salahnya jika sekarang Emilia menikah dengan pria lain, dan putranya mempunyai sosok seorang ayah yang lebih layak serta bertanggung jawab. Tapi, sial, hanya Emilia yang mampu melengkapi Adrian.
Adrian telah memikirkan resiko yang ia dapatkan apabila ia muncul di hadapan Emilia setelah delapan belas tahun lamanya. Betapapun ia telah mengambil segala resiko tersebut, Adrian tidak bisa memungkiri kegugupannya dan ingin sekali egois. Ia ingin Emilia yang akhirnya memberi Adrian kesempatan.
Tetapi mimpi itu terlalu sulit diraih. Jika Emilia membencinya, itu pantas saja. Jika Emilia tak mau lagi bertemu dengannya, itu sah-sah saja. Tapi jika sang putra menolaknya, lantas bagaimana ia menepati janjinya pada Dave?
Adrian harus membawa Ryan. Dengan cara apapun, kata-kata Dave terngiang dalam benaknya. Ia bisa saja menggunakan cara kriminal, tapi ia tidak ingin menjadi lebih bajingan setelah apa yang lakukan pada putranya selama ini.
Seperti apa wajah Ryan sekarang? Apakah ia mirip Emilia? Atau dirinya?
Adrian berharap Ryan lebih mirip Emilia, ia tidak mau putranya mirip dengan dirinya—seorang bajingan, tidak bertanggung jawab, pengecut.
Apa hobi Ryan? Apakah sepak bola?
Umur berapa ia mulai lancar bersepeda? Apakah ia sudah mahir menyetir sekarang?
Apakah di usia remajanya ia sudah punya pacar? Pasti dia cukup baik menarik lawan jenis.
Sial. Adrian ingin bertemu dengan putranya dan berharap bisa mengetahui lebih banyak tanpa menerka-nerka semacam ini.
Tapi apa yang dilakukannya sejak alamat Emilia justru telah berada dalam genggamannya? Adrian hanya menyendiri di kamar. Tidak peduli dengan kehidupan di luar sana. Beruntung ada Nana dan Ali yang mampu menjaga kewarasannya dengan menanyakan beberapa pendapat dan mengingatkannya mandi dan makan. Apakah Adrian mulai menjadi gila lagi? Jika benar, maka ia seharusnya menemui psikiaternya.
Delia. Kini nama itu terngiang. Apakah wanita itu membencinya? Apakah Delia masih mau mendengarkannya?
Tapi kenapa tak ia coba saja? Jika menghadapi Delia dan meminta maaf pada Delia saja ia tak mampu, maka sebaiknya ia tak muncul di depan Emilia untuk sebuah pengampunan.
Adrian segera mengganti pakaiannya, meraih kunci mobil dan dompet. Nana sedang membersihkan ruang tengah ketika ia keluar dari kamar.
"Tuan akan pergi?" tanya Nana.
Adrian mengangguk. "Tolong jaga rumah, Nana."
Nana mengangguk sopan. "Hati-hati di jalan, Tuan."
Ali terlihat di kebun sedang menyiram tanaman saat Adrian masuk ke bagian kemudi mobil. Lelaki yang seumuran dengan Adrian itu mengangguk sopan saat mobil Adrian melewatinya.
Setengah jam kemudian, Adrian tiba di rumah sakit yang telah menjadi mimpi buruknya tiga tahun lalu. Sebenarnya ia tak sanggup berada di sini. Tempat ini mengingatkannya bahwa Emilia berada di setiap sudut manapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender of Fault
RomansSURRENDER SERIES #2 √ Completed √ ~ Bertahun-tahun sudah Adrian dihantui kesalahannya di masa lalu. Ia tak lagi bisa menjalin hubungan dengan wanita manapun ketika wanita di masa lalunya terus berada di pikirannya. Adrian butuh bantuan. Ia memutuska...