SF - BAB 42

10.9K 926 11
                                    

4X!

Jangan lupa vote dan komentar :D

"Aku mulai bosan, Nana," kata Delia yang sedang terduduk di sofa ruang utama. Ini akhir pekan dan sudah hampir sebulan Delia mengambil cuti. Namun tiba-tiba Adrian punya urusan mendadak di luar kota yang tidak bisa ia tinggal. Sekarang Delia hanya bergelung di sofa, meminum jus stroberi buatan Nana yang sangat lezat, meski begitu kebosanan mulai melandanya. Apalagi jika tidak ada Adrian yang menggodanya. "Adrian benar bahwa rumah ini sangat sepi untuk ditinggali sendiri. Apakah Adrian sering berpergian seperti ini?"

Nana yang sedang ikut menonton acara Sabtu pagi pun mengalihkan perhatiannya. "Tidak, Nyonya. Tuan lebih suka di rumah."

Delia mendengus. "Aku sudah bilang, jangan memanggilku Nyonya. Aku ini belum resmi menjadi Nyonya Salendra. Tapi kalaupun aku menjadi Nyonya Salendra, aku tetap tidak mau kau memanggilku begitu. Kau ini seumuran denganku."

Nana tersenyum. "Maaf. Biarkan seperti ini, Nyonya. Saya mulai terbiasa."

Delia akhirnya mengalah saja. Toh yang membayar Nana adalah Adrian, tentu saja Nana lebih menuruti Adrian ketimbang dirinya. "Apakah rumah selalu sepi seperti ini ketika Adrian sendirian?"

Nana mengangguk. "Tuan bukan orang yang banyak bicara. Tuan lebih suka berada di ruang kerjanya. Tuan bisa seharian di sana jika saya atau Ali tidak mengingatkan untuk makan."

"Orang itu." Delia menggeleng mendengar cerita Nana. Ia tahu betul sepak terjang Adrian sebagai pasiennya. Dulu sampai sekarang pun, Adrian tetaplah seorang yang masih tertutup akan dirinya meski hubungan mereka berjalan baik-baik saja.

"Tapi ketika Tuan Ryan ada di sini, rumah ini jadi sangat ramai, Nyonya." Nana tersenyum lebar. "Tuan Ryan itu suka ngobrol dan lucu. Tapi sayang, Tuan Ryan tidak terlalu banyak bicara jika ada Tuan Adrian. Saya dan Ali merasa kehilangan ketika Tuan Ryan tidak tinggal di sini lagi."

"Apakah kau dan Ali sudah dikaruniai keturunan?"

Nana mengangguk. "Ada di desa. Masih berumur satu tahun."

"Kenapa tak kau bawa saja ke sini? Setidaknya rumah ini punya satu penghuni lain."

Nana tertawa seraya menggeleng. "Saya juga berkeinginan begitu. Tapi Ali melarang membawa Jaka ke kota. Katanya nanti saja kalau sudah agak besar. Sebenarnya Tuan Adrian tidak melarang. Tuan Adrian sangat baik pada saya dan Ali. Bahkan Tuan Adrian berniat menyekolahkan Jaka sampai dia lulus SMA."

Delia terhenyak. Ternyata Adrian sangat perhatian pada orang-orang yang setia padanya. Delia yakin Adrian akan menjadi ayah yang baik nantinya. Delia mengelus perut buncitnya. Bayinya bergerak menendang bergantian seolah setuju dengan pemikiran sang ibu.

"Nanti kalau Nyonya sudah jadi istri Tuan, pasti rumah ini akan semakin ramai. Apalagi kalau si kembar nantinya lahir."

Delia tersenyum. "Aku tidak sabar menunggu hari itu, Nana. Meskipun tidak sabar, tapi memang lebih baik pernikahan dilakukan setelah kelahiran. Aku dan Adrian tidak mau mengambil resiko."

Nana mengangguk dan kembali berpaling ke televisi yang menyala.

Tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikiran Delia. "Nana, bisakah kau mengajariku memasak?"

"Nyonya ingin memasak apa?"

Delia mendesah. "Apa saja. Kupikir aku hanya bisa masak air dan mi instan."

Nana terlihat geli. Namun Delia menerima kenyataan bahwa dirinya tak terlalu pandai di dapur. Nana mengangguk menyetujui keinginan Delia. "Nanti saya akan menunjukkan caranya memasak makanan kesukaan Tuan Adrian dan Tuan Ryan."

Surrender of FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang